[13]

4.9K 648 87
                                    

Hening. Suasana mobil mewah yang melaju cepat di jalanan Konoha itu begitu terasa begitu sesak dan dingin. Sesekali Naruto mengintip si pengemudi yang merupakan sumber dari hawa aneh itu lewat kaca. Tubuhnya kembali merinding. Seumur hidup, ini adalah pengalaman pertamanya berada dalam kondisi mencekam seperti ini.

Pandangan bergulir ke sisi lain. Itachi terlihat tenang memainkan ponselnya tanpa menghiraukan aura yang dikeluarkan sang adik. Sesekali ia akan menoleh kebelakang dan mengerling pada Naruto. Pria itu masih terus menggodanya walau kini tanpa suara.

"Jadi, mau kemana kita?" Itachi mulai memecah keheningan.

"Rumah," jawab Sasuke singkat tanpa menoleh.

"Rumah? Rumah siapa? Untuk apa?"

Sasuke mendelik sebal pada kakaknya itu. "Aniki, apa kau lupa kalau malam ini pesta ulang tahun pernikahan orangtua kita?"

Itachi tertawa canggung sambil mengusap tengkuknya yang meremang.

Ia lupa. Benar-benar lupa. Sudah dari jauh hari ibundanya mengingatkan agar mereka harus berkumpul di pesta ini. Kesibukan membuat mereka sulit bertemu. Itulah sebabnya jika ada acara seperti ini mereka "benar-benar harus hadir", atau bersiaplah menerima amukan sang ibunda.

"Otouto, aku lupa membelikan hadiah. Apa kau--"

"Ada di bagasi," potong Sasuke masih dengan wajah datar. "Ini adalah kali terakhir aku membantumu. Jika kau lupa lagi, aku tak akan menolongmu."

"Oh, kau memang sangat baik, Sasuke!"

Tanpa memedulikan Sasuke yang masih menyetir, Itachi langsung memeluk adiknya itu.

Pelukkan dihempas kasar. Ia menatap tajam sang kakak, lalu melirik Naruto yang hanya terdiam.

"Aku tak mau dipeluk oleh orang yang meniduri jalang," ucapnya tajam.

"Hei, kau tak boleh seperti itu, Sasuke. Walau bagaimana pun aku ini kakakmu," protes Itachi tak terima. "Lagipula Naruto itu spesial, kau tak boleh bicara sekasar itu padanya."

"Special, huh? Benar-benar special karena baru keluar dari rumah sakit pun langsung gatal ingin disentuh."

Dahi Naruto mulai berkedut. Rahangnya mengatup keras. Ia sudah benar-benar kehabisan kesabaran.

"Itachi, aku turun di sini," ucap Naruto.

"Eh?"

"Aku bilang, aku akan turun di sini. Cepat hentikan mobilnya!" sentak Naruto.

Mobil direm mendadak. Naruto hampir saja terjengkang jika tak segera berpegangan dengan kursi yang diduduki Itachi. Dengan kesal ia mendelik ke arah Sasuke, lalu keluar dan membanting pintu mobil itu dengan kasar.

"DASAR BRENGSEK TAK PUNYA HATI!!" teriak Naruto ketika mobil itu sudah kembali melaju cepat.

Naruto marah, benar-benar sangat marah. Apa mulut si brengsek itu tak pernah disekolahkan, huh?



"Sasuke, kali ini kau benar-benar keterlaluan," protes Itachi ketika mereka sampai di kediaman utama keluarga Uchiha.

"Dia tak akan mati walau ditinggal di jalan sendirian," ucap Sasuke acuh sambil melepaskan seatbelt-nya.

"Dia bisa saja mati jika terlalu lama berada di luar dengan kondisi demam seperti itu," balas Itachi jengkel. "Kau terlalu kekanakan, Sasuke. Anak itu tadi sudah mencegahku karena kondisinya yang lemah, tapi aku memaksa. Dan kau dengan seenaknya ikut menyeret dia pergi lalu meninggalkannya di tengah jalan begitu saja. Bagaimana jika ada orang jahat yang mencelakainya?"

The Last HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang