[16]

4.6K 622 54
                                    

Brak!! Pintu dibanting keras. Naruto yang baru saja memasuki apartemen Itachi langsung menuju dapur dan meneguk air dingin dengan rakus.

"Naruto, aku minta maaf," kata Itachi yang sejak tadi mengejar si pirang lewat tangga darurat setelah turun dari mobil.

Naruto mendelik tak suka. "Kau sama brengseknya dengan adikmu itu," ucap Naruto yang langsung masuk ke kamar dan menguncinya.

Itachi terduduk lemas sambil meremat rambut raven-nya. Ya, dia memang salah. Niatnya awalnya ia hanya ingin bermain-main dengan membawa Naruto ke klub. Tapi siapa sangka jika pesona si rambut pirang justru menjerat Madara, pria berbahaya yang paling berkuasa di dunia bawah.

"Itachi, kau tak lupa kalau kau berhutang banyak padaku, bukan? Kalau bukan karena aku--kalian, dua Uchiha bersaudara--pasti sudah menjadi onggokan sampah di pembuangan," ucap Madara menyeringai.

Itachi mengepalkan tangannya kuat. Rahangnya mengeras. Untuk apa si tua bangka ini mengungkit masa lalunya?

"Madara-sama, aku tahu kau sangat berjasa pada kami. Tapi seingatku kita sudah sepakat untuk tidak membahas itu lagi. Hutang kita sudah impas jika kau lupa," kata Itachi penuh penekanan.

"Hahaha, aku tak menyangka kalau kau akan semarah itu hanya untuk seorang jalang," Madara menyeringai, "Uzumaki Naruto, benar? Aku akan memintamu pada Sasuke jika urusanmu dengan Itachi sudah selesai," tatapan Madara beralih pada Naruto yang masih menunjukkan wajah tenangnya.

"Madara-sama, Anda tak bisa melakukan hal itu. Naruto--"

Madara bangkit dari tempat duduknya lalu mendekati Itachi. Pria muda itu langsung membelalak saat Madara membisikkan sesuatu di telinganya. Wajahnya memucat. Ia bahkan tak bisa berbuat apa-apa ketika Madara menarik dagu Naruto dan melumat bibirnya dengan kasar.

Naruto memang masih terlihat tenang setelah bibirnya dijamah bahkan sampai sedikit berdarah. Tapi Itachi tahu, Naruto marah. Pemuda itu pasti sangat marah padanya sekarang.



Naruto memang marah pada Itachi. Gara-gara pria itu membawanya ke klub, ia jadi harus berurusan dengan orang brengsek seperti Madara.

Namun, bukan Naruto namanya jika ia harus menyerah apalagi menangis meratapi nasib. Ia harus bangkit. Ia harus melindungi dirinya sendiri karena saat ini ia tak bisa memercayai siapa pun.

"Madara ... Madara ..." Naruto terus menggumamkan nama itu sambil mencarinya di salah satu situs pencarian.

"Uchiha Madara, salah satu pengusaha sukses di Jepang maupun di dunia Internasional. Aset pribadinya menempati dua puluh besar dunia. Usia empat puluh tahun. Memiliki beberapa pulau pribadi..." Naruto terus menelusuri informasi tentang Madara. Sejauh ini, ia bisa menangkap kalau Madara adalah orang yang sangat kaya dan memiliki pengaruh besar. Tak ada skandal apapun tentang dirinya. Namun, justru itu membuat Naruto curiga.

"Tak mungkin orang setenar Madara tak memiliki gosip," gumam Naruto sambil terus men-scroll layar ponselnya.

Lima belas menit berlalu. Naruto hampir saja putus asa karena data yang ia baca hampir semuanya mirip. "Terkutuklah media yang hanya bisa menyalin berita. Apa mereka tak malu, huh? Bisanya hanya meng-copy - paste!"

Baru saja Naruto selesai mengumpat, tiba-tiba ia menangkap sesuatu yang menarik dari sebuah blog pribadi yang hampir tenggelam. Pria muda itu menyeringai. Ia tak tahu ini adalah berita baik atau berita buruk.

"Uchiha Madara, pebisnis yang terlibat dalam mafia senjata dan penjualan manusia."



Sudah seharian penuh Naruto tak keluar dari kamarnya. Sesekali ia mendengar Itachi mengetuk pintu, meminta maaf, dan memohon agar Naruto mau makan.

Ingin rasanya Naruto tertawa terbahak-bahak mendengar hal itu. Apa Itachi pikir kalau ia sedang merajuk? Tentu saja tidak. Naruto hanya sedang sibuk menyiapkan sesuatu. Dan itu akan sangat menyebalkan jika Itachi tahu dan mengganggu kegiatannya.

Clack! Pintu kamar terbuka. Naruto mengedarkan pandangannya. Tak ada Itachi di ruang tamu maupun ruang makan. Dengan santai ia pun menuju dapur dan mengambil beberapa buah di dalam kulkas.

"Naruto?"

Si pirang yang masih memegang dua buah jeruk langsung menoleh.

"Ya? Ada apa Itachi?" tanya Naruto santai, lalu menuju meja makan untuk mengupas jeruknya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Itachi khawatir. Tadinya ia berencana untuk mendobrak pintu kamar itu jika Naruto tak juga keluar. Tapi apa yang dilihatnya sekarang? Naruto terlihat begitu santai seakan tak terjadi apa-apa.

"Hmm," jawab Naruto yang masih memakan jeruknya, "Kau mau? Jeruk ini sangat segar."

"Naru, aku..."

Naruto mengibas-ngibaskan tangannya sambil menggeleng. "Aku tak apa-apa, sungguh. Kemarin aku hanya kesal, itu saja," jelas Naruto sambil tersenyum.

"Maaf." Suara Itachi terdengar lirih. Ia duduk di hadapan Naruto lalu mengambil jeruk yang ada di atas meja.

"Hei, itu punyaku! Jika kau mau, ambil saja di kulkas," protes Naruto merebut kembali jeruknya.

"Pelit!" Itachi tersenyum lalu berjalan menuju kulkas dan mengambil beberapa apel di sana. "Ngomong-ngomong, bukankah hari ini kau ada shooting Broken Butterfly?" tanya Itachi yang kembali duduk di hadapan Naruto. Ia mulai mengupas apel dan membentuknya seperti kelinci sebelum menyusunnya di atas piring.

"Kau seperti anak kecil," ejek Naruto mengambil sepotong kelinci milik Itachi. Melihat hal itu Itachi hanya terkekeh dan kembali membuat beberapa buah kelinci lagi.

"Hari ini terakhir aku mengambil gambar. Yah, kau tahu sendiri bagaimana nasibku di drama itu, bukan?" kata Naruto. "Kau sendiri kenapa tak bekerja hari ini?"

"Hmm, menurut perjanjian, ini adalah hari terakhir aku bersamamu. Jadi aku ingin memanfaatkannya sebaik mungkin."

Naruto tertawa kecil, lalu kembali memakan kelinci Itachi. "Kita masih bisa bertemu, Tachi. Jadi buat apa kau mendramatisir semua ini?"

"Itu akan berbeda. Aku tak akan bisa seenaknya menyentuh tubuhmu lagi." Selesai mengatakan itu, Itachi langsung merutuki mulutnya yang kelepasan. Naruto pasti benar-benar akan membencinya kali ini.

"Tentu saja, karena mulai saat ini tak akan ada yang bisa menyentuhku lagi," kata Naruto menyeringai.

"Eh?"

"Aku akan bersiap. Kau mau mengantarku ke tempat lokasi atau aku panggil Paman Iruka saja?" tanya Naruto sambil bangkit berdiri.

"Aku akan mengantarmu, babe." Sebuah kecupan mendarat di pipi Naruto dengan lembut. Sebelum Itachi memberikan kecupan susulan (yang Naruto yakin tak akan sebentar), Naruto pun mendorong tubuh itu, mengerling nakal, lalu pergi ke kamarnya.

"Kau benar-benar rubah nakal yang penuh kejutan, Naruto," gumam Itachi sambil tersenyum.



Ren_Thyazeline

(200318)

The Last HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang