ARUTALA 03 | Kekhawatiran Seorang Ibu

165 17 0
                                    

Assalamu'alaikum, yeorobun!
Bagaimana hari kalian? Pasti menyenangkan yakan.

Oci akhirnya bisa up lagi. Btw, makasi banyak buat kalian yang sudah mampir dan membaca ARUTALA.
Jangan lupa vote dan komennya geng, jangan jadi silent readers yang ngendap-ngendap.

1 vote dan komen dari kalian sangat berharga loh, bisa bikin mood Oci naik.

HAPPY READING!

_______________________________

Kamu tidak akan merasakan apa yang dirasakan seorang ibu saat anak gadisnya tak kunjung pulang sebelum kamu menjadi seorang ibu.

-Alma Safiyah

"Anak kamu jam segini masih belum pulang," ujar Alma pada Fikar yang sedang membaca buku mengenai sunah-sunah nabi. 

Fikar melirik istrinya, ia menutup buku yang ia baca kemudian menyimpannya di atas nakas. Pria berusia kisaran 43 tahun itu mengusap puncak kepalanya istrinya lembut.

"DiaAnak pasti bisa menjaga dirinya sendiri, kamu jangan khawatir sayang."

"Mauren itu perempuan, bagaimana bisa aku nggak khawatir." Alma menatap suaminya kemudian menyenderkan kepalanya pada bahu Fikar.

"Aku juga khawatir, sayang. Dia juga anak gadis aku," ucap Fikar.

Fikar mengambil laptopnya, dengan cepat ia mengotak-atik laptop tersebut. Di sampingnya, Alma menatap layar laptop yang sedang suaminya pakai. Di sana terlihat lokasi Mauren saat ini, yap, Fikar memang memasang GPS yang di sambungkan pada laptopnya, dengan itu ia bisa memantau Mauren dari jauh.

Pupil Alma melebar melihat rute perjalanan Mauren. "Anak kamu mainnya ke jauhan mas, aku bilang juga apa, Mauren jangan terlalu dibebasin."

"Tenang sayang, Mauren udah menuju arah pulang," ucap Fikar pada Alma.

.

Mauren menyenderkan kepalanya pada bahu Ravel, netranya menatap liris ke depan. Setelah matahari sudah terbenam dengan sempurna, mereka berkeliling di sekitaran pantai kemudian bergegas pulang. Pada awalnya Mauren tidak ingin pulang saat Ravel mengajaknya, namun bukan hal susah bagi Ravel untuk membujuk gadis itu.

"Kamu seneng?" tanya Ravel tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan.

"Seneng bangettt, akhirnya salah satu impian Mauren tercapai."

"Mimpi apa?"

"Pengen ngedate di pinggir pantai sambil liat sunset dan tadi itu sangat romantis sekali, lain kali ajak Mauren ke pantai lagi ya bapak sayang." ucap Mauren mendongak menatap Ravel.

"Nggak, kamu kalo saya ajak keluar suka lupa waktu. Susah diajak pulang, pengennya nempel terus," ujar Ravel.

Gadis itu nyengir, menunjukkan deretan gigi rapinya. "Emangnya bapak enggak mau deket-deket sama Mauren? Bapak nggak sayang lagi sama Mauren? Ish bapak jahat, kalo nggak sayang kenapa pacaran sama Mauren?"

"Sttt." Ravel menutup mulut Mauren dengan jari telunjuknya. "Karena saya sangat, sangat sayang Mauren yang cantik ini. Saya nggak mau tuan putri selalu dimarahin uminya gara-gara pulang larut," lanjutnya.

"Cukup pak, saya nggak kuat kalo denger bapak ngomong kayak gitu. Jantung Mauren rasanya mau loncat," ujar Mauren dramatis sambil memegangi dada sebelah kirinya.

"Kamu seseorang yang bisa membuat saya tersenyum, tolong tetap bersama saya. Saya serius denganmu."

"Bapakkk ihh, Mauren bentar lagi gila nih kalo bapak Ravel yang terhormat kayak gitu terus."

ARUTALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang