• HAPPY READING •
Dengan amarah yang membuncah, Mauren berjalan sambil menghentakkan kakinya menyusuri lorong. Keadaan di lorong masih sama seperti beberapa saat yang lalu, para disini menatap gadis itu dengan tatapan sulit di artikan.
"APA LO LIATIN GUA!!" sentak Mauren, siswi tersebut hanya mengangkat bahunya acuh.
Mauren berjalan dengan cepat, ia benci dengan tatapan orang-orang. Ia benci hari ini.
Tiba-tiba sebuah tangan menariknya, menyeret gadis itu menuju ruang BK. Itu adalah bu Nina, ya bu Nina kini menyeretnya dengan paksa meski gadis itu meronta minta dilepaskan.
"Ibu lepas! Saya harus ngasih pelajaran ke orang yang nyebar ini semua," ujar Mauren.
"Diam! Ikut saya," balasnya dengan nada yang tinggi.
Dari ambang pintu ia bisa melihat Alma yang sedang memijat pelipisnya pelan, di belakang uminya ada dua pria berseragam polisi sedang berdiri dan berbicara dengan kepala sekolah. Ketika melihat sang putri, Alma lantas berdiri kemudian menampar Mauren sehingga gadis itu tertoleh ke samping.
Semua orang yang sedang berada di sana pun menatap Alma dan Mauren dengan rahang yang melebar karena kaget. Alma menampar Mauren sangat keras sehingga pipi kanan gadis itu merah padam. Ia hanya bisa memegang pipinya sambil menatap uminya, ini bukan hal yang tidak mungkin terjadi ketika sang umi marah.
"Mauren!" seru Maheer sambil berlari mendekat, ia mengangkat bahu adik kembarnya agar berdiri dengan tegak.
"Kenapa umi nampar Mauren kayak tadi?"
"Dia pantas mendapatkannya."
Mauren menepis tangan Maheer. "Lo jangan ikut campur, ini urusan gua."
"Ga bisa, saya harus ikut nyelesain ini semua."
"LO MAU BIKIN GUA SEMAKIN MENDERITA?!" seru Mauren sambil mendorong Maheer dari ruangan tersebut.
"Tap--"
"GAUSAH TAPI-TAPIAN, GUA BILANG BERGI YA PERGI BEGO!"
"KAMU BERANI NGATAIN ANAK SAYA BEGO?!" sela Alma dengan nada tinggi dan dingin. Mauren tersenyum miring, lantas dirinya siapa? Orang asing?
"Pergi!" lirih Mauren penuh dengan penekanan, Maheer pun pasrah berlalu pergi dari sana.
Sepeninggalan Maheer, ia ditarik oleh uminya untuk masuk ke dalam. Alma mengambil keresek hitam yang berada di meja, menunjukkannya tepat di depan wajah Mauren. Gadis itu mengernyitkan alisnya tidak tahu apa yang ada di dalam kantung kresek tersebut.
"INI APA?!" sentak Alma. Mauren terdiam, apalagi ini? Ia sangat muak.
Pupil mata Mauren melebar saat isi dari kantong kresek tersebut berjatuhan karena Alma menentengkan kresek itu terbalik, ia melempar asal kresek hitamnya. Alma mencengkram bahu Mauren kuat, kekecewaan dari mata sang umi terpancar dengan jelas. Bulir bening masih terbendung di sana, namun tidak bisa dipungkiri hati Alma sangat tersayat.
"JAWAB! INI APA?" tanya Alma lagi.
Mauren menunduk dalam setelah beberapa saat menatap mata sang umi, tubuhnya bergetar hebat. Ia takut, sangat takut. Mengapa bisa barang haram seperti itu ada di lokernya?
"MAUREN JAWAB UMI!!!"
"Nggak tau, Mauren nggak tau umi. Itu bukan punya Mauren," sahut Mauren sambil menggeleng lemah.
"Ini ada di loker kamu. Kalo bukan punya kamu, punya siapa lagi HAH?"
"Wallahi, itu bukan punya Mauren," cicitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARUTALA
Teen Fiction"Saya hanya gadis buta dan hina, penuh kekurangan. Untuk apa kamu mendekati saya? Apakah hanya ingin mengejek saya?" "Arutala," ucapnya tiba-tiba sambil tersenyum simpul menatap gadis di depannya. "Nama saya Mauren!" . "Anak umi, sholehahnya umi...