Hai, ahlan wa sahlan.
Apa kabarnya yeorobun?
Gimana siap ketemu sama Mauren?Jangan jadi silent readers ya, sempatkan vote dan komen dong.
HAPPY READING
______________________________
"Ayok, bidadarinya abi pasti ketakutan ya?" Fikar merangkul bahu anak gadisnya.
Mauren tersenyum simpul, gadis itu memegang lengan abinya yang masih kekar tidak termakan umur. Ia masih bersyukur mempunyai seorang ayah yang amat menyayanginya, menjadikan dirinya layaknya seorang ratu.
"Abi, makasih udah selalu khawatirin Mauren. Sayang abi banyak-banyak pokoknya," ujar gadis itu sambil memeluk Fikar dari samping. Tangan Fikar pun mengeljs puncak kepala anak gadisnya itu.
Pemandangan interaksi anak dan ayah itu tidak luput dari perhatian Agatha, Rion, Aldi, Bagas, Boby serta Pak Ravel. Mereka terharu melihat kedekatan tersebut, Agatha sampai menggigit jarinya karena merasa baper.
Boby menyenggol lenggan Agatha pelan membuat gadis itu menoleh padanya. "Jangan nangis, cengeng," bisik Boby pada Agatha. Gadis itu mengerucutkan bibirnya kesal.
"Kalian nggak mau masuk?" tanya Fikar menoleh pada teman serta guru Mauren yang masih berdiri di halaman rumahnya.
Ravel menyunggingkan senyumnya pada Fikar. "Maaf Pak, saya sepertinya harus buru-buru pulang."
"Iya om, kami juga sepertinya harus pulang. Ibu saya ngirim pesan, katanya harus segera pulang. Mauren maaf ya kita nggak bisa nemenin kamu," timpal Boby.
Fikar menganggukkan kepala mengerti. "Yasudah kalo begitu, hati-hati di jalan. Terima kasih sudah nganterin Mauren, ngejaga anak cengeng ini."
Rion dan kawan-kawan serta Ravel pun bergegas pergi. Agatha mengernyitkan alisnya, ia bingung harus bagaimana sekarang. Apakah harus ikut pulang? Ah tentu saja tidak. Gadis itu tetap akan menginap di rumah sahabatnya.
Mata Mauren memanas melihat saudara kembarnya sedang ditemanu makan oleh sang ibu. Fikar yang mengerti perasaan Mauren pun segera menyuruh anak gadisnya untuk pergi ke kamarnya.
"Mauren, Agatha kalian ke dulu saja. Bersih-bersih, ganti baju ya. Nanti abi anterin makanan buat kalian," ucap Fikar.
"Iya abi," ucap Mauren. Agatha hanya tersenyum simpul kemudian tangannya ditarik Mauren agar segera pergi dari sana.
Beberapa detik Fikar terdiam di ujung tangga menatap punggung putrinya hingga lenyap memasuki kamar. Fikar melirik putranya yang sedang makan sambil bercengkrama ringan dengan Alma, jelas itu membuat Fikar tersenyum miris memikirkan perasaan putrinya yang diperlakukan berbeda oleh Alma.
Fikar melangkahkan kakinya mendekati mereka, percakapan keduannua terdengar semakin jelas.
"Anak umi, makan yang banyak." ucap Alma pada Maheer, lelaki itu hanya tersenyum tipis. Terlihat Maheer ingin segera menghabiskan makanannya yang hanya tersisa sedikit.
"Umi, bisa nggak perlakuin Mauren kayak umi perlakuin Aa? Mauren juga anak umi," ucap Maheer pada sang umi membuat Alma terdiam.
"Mau nambah lagi nggak?" tanya Alma mengalihkan arah pembicaraan Maheer. Ia tidak ingin membahas Mauren.
Maheer menghembuskan nafasnya kasar. "Nggak umi, Aa udah kenyang. Aa ke atas dulu ya," ucap Maheer kemudian bangkit dari duduknya.
Saat Maheer berdiri, Fikar sudah berada di belakangnya. Lelaki itu pun segera pergi dari sana meninggalkan abi dan uminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARUTALA
Fiksi Remaja"Saya hanya gadis buta dan hina, penuh kekurangan. Untuk apa kamu mendekati saya? Apakah hanya ingin mengejek saya?" "Arutala," ucapnya tiba-tiba sambil tersenyum simpul menatap gadis di depannya. "Nama saya Mauren!" . "Anak umi, sholehahnya umi...