ARUTALA 16 | Kekacauan

144 20 14
                                    

HAPPY READING WAHAI RAKYAT KU!!





Aku tidak akan pernah membenci takdir
hanya saja, takdir selalu berperilaku tidak adil
pantas jika aku sangat membencinya kali ini

Mauren Sayeeda Al Faris




Lima jam sudah berlalu sejak Mauren masuk ke ruang operasi. Seorang lelaki yang bajunya berlumuran darah masih setia berada di depan ruang operasi dengan perasaan harap-harap cemas. Ia sontak bangun dari duduknya saat seorang dokter keluar dari pintu ruang operasi.

"Apakah anda wali pasien gadis yang mengalami kecelakaan itu?"

Lelaki tersebut menghembuskan nafasnya pelan sejak ia membawa gadis itu, belum ada satu pun wali dari keluarga yang datang, mau tidak mau ia pun  yang menjadi wali gadis itu.

"Iya, saya walinya. Dia istri saya," ucapnya. Mengapa ia menyebut gadis yang sama sekali tidak ia kenali sebagai istrinya, mulutnya ini benar-benar sembrono sekali.

"Dengan kehendak Tuhan, pasien berhasil melewati masa kritisnya. Kami bisa menghentikan pendarahan pada otaknya, hanya saja penglihatan pasien bisa terganggu."

"Maksudnya istri saya akan mengalami kebutaan?" tanya lelaki itu.

Dokter tersebut mengangguk pelan. "Saat ini kita tinggal menunggu pasien siuman, kami akan memindahkannya ke ruang rawat inap untuk perawatan selanjutnya."

"Baik, terima kasih, dok."

Setelah mengurus administrasi, gadis itu kini berada di ruang VIP rumah sakit ini. Hari sudah menjelang malam, namun belum ada keluarga yang datang. Lelaki itu menjadi berspekulasi bahwa gadis ini tidak memiliki keluarga, ah, snagat malang sekali.

Lelaki itu menggenggam erat kalung dengan bandul berukirkan nama 'Mauren Sayeeda', ia berpikir itu pasti nama gadis yang terlibat kecelakaan tadi. Ia berjalan pelan mendekati Mauren yang terbaring lemah dengan selang infus dan alat bantu pernafasan. Lelaki itu menyampirkan sorban pada kepala Mauren untuk menutupi rambut gadis itu.

"Mauren Sayeeda, apakah itu namamu? Sangat indah dan menuh makna, namun mengapa kamu sangat malang seperti rembulan tanpa bintang-bintang?" ucapnya pelan.

Seseorang tiba-tiba datang membuka pintu kamar dengan tergopoh-gopoh. Ia adalah Maheer, "Mauren!" serunya histeris.

"Ya Allah, kenapa kamu bisa kayak gini? Kamu pasti sangat ketakutan," ucap Maheer memegang tangan Mauren dengan erat.

"Ekhem," dehem lelaki yang sejak tadi berada di sana.

Maheer sontak menoleh pada lelaki tersebut, "kamu yang menolong adik saya? Terima kasih banyak, entah apa yang bisa saya lakukan untuk membalas kebaikan anda."

"Tidak perlu, saya ikhlas menolong adik kamu. Kalo begitu saya pamit pulang," ujarnya kemudian pergi.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ARUTALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang