Assalamu'alaikum yeorobun!
Gimana nih harinya? Baik?
Masih stay di cerita ini?Gass baca!
Wajah sudah banjir dengan air mata. Hati gundah tidak karuhan, tubuhnya tidak bisa bangkit karena kakinya sakit. Gadis bersurai hitam legam itu tetap berusaha untuk menegakkan tubuhnya, menahan rasa sakit yang tidak seberapa ini. Ringisan kecil terdengar pilu mengiringi usahanya melangkahkan kaki.
“Mauren kenapa lo selalu ikut campur, gua sengaja jauhin lo agar lo bisa hidup dengan damai.”
Siluet beberapa siswa memberikan secercah cahaya dalam kegelapan yang sejak tadi menyelimuti pikirannya yang kalut. “Tolong!” teriak Agatha dengan sisa-sisa kewarasannya.
Gadis itu tetap berusaha bangkit ditemani ringisan pilu yang keluar dari mulutnya.
"Lo denger ada yang teriak minta tolong?"
"Kagak, jurig mungkin itu mah."
"Aying jurig, siang gini mana ada jurig."
"Ini jurig," ucapnya sambil menunjuk laki-laki jangkung yang berjalan di depannya.
Agatha yang mendengar percakapan random siswa tadi mendengus kesal. Ia menyeret kakinya yang terasa amat sakit itu. Sedikit lagi batinnya, dengan sisa tenaganya Agatha meraih ujung jaket salah satu dari siswa itu dari belakang kemudian tubuhnya ambruk. Kakinya sudah tidak kuat menahan berat tubuhnya.
"Aying! Tuhkan aya jurig ceuk aing ge!" teriak salah satu dari mereka.
"itu si Agatha blog!"
"Rion, plis cari Mauren sekarang! Dia di lantai dua deket perpus sama Franciska," ucap Agatha to the point.
Nafas Rion memburu, tangannya mengepal kuat menahan sesuatu yang bergejolak di dalam dadanya. Tanpa berkatan-kata, Rion berlari meninggalkan kedua temannya yang masih cengo. Wajah khawatir dan cemas mendadak terlukis diwajah tampannya, ia berlari kalang kabur menyusuri lorong.
Gadis itu berjalan maju memangkas langkah, Mauren menundurkan langkahnya menjauh dari Franciska. Tanpa ia sadari ia sudah berada di ujung tangga. Selangkah lagi tubuh Mauren akan terguling menuruni anak tangga.
"Sialan," desis Mauren.
"Mau gua bikin lebih menderita lagi?" seringai Franciska.
"Lo tau ga? Gua sengaja buat mancing lo nolongin tuh bocah sialan, sekarang gua pengen main-main sama lo. Bosen banget cuman main sama sahabat miskin lo itu," ucapnya.
Nafas Mauren memburu bak irama yang tidak beraturan. Franciska memajukan langkahnya, Mauren limbung namun tubuhnya tidak terjauh karena Franciska sengaja menahan tubuh Mauren dan menjatuhkan dirinya sendiri dengan senyum licik yang ia ciptakan.
"FRANCISKA!!" teriak Mauren panik.
Franciska memejamkan matanya, ia siap jika tubuhnya harus menghantam puluhan anak tangga ini demi melancarkan rencananya. Akan tetapi sebuah tangan menahan tubuhnya, sontak gadis itu membuka matanya yang langsung bertemu dengan tatapan Rion yang tajam.
"Rion?" liriknya.
"Lo ngapain?"
Lelaki itu merasa jengkel dan mendorong tubuh Franciska kasar, ia memojokkannya pada dinding. Franciska sempat merintih. "Akhiri semua permainan lo!"
Gadis itu tersenyum miring, kemudian pergi dari hadapannya.
.
Suasana gerbang sekolah terlihat ramai oleh siswa yang berhamburan keluar setelah seharian mengikuti pelajaran. Sang langit tiba-tiba menghantarkan pedihnya pada bumi, rintik hujan pun mulai turun. Di tengah ramainya suasana, para manusia yang bergerombol ke tempat yang teduh bahkan ada juga yang berlari kembali ke dalam sekolah. Seorang laki-laki jangkung berjalan ringan dengan payungnya.
Mata lelaki itu menangkap sosok gadis dengan tongkat yang selalu menemaninya setiap saat itu sendirian hendak berteduh. Di tengah rintik hujan, gadis itu berusaha mencari tempat yang bisa melindunginya dari tangisan langit yang kian lama kian membesar.
Dengan senyuman tipisnya, laki-laki itu menghampiri Mauren kemudian memayungi gadis itu. Sontak Mauren menghentikan langkahnya, menegadahkan wajahnya karena ia merasakan seseorang di dekatnya.
"Arutala," ucap seorang laki-laki yang tiba-tiba berada di sampingnya dan memayungi dirinya.
Suara laki-laki itu? Laki-laki yang tidak lama ini selalu muncul di hadapannya.
"Kamu salah orang, saya bukan Arutala." Mauren hendak melangkahkan kakinya.
Refleks Syam meraih lengan Mauren, sial dia sangat lancang. Sadar dengan perbuatannya, laki-laki itu segera melepas tangannya. "Saya tidak salah orang, ayok kita ke tempat yang teduh. Tidak mungkin kita hanya berdiri di sini dengan payung kecil ini," ujarnya.
Mauren menurut saja, ia pun berjalan dengan arahan dari Syam. Dari pada ia tersesat di tengah hujan. Ia tidak bisa melakukan apapun sendirian, biasanya ia selalu bersama Arin atau Maheer akak tetapi kedua manusia itu sedang sibuk di lab.
"Bapak guru baru di sini? Sepertinya bapak selalu berada di sekolah," tanya Mauren sambil berjalan dibantu dengan laki-laki itu.
Terdengar kekehan ringan keluar dari mulut laki-laki itu saat Mauren memanggilnya dengan embel-embel 'bapak' memang dia setua itu.
"Bukan, saya hanya mengunjungi teman saya yang baru masuk kerja di sini."
"Mengunjungi? Setiap hari?"
"Iya." itu hanya alasan, sebenarnya saya ke sini untuk bisa menemuimu Arutala. Syam melanjutkan ucapannya di dalam hati.
"Arutala, hujan semakin deras. Kamu pulang bersama kakak kembarmu atau di jembut abi mu?"
"Hah? Bagaimana kau tahu aku mempunyai kembaran?"
"Ah itu, karena saya tidak sengaja melihat kalian berdua dan terlihat sangat mirip."
"Lalu, kenapa kamu memanggilku Arutala?"
Syam hanya menatap Mauren tanpa menjawab pertanyaan gadis itu.
TBC
Sumpah ini mah udah mentok banget sama alurnya.
terimakasih ya yang sudah baca sampai sini
KAMU SEDANG MEMBACA
ARUTALA
Teen Fiction"Saya hanya gadis buta dan hina, penuh kekurangan. Untuk apa kamu mendekati saya? Apakah hanya ingin mengejek saya?" "Arutala," ucapnya tiba-tiba sambil tersenyum simpul menatap gadis di depannya. "Nama saya Mauren!" . "Anak umi, sholehahnya umi...