ARUTALA 15 | Petir Pembawa Petaka

161 21 18
                                    

• HAPPY READING •


Setelah semua hasil tes keluar, Mauren akhirnya bisa bernafas lebih lega saat hasil yang keluar tidak memberatkannya. Ia juga dinyatakan negatif sebagai pengonsumsi obat-obatan terlarang, serta tidak ditemukan sidik jari Mauren dari barang yang ditemukan di lokernya itu.

"Bidadarinya abi ayok pulang," ajak Fikar menepuk pundak Mauren.

"Abi makasih," ucapnya. Ia melirik pada pengacara yang datang bersama Fikar untuk membereskan kasusnya ini.

"Makasih juga ya om," lanjutnya.

"Dengan senang hati," sahutnya sambil tersenyum.

Mauren dan Fikar berjalan berdampingan di pelataran parkir, gadis itu melirik sang abi yang terlihat amat tenang seperti tidak terjadi apa-apa. "Abi sangat sabar, tidak ada setitik pun menunjukkan amarahnya. Padahal Abi bisa saja menghukum Mauren, tapi abi tetap tersenyum dengan wajah tenangnya."

"BIDADARI!" seru Fikar yang sudah berdiri di samping mobil sambil membukakan pintu untuk Mauren.

"Cepetan, jangan ngelamun di sana."

"I-iya abi," jawab Mauren bergegas menghampiri Fikar.

Roda mobil bergerak meninggalkan pelataran kantor polisi, Mauren menatap jalanan dengan tatapan kosong, ia tidak ingin pulang.

.

"Umi, tolong jangan bahas semua ini di depan abi." ujar Maheer melihat uminya sedang membolak-balikan gambar yang sudah tersebar di lingkungan sekolah anaknya.

"Kenapa? Kita sudah berusaha menutup-nutupinya, masih untung media tidak mencium ini semua."

"Tapi umi, semua ini belum terbukti kebenarannya. Umi lihat sendirikan kasus barang haram kemarin aja itu hanya sebuah fitnah, bukan Mauren pemilik sebenarnya. Kita harus nyari dulu bukti," ucap Maheer berusaha meyakinkan Alma.

Wanita itu menghembuskan nafasnya kasar. "Umi sudah terlanjur kecewa," lirihnya perlahan kemudian pergi meninggalkan Maheer.

Baru beberapa langkah berjalan, ia sudah dikagetkan oleh suara Fikar.

"Assalamu'alaikum, ayok sambut Mauren. Akhirnya kita bisa membuktikan kalo itu semua bukan milik bidadarinya abi," ujar Fikar seraya memasuki rumah.

Maheer kalang kabut menyadari foto-foto yang sejak tadi uminya lihat masih berserakan di meja, sialnya Fikar keburu melihat foto tersebut sebelum ia menyembunyikannya. Fikar mengambil salah satu dari foto tersebut, alisnya tampak mengernyit melirik Mauren.

"Mauren?" ucap Fikar.

Gadis itu menunduk dalam sambil menggigit bibir bawahnya. Ia tidak berani menatap Fikar, ia takut.

"Apa ini?" tanya Fikar lembut, namun ia tidak mendapat jawaban yang keluar dari bibir mungil Mauren.

"Jawab abi!" serunya dengan nada yang sedikit meninggi dari sebelumnya membuat Mauren terhenyak kaget mendengar nafa bicara sang abi.

Namun Mauren tetap bungkam tidak mengeluarkan sepatah kata pun, begitu juga dengan Maheer dan Alma. Mereka tidak bisa menjelaskan, memilih diam tanpa suara membuat Fikar semakin bingung.

Fikar menunjuk gadis yang ada dalam foto tersebut sambil menatap Mauren. "Ini kamu?"

Sontak Mauren menggelengkan kepala. "Bukan abi, itu bukan Mauren."

"Jelaskan pada abi, MAUREN!"

"A-abi, sungguh itu bukan Mauren." Tubuh gadis itu kembali bergetar seperti kemarin saat di ruang bu Nina, entah mengapa tubuhnya menjadi sangat lemah seperti ini.

ARUTALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang