Ting... tong... Bunyi bel yang ditekan dengan tidak sabar bergema di seluruh penjuru rumah, mengusik ketenangan seorang gadis yang sedang terbaring di ranjang queen size-nya, sambil asyik membaca novel.
Tanpa membuka pintu, gadis tersebut sudah mengetahui siapa tamu tak diundang yang datang malam-malam ke rumahnya. Dan dengan pasti, orang itu sekarang berdiri di depan pintu dengan kalimat umpatan yang siap dilemparkan padanya, karena dia terlalu lama membuka pintu.
"Sial," umpatnya, karena ketenangannya terganggu oleh makhluk jadi-jadian berwujud sahabatnya itu.
Dengan wajah kesal dan masker yang sudah retak, akhirnya dia bangkit dari ranjang untuk membuka pintu.
"Klek!" Pintu terbuka, dan terlihatlah wajah seorang gadis cantik dengan alis melengkung dan bibir yang membentuk kerucut lucu.
"Yak, kenapa lama sekali? Aku sudah berkarat menunggumu membuka pintu!" celetuknya begitu pintu terbuka.
Gadis yang tadi membuka pintu menghela nafasnya kesal. "Salahmu sendiri! Kenapa tidak langsung masuk? Pintunya bahkan tidak dikunci," ketusnya memandang sinis gadis berbaju kaos putih polos dihadapannya ini.
"Benarkah?" tanyanya dengan wajah tanpa dosa, "aku pikir dikunci," ucapnya enteng. Lalu setelahnya dia masuk ke dalam rumah tanpa dipersilakan terlebih dahulu oleh pemilik rumah. Benar-benar tidak sopan!
"Gara-gara kau, maskerku jadi retak," gerutunya seraya meraba masker di wajahnya yang tadi terasa mulus, namun sekarang retak-retak. "Ahh, lihatlah! Aku sudah bersusah payah menunggunya kering."
"Kau diam saja, Diora! Aku sedang merasa kesal!"
Gadis yang dipanggil Diora itu memutar bola matanya, "Memangnya kapan kau tidak merasa kesal? Kau selalu saja merasa kesal!"
Kedua gadis yang sedang beradu mulut itu adalah Fiona dan Diora. Mereka sudah berteman sejak kecil. Jadi, perseteruan barusan sudah menjadi makanan pokok mereka setiap hari.
Fiona tak peduli. Dia langsung saja meninggalkan Diora yang tengah menatapnya jengkel. Tujuannya saat ini adalah kamar Diora, ingin merebahkan diri di sana.
Tak lama kemudian, Diora menyusulnya ke dalam kamar. Dilihatnya Fiona yang tengah menelungkupkan wajahnya ke bantal bermotif bunga Daisy miliknya. "Bertengkar dengan ibumu lagi?" tanyanya menebak, karena biasanya Fiona akan mengungsi ke rumahnya seperti ini, jika sedang bertengkar dengan ibunya.
Fiona terlihat mengangguk. "Dia berkata ingin menjual ku," ucap Fiona. "Memangnya dia pikir anak sepertiku bisa dia dapatkan lagi di dunia ini? Aku anak yang istimewa dan juga memiliki hati yang baik. Selain itu, aku juga memiliki bakat," imbuhnya menggebu.
Tawa Diora pecah, "Memangnya apa yang kau lakukan, sampai-sampai tante Ana berkata begitu?" Tanyanya mengakhiri tawa.
"Aku hanya memberi makanan kepada seorang nenek-nenek. Aku merasa kasihan melihatnya duduk di tepi trotoar, sepertinya dia kelaparan." Fiona kembali teringat wajah nenek-nenek yang sedang terduduk lemas di tepi trotoar. Dia melihatnya tak jauh dari rumahnya, jadi dia berinisiatif untuk memberikan makanan.
Diora mengernyit, "Mana mungkin tante Ana marah, jika Fiona hanya memberikan makanan. Terlebih lagi itu kepada seorang nenek-nenek," batinnya. "Apa lagi yang kau berikan selain makanan?"
"Aku hanya memberikan makanan," ucap Fiona, "kau tahu, aku menyusun makanannya secantik mungkin di dalam kotak tupperware. Aaa ... Nenek itu pasti senang." sambung Fiona dengan wajah berbinar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nathalie Transmigration
FantasyApa yang kau rasakan saat mencintai seseorang yang seharusnya tidak kau cintai? kecewa, khawatir dan takut akan berbaur menjadi satu. Itulah yang dirasakan oleh Fiona saat ini. Lebih tepatnya sekarang dipanggil Nathalie. Fiona bertransmigrasi ked...