Tragedi Sumur Tua

60 14 1
                                    


   Pesantren dengan bangunan serba hijau itu begitu meneduhkan mata dan telinga, meneduhkan mata karena catnya yang hijau dan banyak pepohonan, meneduhkan telinga karena selalu dibacakan ayat suci Alquran setiap harinya.

   Orang tua Zayyan memilih pesantren yang berada di cibungbulang ini karena masih asri dan dibacakan Alquran tanpa henti. Mengingat anak mereka Zayyan yang rentan kesurupan dan juga diberikan kelebihan oleh Tuhan, mereka berpikir pesantren ini adalah pilihan terbaik.

   Di manapun pesantrennya, Zayyan selalu terima, tak pernah menolak namun ia selalu berpikir, apakah ia bisa bertahan di tempat baru? Dan apakah orang tuanya akan memaksanya pindah lagi?

   Ia teringat perkataan gurunya di pesantren Bekasi ketika sedang mengkaji kitab ta’lim muta’alim “mencari ilmu itu harus istiqomah, jangan suka pindah-pindah”

   Terngiang-ngiang nasehat tersebut hingga sekarang ia tinggal di pesantren kelima, ia bertanya-tanya “bagaimana kabar ilmunya?”

   Santri di pesantren itu belum terlalu banyak, tak sampai seratus orang, angkatannya hanya 45 orang, awalnya 44, ketika ia datang jumlahnya jadi bertambah, akhwat 25 Ikhwan 20. Tak seperti pesantren sebelum sebelumnya yang dikelilingi pagar tinggi, pesantren ini berada di tengah perumahan dan hanya dipagari kayu, lagipun ukuran Pondok bercat hijau ini tak sampai satu hektar.

   Bulan-bulan pertama ia lalui dengan biasa saja, masuk sekolah, setoran ziyadah, muroja’ah dan lain sebagainya. Saat pertama kali datang ia langsung menjadi bahan pembicaraan santriwati, kebetulan karena masih sedikit kelas putra dan putri bersebelahan.

   “Ada anak baru tampan, namanya Zayyan” celetuk seseorang, suara itu terdengar hingga kelas zayyan, duh, wanita jika bergosip terkadang tak paham dengan keadaan. Mendengar gosip itu, ia hanya diam, untuk apa menghiraukan, pikirnya.

  Dicintai manusia adalah perkara biasa,ya kan. Apalagi zayyan memiliki wajah yang teramat tampan, ia punya darah keturunan ningrat meski lemah akan tetapi anehnya kemampuan nenek moyangnya malah menurun padanya, padahal nasabnya tidak terlalu kuat. Yang tidak biasa adalah dicintai makhluk tak kasat mata, di pesantren bercat hijau ini ia mengalaminya.

   Jin wanita itu tak henti menghampirinya, menggodanya, masuk mimpinya, mengganggunya, merasukinya, bahkan berusaha menikahinya. Zayyan yang sudah terbiasa berurusan dengan hal seperti ini menjadi sedikit takut, jin yang mendekatinya ini agresif, berbeda, lain dari yang lain.

   “Perkenalkan, aku Sari” jin itu menghampirinya dalam wujud wanita cantik, Zayyan tahu makhluk ini hanya menyerupai, ia yakin wajah aslinya tidak seperti ini.

   Zayyan membuang muka, melanjutkan muroja’ah (mengulang hafalan), sempat sempatnya makhluk itu menyapanya di masjid.

   “Aku tahu kamu melihatku” ujar makhluk itu lagi, yang kini sudah berpindah ke sisi kanannya.

   Zayyan menarik bibir lalu berdecak kesal, ia tetap melanjutkan muroja’ah hafalan surah al-baqorohnya.

   Sebentar lagi ayatnya, batin Zayyan.

   Al Baqarah ayat 101 selesai dibacanya, ia menarik nafas panjang, bersiap membaca ayat selanjutnya. Al Baqarah ayat 102, panjang ayatnya setengah halaman, ini merupakan ayat yang biasa dipakai untuk rukyah dan mengusir setan, ayat yang menceritakan tuduhan orang Yahudi terhadap nabi Sulaiman as.

   Setelah Zayyan selesai membaca ayat tersebut, Jin wanita itu berlalu pergi akan tetapi tak menyerah begitu saja, jin tersebut masih mengikuti Zayyan kemanapun ia pergi.

   Beberapa kali jin itu merasuki raganya, membuat panik teman sekamarnya, merangkak rangkak di lantai serupa cicak hingga Ustad Ahmad bosan dengan kelakuan jin yang satu ini. Tapi lama kelamaan, jin itu menghilang entah kemana, ia tak pernah muncul di hadapan Zayyan, mungkin karena ia baru saja dirukyah, ia bersyukur sekali saat itu.

HANTU PENJARA SUCI [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang