Tak perlulah banyak basa basi, intinya di judul kali ini kami sudah naik kelas ke tingkat aliyah, ya, kami sekarang duduk di kelas empat. Celana biru kami bawa pulang, diganti dengan celana kelabu yang kini terlipat rapi di lemari. Aku, Aji dan Zayyan sekelas lagi, setengah mati kami pertahankan prestasi agar kembali masuk kelas unggulan, usaha ternyata tak membohongi hasil, siang malam kami belajar tak sia sia akhirnya kamu masuk athobiiyah ula (IPA1). Berbeda dengan kami, Zaid lebih memilih jurusan IPS, entah apa yang merasukinya padahal nilai raportnya lebih dari cukup untuk bisa sekelas dengan kami.
Ketika menduduki bangku Aliyah, kami diberi tanggung jawab berupa bulis (jaga) malam dan juga menjadi resepsionis atau yang biasa kami sebut bulis pentam (penerimaan tamu). Bulis pentam diadakan setiap Minggu dan bulis malam tentunya setiap malam, tugas bulis pentam adalah mendata tamu dan wali santri yang menjenguk untuk menjaga agar hal yang tak diinginkan tidak terjadi, seperti dijenguk oleh yang bukan mahrom dan sebagainya. Santri yang bulis pentam akan duduk di samping gerbang untuk mendata tamu yang datang.
Minggu itu bagianku dan Alan jaga pentam, kami duduk menunggu dengan bosannya, sedari tadi tak lebih dari dua puluh mobil melewati kami, mungkin karena pertengahan bulan, jadilah pondok sepi kunjungan. Biasanya jika awal bulan akan lebih dari seratus mobil yang terparkir di lapangan utama karena awal bulan adalah waktunya gajian maka dari itu orang tua menyiapkan diri berkunjung untuk membayar SPP dan memberi uang saku.
“Ya Rabb.... Udah hampir dua jam gak ada yang dateng, bosen banget” keluhku.“Ngemil nih” ujar Alan, ia menggeser bungkus wafer yang baru dibukanya padaku.
“Gak suka” aku menggeser wafer itu kembali padanya.
“Ish dasar. Seenak ini ente gak suka” Alan melahap wafernya.
“Huuuuhhh.....” Aku menghembuskan nafas.
Kutempelkan daguku ke meja lalu memperhatikan sekitar, tiba-tiba seorang wanita paruh baya berbadan gemuk berdiri di hadapan kami, aku langsung mengangkat kelapa dan berdiri, begitupun Alan.
“Assalamualaikum” ujar kami sambil menyatukan kedua telapak tangan di depan dada, sebagai isyarat salam.
“Waalaikumsalam” jawab ibu itu
“Mau jenguk ya Bu?”
“Iya”
“Siapa nama anaknya?” Tanyaku.
“Rifal”
“Kelas berapa,Bu?”
“Kelas 2 MTS”
“Nama wali?”
“Ellie”
“Asal kota?”
“Bogor”
“Terima kasih Bu, silakan masuk”
Ibu itu terdiam, masih berdiri di depan kami.
“Iya Bu, ada yang bisa kami bantu”
“Bisa panggilkan anak saya, Rifal, saya mau bawa dia pulang”
Alan menyikutku.
“Oh iya Bu, kamar berapa anaknya?”
“Saya lupa tapi dia di komplek kamar B”
“Baik Bu, akan saya panggilkan. Jangan kemana mana ente lan, jaga pos”“Iya... Iya”
“Ini Bu, silakan duduk” aku mempersilakan ibu itu duduk di kursi yang kutempati tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
HANTU PENJARA SUCI [TAMAT]
TerrorPesantren dikenal sebagai tempat mencari ilmu yang kental akan nilai agama, kedisiplinan dan peraturannya. Di samping itu, banyak hal yang tidak diketahui masyarakat luar tentang pesantren, salah satunya adalah gangguan makhluk halus yang kerap kali...