“wah.... Ini gelang giok yang sangat cantik pah, Mei suka sekali, terimakasih papah” ujar santriwati berhijab kelabu yang mobilnya terparkir di sebelah mobil keluargaku.
Mendengar suaranya entah mengapa aku langsung menengok, sedikit kaget mendengar kata gelang giok yang harganya pasti fantastis dan kekagetanku berubah menjadi kekaguman begitu melihat paras sang pemilik suara tersebut. Tatapan mataku terkunci pada matanya yang membentuk bulan sabit, ia tersenyum manis menatap papahnya. Seketika detak jantungku menjadi lebih cepat. Duh Gusti, inikah yang namanya cinta.
“Papah tahu Mei pasti suka karena batu giok melambangkan kekuatan dan keberuntungan, jaga baik-baik dan pakai selalu ya nak”
Santriwati bermata bulan sabit itu tersenyum lagi. Aih, manisnya.
“Insyaallah pah, tapi di sini ada peraturan tak boleh pakai perhiasan, jadi gelang ini hanya bisa Mei simpan”
“Oh, begitu kah? Yasudah simpan saja, tak apa”
Papahnya yang juga bermata sipit mengusap kepala santriwati tersebut yang tertutup jilbab kelabu.
Aku masih terpaku, membeku di tempatku, terpesona akan wajahnya yang rupawan, matanya yang sipit bila tersenyum membentuk bukan sabit, wajahnya yang putih tampak cerah mempesona, garis mukanya dengan jelas menunjukkan bahwa ia adalah keturunan Tionghoa.
“Kokoh mana Mei?” Tanya papahnya.
“Itu sudah duduk di mobil, ayo pah kita langsung pulang, Mei sudah rindu rumah”
Sang ayah mengangguk lalu berjalan menuju tempat duduk pengemudi, begitu ayahnya berbalik wajah santriwati bernama Mei tersebut berubah datar bahkan terkesan memancarkan nestapa padahal sebelumnya terlihat sumringah. Ia menarik nafas yang terdengar hampa, matanya menatap gelang giok yang tadi diberikan papahnya dengan tatapan nanar. Ia menengadahkan kepala lalu menoleh, menatapku yang berdiri tak jauh dari tempatnya, aku merasa tertangkap basah karena memperhatikan lantas spontan membuang muka, ia memutar bola mata dan menyunggingkan senyum sinis, aku menjadi salah tingkah dan serba salah.
Santriwati bermata bulan sabit itu masuk ke dalam mobil sedangkan aku menutup sebagian wajahku dengan sorban, menahan malu. Mobil silver ber plat B itu keluar pesantren meninggalkan aku yang masih diselimuti rasa penasaran dan kekaguman pada si empunya mata bulan sabit, di hatiku tiba-tiba muncul desiran yang aneh.👻
Kami tiba di rumah sore hari, sesampainya di rumah aku segera masuk kamar dan membaringkan badan di kasur tingkat bagian atas, aku dan Zaid menempati kamar yang sama, ia biasa tidur di bagian bawah.
Kuambil ponsel di saku celana kemudian membuka media sosial. Begitu layar menu berganti putih biru langsung muncul teman-teman pesantrenku yang memposting foto dengan caption ‘Happy vocation’ ‘Happy utlah’ dan happy happy lainnya, notifikasi datang tanpa henti begitupun pesan di medsosku yang menunjukkan hampir mencapai angka seratus. Peduli setan lah dengan teman-temanku yang selalu ramai di sosial media ketika perpulangan, aku tak berselera melihat grup chat yang pastinya sekarang sedang membicarakan akan bagaimana liburan kali ini dijalani dan memastikan janji-janji pertemuan yang mungkin hanya berakhir wacana.
Kutekan tiga huruf pada keyboard kemudian menekan tombol pencarian, aplikasi putih biru mulai bekerja sesuai perintahku, mencari tiga huruf yang membentuk kata berupa nama. MEI. Tak lama, muncullah akun-akun dengan nama serupa, kubuka satu persatu namun tak jua menemukan wajah yang kucari. Ber menit-menit kulalui dengan scroll medsos namun tak kutemukan seseorang yang aku maksudkan, membuatku semakin penasaran dan terus melakukan pencarian.
“De! Ayo turun, sebentar lagi buka puasa, dari tadi kok sibuk sama HP, ngapain sih” Ibu berdiri di ambang pintu.
“Eh, iya Bu” aku turun dari kasur dan mengekor ibu menuju ruang makan.
Di ruang makan, kudapati Zaid dan ayah sedang mengobrol menunggu azan, aku duduk bergabung dengan mereka, ibu duduk di sebelahku lalu menyendokkan nasi masih beruap ke piring kemudian memberikannya padaku. Duh, rasanya baru tadi ketika sahur aku makan nasi yang dibuat dari beras dengan kualitas satu tingkat di atas beras miskin berkutu, nyaman dan hangat rasanya berada di tengah keluarga harmonis sambil makan makanan enak dan layak, aku sungguh bersyukur akan tetapi, pikiranku kembali melayang pada santriwati bermata bulan sabit yang telah membuatku penasaran sejak beberapa jam lalu. Apa yang sedang ia lakukan sekarang ya?👻
“Pah, kita kesana yu” ajak koh Andi, ia menunjuk sebuah restoran yang berdiri megah di sisi jalan.
“Tapi koh, Mei tidak boleh makan di sana, dia juga sedang puasa ramadhan sekarang” papahnya bicara sambil fokus mengemudi.
“Yasudah, dia tinggal saja di mobil, lagi pula tak akan lama, Andi pesannya take away, tak apa kan Mei kami tinggal sebentar?”
Mei tersenyum, matanya membentuk bulan sabit.
“Iya tak apa, Mei tunggu di mobil saja, kokoh dan papah silakan makan”
Akhirnya mobil silver itu menepi, menyisakan luka pada hati si gadis pemilik mata bulan sabit.👻
Selesai taraweh di masjid, aku dan Zaid pulang. Aku langsung membaringkan tubuh di ranjang bawah milik Zaid sambil menatap televisi yang tadi kunyalakan, sedangkan Zaid duduk di bawah memiringkan layar handphonenya.
“Kak!” Panggilku.
“Hmm....” Zaid hanya ber-hem, matanya fokus menatap layar ponsel, ia sedang bermain game.
“Kenal sama....”
“Ah elah, game over!!!” Ia berteriak kesal, membanting handphonenya ke kasur, membuatku yang sedang tiduran sedikit terlonjak kaget.
“Kenal siapa?”
“Itu... Kenal santriwati yang namanya Mei gak?” Aku bertanya dengan sedikit takut.
Zaid mengeryitkan kening, berpikir.
“Gak tau dah, gak pernah denger sih, asing”
“Oh gitu ya” aku menghela nafas.
“Tumben lu nanyain Banat, ada apa dah?” Zaid bertanya, tatapannya tampak menyelidik.
(Banat= sebutan untuk santri Wati, b.arab; anak perempuan)
“Ah, kagak, Cuma nanya”
“Oh”
Zaid mengangkat bahu tanda ia tak terlalu peduli. Ia mengambil Kembali handphonenya di atas kasur dan lanjut memainkan game.
KAMU SEDANG MEMBACA
HANTU PENJARA SUCI [TAMAT]
KorkuPesantren dikenal sebagai tempat mencari ilmu yang kental akan nilai agama, kedisiplinan dan peraturannya. Di samping itu, banyak hal yang tidak diketahui masyarakat luar tentang pesantren, salah satunya adalah gangguan makhluk halus yang kerap kali...