Selepas pulang sekolah aku kembali ke kamar seperti biasanya untuk mengganti seragam dengan baju koko. Tiba-tiba dua orang pengurus masuk ke kamarku dengan wajah panik.
“Assalamualaikum, ada yang lihat firdaus gak? Kelas 1 MTS, anak baru yang badannya agak gemuk” akhi Hendra bertanya dengan nada panik.
“Afwan khi, nggak lihat” jawab seseorang.
Akhi Hendra masuk diikuti oleh akhi Wahyu, mereka menghampiri ketua kamarku yang bernama Ravid. Tiga orang pengurus organisasi itu saling berbisik, wajah akhi Ravid seketika berubah pucat setelah mendengar penuturan mereka, entah apa yang mereka bicarakan tapi sepertinya adalah hal penting.
Akhi Ravid mengangguk lalu mereka berdua pergi.
“Zidan, Rafdi, Suliwa, Hafidz, sini sebentar” Akhi Ravid memanggilku dan tiga orang Kaka kelas tingkat Aliyah.
“Kalian kenal mereka berdua kan? Yang tadi ngomong sama ana”
Kami mengangguk, mereka adalah ketua kamar anak baru.
“Ada anggota kamar anak baru yang ilang, mereka udah cari dimana-mana tapi gak ada, sedangkan anak itu udah dua hari gak masuk kelas tanpa keterangan, namanya firdaus Ramadhan”
Aku tersentak kaget, firdaus Ramadhan itu sepupuku.
Akhi Ravid menarik nafas.
“Ana amanahin sama Rafdi, Suliwa dan Hafidz untuk cari dia di dalem pondok setelah selesai sholat Zuhur, pokoknya periksa setiap sudut, jangan ada yang kelewat. Zidan ikut ana nyari keluar, klo gak salah ente sepupunya kan”
Aku mengangguk.
“Buat Zidan, ba’da sholat Zuhur Langsung ke gerbang. Sekarang kalian ke masjid, sholat, setelah itu jalanin yang tadi ana perintahin”
“Siap khi”
Kami bergegas pergi ke masjid.👻
Setelah salat zuhur berjamaah akhi Hendra dan akhi Wahyu kembali menanyakan pada seluruh santri hal yang tadi mereka tanyakan pada kami di kamar namun tak ada yang tahu menahu sama sekali dimana keberadaan firdaus.
Atas kesepakatan para guru, beberapa santri dikirim keluar untuk mencari firdaus dan sisanya mencari di dalam pesantren sedangkan santri putri membaca Yasin untuk mendoakan keselamatannya.
Berdasarkan cerita Akhi Hendra, firdaus menghilang dari kemarin pagi, awalnya ketua kamar mengira ia sakit dan pergi ke UKS akan tetapi, ketika ditengok ternyata ia tak ada. Satu Pondok gempar, ketua kamar dan wali kamarnya panik, guru-guru menghubungi kenalannya yang berada di luar, siapa tahu ada yang bertemu dengannya di jalan, seantero pondok benar-benar dibuat pusing oleh hilangnya dia.
Di saat sebagian santriawan tengah mencari di sekeliling Pondok dan santriwati membaca Yasin. Aku berlari menuju gerbang menghampiri para pengurus dan beberapa orang terpilih lainnya untuk mencari anak yang hilang keluar. Aku dan akhir Ravid berkeliling menggunakan motor ustad, sesekali berhenti untuk bertanya pada orang-orang di jalan.
Waktu sore tiba akan tetapi anak itu belum juga kami temukan. Karena langit sudah mulai gelap akhirnya kami kembali ke pondok tanpa membawa hasil apa-apa.
Semua orang yang mendapat bagian keluar sudah kembali namun tak ada satupun yang berhasil menemukan firdaus. Ketua kamarnya tampak pusing, Akhi Wahyu mengacak-acak rambutnya hingga berantakan, mereka merasa gagal karena tidak menemukan anggota kamarnya yang hilang.
Beberapa saat kemudian, adzan maghrib berkumandang, kami dipersilakan menuju masjid sedangkan ketua kamarnya masih mengobrol dengan wali kelas dan ustad pembimbing bagian keamanan.👻
Selepas isya, kami kembali membaca Yasin yang dikhususkan untuk firdaus, sudah dua malam anak itu tak berada di pondok, wali kelasnya menelepon orang tua firdaus yang beralamat di Jakarta atau bisa dibilang om dan tanteku akan tetapi, di rumah pun ia tak ada.
Anak kecil berumur 11 tahun, baru lulus SD berada di kota orang tanpa tahu jalan, semua mengkhawatirkan keselamatannya. Orang-orang akan biasa saja dan tetap tenang jika santri lama yang kabur karena mereka akan pergi menuju basecamp sedangkan jika anak kelas 1 yang baru hitungan bulan berada di pondok yang terletak di kota yang tidak terlalu dikenalinya sepertinya hampir tak mungkin kabur karena pasti ia tidak hafal jalan, apalagi firdaus ini berasal dari luar kota Sukabumi dan setahuku juga, ia merupakan anak baik, aku dan Zaid mengenalnya betul karena kami sepupunya, sering bermain sejak kecil sebab umur kami yang hanya selisih setahun.
“Zaid.... Zidan.... Zaid! Zidan!” Akhi Ravid memanggil-manggil kami dari ambang pintu kelas, ia tampak terburu-buru sampai lupa mengucap salam, kebetulan malam ini wali kelas kami sedang tidak hadir.
“Labaik” sahut kami.
“Limadza,khi?(b.arab;kenapa,bang?)” Zaid bertanya dengan wajah kebingungan, kami menghampiri.
“Dipanggil ustad Uwais, beliau nunggu di asrama santri baru, rayon Afganistan”
“Ngapain?” Tanyaku.
“Udah ayo, samperin dulu aja, sami’na wa ato’na (b.arab: kita mendengar dan kita taat)”
Kami mengangguk dan mengekor ketua kamarku menuju asrama santri baru.
Sesampainya di sana, kami bertemu dengan ustad Uwais dan dua ketua kamar anak baru yang tadi sibuk mondar-mandir, ya, itu Akhi Hendra dan akhi Wahyu. Mereka duduk di teras kamar, begitu melihat kami beliau mempersilakan duduk.
“Antuma sepupu firdaus kan ya?” Tanya ustad Uwais.
Kami mengangguk.
“Ana denger, Zaid bisa melihat mereka yang goib, apa itu benar?”
Kami mengangguk lagi.
“Jadi ana mau minta tolong, ana suudzon sama yang ghoib, siapa tahu Firdaus disembunyikan mereka”
“Kenapa ustad bisa berpikir begitu?” Tanya Zaid, ia mengerutkan alis hingga dekat.
“Ceritain Hen”
“Beberapa hari sebelum dia ilang, dia selalu duduk dibawah pohon jambu sambil maen batu, itu tuh, pohon jambu yang itu” Akhi Hendra menunjuk pohon jambu yang berdiri di depan asrama dengan jempolnya “nah, terus ana tanya ‘anta ngapain?’ dia jawab gini ‘lagi nyari jangkrik’ . Yaudah ana mah iya iya aja, mungkin emang lagi gabut. Tapi kalau dipikir-pikir aneh, maenin batu di bawah pohon jambu pas ditanya jawabnya lagi nyari jangkrik”
Aku mengangguk anggukan kepala, menandakan aku paham, benar juga, bisa saja ia disembunyikan ghoib, ada banyak kemungkinan yang dapat terjadi, apalagi ini sudah dua hari.
“Kita cek langsung aja kepohonnya” cetus Zaid.
“Sekarang?” Tanya Akhi Ravid.
“Iya lah khi, kapan lagi”
Kami berjalan mendekati pohon jambu, Zaid berdiri paling depan, tangan kanannya memegang batang pohon jambu, ia memejamkan mata, bibirnya komat-kamit dengan gerakan lambat hingga hampir tak terlihat kalau ia sedang bicara. Setelah beberapa lama, ia melepas tangannya, wajahnya menjadi pucat, ia kembali membuka mata perlahan.
“enggak ada apa-apa, steril. Bisa dibilang makhluk di sini energinya lumayan kuat, ana sampe lemes tapi mereka enggak ada sangkut pautnya sama kasus hilangnya firdaus, mereka gak bersalah”
“bisa periksa lagi gak?” Akhi Wahyu bertanya.
“Afwan,khi, ana bisa aja nyoba cuma percuma, dia gak ada disini, ana aja sekarang dah lemes, klo ana ajak mereka komunikasi lagi, ana bisa pingsan”
Akhi Wahyu menghela nafas berat, ia tampak sudah pasrah dan lelah. Tanteku berkali-kali menghubungi ustad Uwais untuk bertanya bagaimana perkembangan dalam pencarian anaknya namun ustad Uwais hanya bisa berkata maaf karena firdaus belum juga ditemukan, untungnya tanteku masih bisa bersabar menunggu kabar baik yang entah kapan akan datang.
Hari itu, sebagian penghuni pesantren merasakan kekhawatiran. Para pengurus terutama bagian keamanan mulai gelisah dan merasa bersalah karena tak bisa menjaga keamanan Pondok dengan maksimal. Keadaan Pondok ini pun masih belum benar-benar tertutup hanya sebagian tempat yang diberi pagar sebagai batas dari kawasan Pondok, membuat santri yang nakal bisa dengan mudah keluar tanpa izin melewati sawah pesantren yang langsung berbatasan dengan perumahan warga dan jalan setapak yang berakhir di jalan raya.Teng! Teng! Teng!
“Kita lanjut pencarian besok, karena sudah bel tidur kalian semua langsung aja kembali ke kamar” ustad Uwais berkata dengan lesu “Terimakasih ya, Zaid Zidan atas waktunya”
“Iya ustad, sama-sama, kami akan bantu mendoakan, semoga firdaus cepat ditemukan”
“Amiin”👻
“Dia beneran gak ada disana, ka?” Tanyaku pada Zaid di perjalanan menuju kamar.
“Entah, tapi instingku bilang gak ada, ‘mereka’ juga bilang gak ada, aku gak mau banyak nanya nanti mereka marah”
“Oke lah”
“Besok juga dia ketemu, biasalah penyakit anak baru, nggak betah, kangen mamah” Zaid berkata dengan nada mengejek, kami tertawa, sepertinya ia tak ingat bagaimana saat pertama kali ia datang ke pondok dan menangis berhari-hari, haha “paling kabur doang, kaburnya juga nggak bakal jauh-jauh, kalian aja yang kurang teliti, nyari-nyari sampai masuk Bogor Ciawi padahal mah tuh bocah kagak bakal mungkin berani naek angkot Cicurug, pas kelas 6 SD aja ke sekolah masih harus diantar emaknya” tambah Zaid.
“ iya juga ya”
“Doain aja terus biar dia nyampe Pondok dalam keadaan selamat tanpa kekurangan apapun”👻
Keesokan harinya....
Aku sedang mengikat tali sepatu, bersiap pergi ke kelas, tiba-tiba Zaid menghampiriku sambil berlari-lari, wajahnya tampak sumringah. Oh ya, setiap tahun diadakan perpindahan kamar di pesantren ini jadi aku dan Zaid tidak sekamar lagi.
“Firdaus.... Firdaus ketemu, Dan” ujarnya senang dengan mata berbinar.
“Demi apa, Alhamdulillah… sekarang dimana tuh bocah bandel”
“Dikamarnya”
Kami segera menuju asrama anak baru dan masuk ke kamar A1 yang merupakan kamar firdaus.
“Assalamualaikum” ujar kami bersamaan.
“Waalaikumsalam, eh ka Zaid, ka Zidan, itu firdaus udah ketemu” lapor khabi, salah satu teman sekamar sekaligus seangkatan firdaus.
“Akhi Hendra, Akhi Wahyu, kami izin masuk”
Akhi Hendra mengangguk, di hadapannya kini Firdaus tengah duduk menunduk sambil dinasihati di tengah teman-temannya yang sedang bersiap untuk berangkat ke kelas.
“Kemana aja ente,Daus” aku menjitak kepalanya, ia meringis sakit.
“Iya bang, maaf”
“Udah Dan, dia masih kecil” Akhi Hendra menepuk pundakku.
“Kemana aja dia dua hari ini? Siapa yang nemuin? Gimana dia bisa balik, khi?” Zaid bertanya.
“Tadi subuh dia dianter sama ibu-ibu, katanya nih anak mondar mandir di pasar kayak orang linglung terus kalau malam tidur di masjid, si ibu curiga,nanya ke dia, dia jujur kalau dia kabur, pengen pulang, kangen mamah tapi malah kesasar, mau dilanjutin gak tau jalan, mau balik pondok lupa arah pulang, untungnya si ibu itu orang baik jadi dia dibawa balik“ Akhi Hendra menjelaskan.
Kami mengangguk.
“Ente kalau ada masalah, kangen mamah atau apalah itu, ngomong coba, cerita ke kita. Gak usah gaya-gayaan mau kabur, Jakarta jauh woy” aku memarahi Firdaus, anak ini memang bikin gemas.
“Katanya kemaren dia sempet liat ente sama Ravid nyariin di jalan tapi dia gak berani nyamperin, soalnya takut dimarahin” Akhi Wahyu menambahkan, raut kesal sangat tampak di wajahnya.
“Iya bang.... Maaf”
“Sampe kita suudzon ke ghoib tau gak, nyebelin banget sih” aku masih melanjutkan.
“Udah, dan. Udah... Mending kalian berangkat ke kelas sekarang, kasihan dia, yang penting sekarang dia udah ketemu dalam keadaan selamat” Akhi Hendra menenangkanku.
“yaudah khi, kami duluan ya. Jangan diulangi lagi Daus, satu pondok panik gara-gara ente” ucap Zaid.Zaid menarik lenganku, aku menurut, kami Salim pada akhi Hendra dan akhi Wahyu kemudian langsung keluar dari kamar A1 dan bergegas menuju kelas.
“Kubilang juga apa, ‘mereka’ gak ada sangkut pautnya sama kasus ini”
“Iya ka,bener. Mungkin kita yang terlalu berburuk sangka sama mereka”👻
Kepada Muhammad Aqila Zulfa atau Zul, terimakasih sudah menjadi inspirasi pada ceritaku kali ini, hilangnya dikau yang telah membuat aku dan para pengurus pondok merasa kacau kuabadiakan dalam beberapa lembar tulisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
HANTU PENJARA SUCI [TAMAT]
HorrorPesantren dikenal sebagai tempat mencari ilmu yang kental akan nilai agama, kedisiplinan dan peraturannya. Di samping itu, banyak hal yang tidak diketahui masyarakat luar tentang pesantren, salah satunya adalah gangguan makhluk halus yang kerap kali...