Ketika tiba di rumah, aku lihat Zaid masih meringkuk di ranjang bawah seperti saat aku pergi, tubuhnya tampak lemah, ia sedang tidur. Aku naik keranjang atas perlahan-lahan, berusaha tak membuat suara sedikitpun supaya ia tidak terbangun. Begitu sampai di ranjang atas aku langsung membaringkan tubuh.
“Dah balik, de” kata Zaid, sepertinya ia terbangun karena menyadari kehadiranku, ia sangat sensitif.
“Udah ka, Kaka gimana? Udah enakan?”
“Alhamdulillah sekarang mendingan, udah mandi belum?” Suaranya terdengar lemah.
“Udah” jawabku “istirahat lagi ka, biar cepet sembuh”
“Btw, semalem kenapa tuh?” Ia bertanya.
“Apanya yang kenapa?” Aku bertanya balik.
“Pas di gunung”
“Oh itu, Kaka tau dari mana?” Aku bertanya lagi, Zaid selalu tahu lebih dulu sebelum aku memberi tahu.
“Kaka dimimpiin semalem, bangun bangun kepala makin pening”
“Gak usah dipikirin ka, aku baik baik aja ko”
Terkadang kami rukun tapi sering juga bertengkar, hari ini kami sedang rukun, entahlah besok pagi akan bagaimana, biasalah namanya juga adik kakak.
“Yaudah, tidur gih sekarang, pasti cape” ujarnya.
“Iya kak”
Hening. Sepertinya Zaid kembali tidur, aku meletakkan tanganku di bawah kepala lalu terdiam menatap langit-langit, aku tak merasakan kantuk sedikitpun. Pengalaman pertama mendaki rasanya lelah sekali, kakiku pegal bukan main, serasa ingin dipijat tapi tampaknya pegalku ini sudah cukup diobati dengan rehat.
Drrt! Drrt! Drrt!
Handphoneku bergetar, sepertinya ada pesan, aku mengambil benda kotak itu dari saku dan memeriksanya. Ternyata pesan dari sepupuku, bang Nabil.
Assalamualaikum,de
Katanya Zaid sakit yaWaalaikumsalam
Iya bangAbang maen ke rumah ya,
Otw, nihAbang pulang pondok
Kapan? Tumben cepet,
Biasanya liburan di
Pondok dulu.Hehe, kemaren, soalnya
Besok kan ada acara di
Rumah nenek, lu ikut
Kan de?Oh iya ya, besok ada acara
Ikut lah pastinyaAku memang dipanggil Dede oleh keluarga besar,bahkan yang lebih muda dariku pun memanggilku ka Dede. Tentang bang Nabil, ia adalah sepupuku yang mondok di Jawa tengah, Cilacap lebih tepatnya, sekarang ia duduk di tingkat Aliyah. Berbeda denganku dan Zaid yang mondok di pesantren modern yang mewajibkan berbahasa Inggris dan Arab, Abang Nabil ini mondok di pesantren salafiyah yang mendalami kitab kuning, ia sangat betah belajar di sana sampai-sampai sering liburan di pesantren, kalau aku jadi dia mana mau, cukuplah peraturan dan kegiatan di pesantren membuatku tertekan, tak perlu ditambah lagi dengan menetap di sana selama liburan.
“Assalamualaikum” itu suara Abang Nabil, jarak rumahnya dan rumahku memang cukup dekat jadi ia bisa sampai dengan cepat.
“Waalaikumsalam” jawab ibuku, aku bisa mendengar suara mereka yang sepertinya berada di ruang tamu “eh,ada Nabil, kapan pulang? Kok Tante gak denger kabar”
“Hehe, kemaren pagi, te”
“Oh, baru dateng, mau ke Zaid sama Zidan ya?”
“Iya te, kata mamah Zaid sakit ya?”
KAMU SEDANG MEMBACA
HANTU PENJARA SUCI [TAMAT]
HorreurPesantren dikenal sebagai tempat mencari ilmu yang kental akan nilai agama, kedisiplinan dan peraturannya. Di samping itu, banyak hal yang tidak diketahui masyarakat luar tentang pesantren, salah satunya adalah gangguan makhluk halus yang kerap kali...