Bulan-bulan berlalu, akhirnya kami duduk di kelas 5 dan kini sudah semester 2. Di semester ini, angkatanku dilantik sebagai pengurus organisasi Pondok. Tak kusangka, Aji bisa menjadi ketua organisasi, aku kurang mendukungnya saat kampanye karena aku yakin ia akan jadi ketua yang menyebalkan walaupun ia teman dekatku, aku paham betul perangainya. Tapi tak apalah kalau ini sudah jalannya. Aku mendapat bagian kebersihan, kakakku kesehatan sedangkan Zayyan pengajaran dan adab, Zayyan memang pantas menjadi bagian pengajaran dan adab sebab ia sangat disiplin juga sopan, seperti yang aku bilang pada bab sebelumnya, ia jarang bicara, itupun salah satu alasan ia dijadikan bagian pengajaran meski sebenarnya angketnya bukan itu.
“Zidan, ta’al” (Zidan, kemarilah!) Panggil ustad Abdul dari depan kantor sekolah.
Saat itu aku tengah berjalan menuju kamar bersama Zayyan, kami baru pulang sekolah. Kami yang biasa berempat hanya sisa berdua, Zaid sedang sakit, sedangkan Aji selalu sibuk dan tak ada waktu bersama kami semenjak menjabat sebagai ketua organisasi.
Aku segera berlari menghampiri beliau.
“Limadza, ustad?” Tanyaku.
“Ba’da ashar nguras toren ya di daerah santriwati, ustadzah pembimbingnya dah ngomel ngomel nih”
“Na’am ustad”
“Udah sih itu aja, yaudah siap-siap sholat Zuhur”
Aku mencium tangan Ustad Abdul lalu melanjutkan perjalanan menuju kamar. Sebagai bagian kebersihan, sudah kewajiban kami untuk memastikan setiap sudut pondok bersih bahkan Tanki air pun juga kami sikat.
👻
Sore harinya....
Aku dan empat orang bagian kebersihan lainnya yang terdiri dari Evan, Alif, Yubi, dan Dino sudah bersiap di perbatasan membawa persenjataan perang berupa sikat dan ember, di sana juga ada ustadz Abdul yang mengawasi. Beliau masih menunggu instruksi dari ustadzah pembimbing kebersihan Putri. Tak lama, ustadzah datang membawa pasukan, maksudku dua orang bagian kebersihan Putri, ketua dan wakilnya.
“Toren yang mana ustadzah?” Tanya ustad Abdul.
“Itu tuh yang dibelakang hamam” jawab ustadzah Fatma.
“Udah steril dari putri?” Tanyaku sebagai ketua.
“Udah kok, tenang aja, kita juga mikir atuh, putrinya kita usir dulu sebelum kalian dateng” jawab ustadzah.
Kami pun berjalan mengikuti ustadzah menuju belakang halaman. Setibanya disana, tampaklah sebuah toren berwarna biru dengan ukuran sangat besar bervolume 5000 liter. Sebelum membersihkan, kami mengosongkan air di dalam tangki terlebih dahulu dengan membuka lubang air yang berada di bagian bawah, kemudian kami menaiki tangga lalu masuk ke dalam tangki yang sudah kosong dari air.
Evan dan Yubi duduk di atas tangki, mereka yang akan membuang Lumpur ke bawah sedangkan aku, Dino dan Alif akan membersihkan bagian dalam dan mengoper ember berisi lumpur dan lumut pada mereka yang di atas. Sambil membersihkan toren, kami sedikit bercanda, menyipratkan air, dan melempar-lempar lumpur.
“Ngurasnya yang bener!” Teriak ustad Abdul dari luar, kami memang agak berisik. Kami segera diam mendengar teriakan beliau, kembali fokus mengeruk lumpur.
“Yubi, liat dah itu apa” teriak Evan, ia menunjuk pohon mangga yang berada tak jauh dari toren.
Yubi menengok kebelakang.
“Pohon mangga? Iya ih, udah berbuah, andai kita bisa makan, ngerujak pasti enak tuh, sayangnya punya kiai” ucap Yubi.
“Bukan itu maksud ane, itu apa yang hitam hitam besar” kata Evan, ia tampak mengeryitkan kening.
KAMU SEDANG MEMBACA
HANTU PENJARA SUCI [TAMAT]
TerrorPesantren dikenal sebagai tempat mencari ilmu yang kental akan nilai agama, kedisiplinan dan peraturannya. Di samping itu, banyak hal yang tidak diketahui masyarakat luar tentang pesantren, salah satunya adalah gangguan makhluk halus yang kerap kali...