06 | Pemilik Cerita

159 32 8
                                    

"Thanks, San."

Dengan terburu Kinan mengambil langkah menuju pintu kosnya. Ada aura ramai yang dapat ia lihat dari luar bangunan. Meninggalkan Sandi yang hanya bisa mengernyit tanpa kata melihat sebuah HRV hitam terparkir di halaman kos kawannya itu.

Ada apa gerangan?

Ini alasan Kinan buru-buru menyuruhnya ngebut di jalan?

Ah, terlalu kepo kalau ia nekat berada di sini. Maka, Sandi memutuskan untuk menyalakan motornya kembali lalu melenggang pergi dari depan gerbang kos putri tersebut. Bersikap bodoamat. Kan yang punya masalah Kinan bukan dia.

Sementara Kinan,

Brak!

Matanya jelalatan, menelisik ruang tengah yang disana ada Lia, Ibu kos dan seorang laki-laki yang kira-kira tiga tahun lebih tua daripadanya.

"Assalamualaikum." ucapnya.

Meskipun harusnya sekarang ia lebih ingin ngomong jancok, namun mencoba tetap sopan karena eksistensi wanita paruh baya yang ia tau sebagai neneknya Kio, si muridnya yang kelas tiga SD.

"Waalaikumsalam." jawab mereka bersamaan.

Ibu kos berdiri, "Aduh, Mas Bara. Kinannya udah dateng tuh, saya tinggal dulu ya. Silakan bercakap-cakap. Makasih lho oleh-oleh nya."

Tampak sebuah paper bag hitam di tenteng ibu kos. Sepertinya oleh-oleh dari laki-laki bernama Bara itu.

"Kinan, itu di cari masmu. Ibu tinggal dulu ya."

"Iya, buk. Makasih ya."

Si ibu kos pergi. Meninggalkan ketiga pemuda pemudi itu di ruang tengah dengan keadaan canggung.

Lia berdiri, "Gue mau bantuin Hanin kost tour guide dulu. Have fun, Kinan."

"Kost tour guide? Siapa yang pindah kesini?"

"Arumi." bukan Lia, melainkan Bara yang menjawab.

Kinan langsung memicing. Membuat Lia bisa merasakan aura gelap yang sebentar lagi sepertinya akan meledak. Maka dari itu, tanpa basa-basi si sosiologi langsung berlari ke lantai atas. Menghindari ucapan Kinan yang mungkin sebentar lagi akan penuh dengan harshword. Tatapan nyalang itu adalah pertanda perang dunia akan terjadi.

Dan benar saja.

"Arumi? Kamu nyuruh dia pindah kesini?" tanyanya pada Bara.

"Arumi yang mau, Nan. Dia bosan di kos nya yang lama. Makanya minta pindah kesini, biar satu atap sama kakaknya."

Tawa remeh Kinan berikan, "Kamu bisa ngerti nggak sih, Bar? Aku tinggal di Jakarta buat menghindar dari semuanya, dan sekarang kamu ngirim Arumi kesini? Aku di Jakarta nggak main-main ya, bangsat! Kamu mau aku pergi kemana lagi sih? Masih niat ngirim aku keluar dari Indonesia?"

Yang lebih tua memejamkan mata. Tampak meredam emosinya menghadapi nada Kinan yang mulai ngajak berantem, "Nan, nggak gitu. Kamu salah paham. Nggak ada yang niat ngirim kamu kemana-mana. Kita semua sayang kamu, Arumi minta kesini karena dia mau sama kamu."

"Makan tuh sayang!" suara Kinan meninggi, "kamu mungkin enggak, Bar. Tapi mamamu selalu berusaha ngusir aku dari rumah. Dia yang minta ayah buat bicara sama aku buat pergi dari rumah."

"Kinan!" suara Bara mendesis. Andaikata ini tidak di gang yang rumahnya dempet, mungkin suara itu akan meninggi, "aku tau kamu benci sama mamaku. Tapi jangan sampai mulut kamu nuduh yang enggak-enggak. Aku kesini cuma mau antar Arumi nggak mau ribut sama kamu."

"Kalau nggak mau ribut harusnya kamu nggak kesini. Karena kalau kita ketemu, pasti nggak bakal bisa damai."

"Terserah deh. Aku sebenarnya juga nggak mau Arumi satu atap sama kamu, tapi karena dia yang minta, mau nggak mau aku harus mau. Jadi, kalau kamu nggak suka diemin aja. Kalau sampai dia kenapa-napa karena kamu, lihat aja nanti."

Orbit | Kim ChaewonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang