13 | Wacana Penyembuh Suntuk

161 30 7
                                    

Rasanya Kinan semakin kagum saja dengan sosok Darin. Perempuan itu tak hanya parasnya saja yang seperti bidadari, tapi hatinya jauh lebih cantik.

Baru saja, ia ikut Bian mengantarkan gadis itu ke sebuah panti asuhan di daerah pinggir Jakarta ㅡbukan ikut sih tapi diajak karena dia nebeng. Dengan membawa bermacam-macam buku bekas, alat lukis dan makanan. Bian bilang, ini adalah hobi rutin yang Darin lakukan setiap sabtu dan minggu. Daripada gabut di rumah, mending main ke luar.

Wah, luar biasa. Disaat perempuan lain sepertinya memilih tidur di kos, ada Darin yang volunteer pribadi. Beda banget.

Kok ada manusia seperti itu?

Tapi, ada yang membuat Kinan tak nyaman. Sorot mata Darin padanya yang tak bersahabat. Dia salah apa coba?

"Gue kalau jadi cowok, si Darin udah gue kejar meski sampai ujung Afrika."

Pernyataan yang membuat Bian mendelik di balik setirnya, "Darin nggak suka cowok emosian dan tukang misuh kayak lo."

"Masa?" Kinan meraih cermin yang entah punya siapa tergeletak di dashboard mobil, "padahal gue cakep lho. Kalau jadi laki pasti ganteng mirip Yagami."

"Yagami siapa?"

"Ayang gue selain Adipati Dolken."

"Selamat menghibur diri deh. Semoga kewarasan lo masih bertahan sampai rumah." sahut Yesi yang duduk di jok belakang.

"Udah hilang, Yes. Kewarasan gue udah diambil sama kerasnya kehidupan ibukota. Anjay!"

"Benarkah? Sangat cocok menjadi motivator."

"Nah bener! Lo kalau ada proker UKM yang berbau motivasi undang gue sebagai pembicara dong."

"Ternyata bener ya kata mas Sandi, ngomong sama lo tuh kemana-mana."

"Kemana-mana gimana? Sambil jalan-jalan gitu?"

Yesi mendesah pelan, lantas bersandar pada jok audi milik Bian, "Dahlah, capek."

Sedangkan si pengemudi hanya geleng-geleng sembari tersenyum tipis. Ekor matanya sedikit menengok pada Kinan yang masih sibuk ngaca sambil membenahi beberapa helai surainya yang berwarna.

Cantik.

Tapi kalau boleh jujur, Bian kurang suka dengan helai rambut Kinan yang berwarna. Terkesan urakan.

Agenda pagi ini benar-benar ke depok, mau cek vendor untuk panggung dengan beberapa anak perkap dan acara. Atas usul Agam yang katanya mau hemat bensin, anak humas setuju untuk ramai-ramai pakai satu mobil saja. Eh, malah Agam nya yang mendadak tidak ikut karena ada kelas pengganti. Memang rencananya hanya berempat, Windi sudah izin ada kepentingan keluarga. Sedangkan Bayu ada urusan di prodi, nanti akan nyusul aja pakai motor katanya. Alhasil, hanya tiga manusia yang berangkat.

Setelah mengantar Darin ke panti, harusnya Kinan duduk nyaman di samping Yesi. Mau tidur. Namun, bisikan sinis Bian yang mengatakan,

"Duduk depan! Emangnya gue sopir?"

Membuat ia mau tak mau pindah posisi. Nggak enak lah ya. Sudah numpang masa masih mau slengean? Gini-gini dia masih punya attitude.

Cih, tau begini ia bawa motor saja tadi. Rese banget Agam.

"Guys, gue tidur bentar ya. Kalo udah sampe bangunin." pamit Yesi di belakang.

Bian hanya memberikan jempolnya, sementara Kinan hanya mengangguk. Ternyata nggak cuma dia yang bisa molor dimana-mana.

Keadaan menjadi hening. Kinan sibuk memandang lurus pada jalanan. Begitupun Fabian. Hingga akhirnya audi putih itu berhenti di perempatan lampu merah.

"Nan," hingga suara Fabian memecah.

Orbit | Kim ChaewonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang