"Gimana? Udah enakan?"
"Better. Panik banget mukanya, abang iparku."
Fabian menghela nafas. Berdiri dan mengusap lembut kepala perempuan yang sedang duduk di tepi ranjang itu. Darin, seseorang yang membuat si elektro itu bergegas meninggalkan jobnya di kampus bahkan tanpa pamit kepada siapapun.
Rumah sakit Jakarta Pusat. Saat Eri meneleponnya dengan suara lempeng. Bahkan kelewat santai. Mengatakan bahwa Darin mimisan dan drop, harus rawat inap selama dua hari ke depan. Padahal Eri bilang nggak usah kesini, ada ia yang jaga, ibunya Darin juga sebentar lagi datang.
Tapi Fabian mana bisa? Mau bagaimanapun ia bilang ikhlas nyatanya masih tersisa sekelumit rasanya. Bertahun-tahun tumbuh bersama, bertahun-tahun berbagi cerita, saling jadi tempat bersandar. Sama sekali nggak mudah buat melepas.
Laki-laki itu mengupas buah. Sembari menggerutu, "Gue bilang apa? Jaga diri. Pola makan lo itu dibenerin. Makan sayur, jangan telur sama sosis doang. Jangan capek-capek. Apa sih yang lo kejar, Rin?"
"Mulai deh, ngoceh."
"Lo bandel. Susah dibilangin."
Darin berdecih sinis. Malas banget kalau Fabian udah mode emak-emak begini.
"Kegiatan lo terlalu banyak. Ngejar akademik, ngejar volunteer, Himakom ikut. Apalagi gue dengar-dengar himakom bakal bikin festival. Lo ikut juga?"
"Masih perlu jawaban?"
Lagi. Helaan nafas keluar dari belah bibir Fabian. Sebuah potongan apel ia berikan pada Darin. Sisanya ia makan sendiri.
"Kita temenan udah lama. Tapi gue nggak pernah tau alasan lo seambis ini apa? Setau gue, ibun nggak pernah nuntut apapun. Dia malah khawatir kalau lo terlalu capek gini."
"Ya emang bukan tuntutan." Darin tertawa, "gue suka."
Satu alis Fabian terangkat. Menatap penuh tanya.
"Beda sama lo yang banyak tuntutan dari bokap. Kalau gue murni mau sendiri. Gue suka bergaul, gue suka punya temen banyak, gue suka kalau hidup gue bermanfaat, gue juga suka ikut kegiatan bareng-bareng sama teman-teman gue. Rasanya tuh, hidup gue jadi lebih positif."
"Tapi nggak sampai lo capek dan sakit gini."
"Bisa nggak lo jangan ngomong gitu?" pinta Darin, "Fab, ini juga jadi alasan gue kenapa bisa jadi mahasiswa yang ikut ini itu. Gue nggak mau jadi beban."
"Maksud?"
"Gue nggak punya ayah. Ibun selalu kerja kemana-mana. Gue selalu dititip di lo. Dan asma sialan ini bikin gue jadi sering sakit. Lo, papa dan Eri, bahkan Akbar sama Jerry selalu jagain gue. Bahkan mungkin masukin gue sebagai list yang harus dikasih tanggung jawab. Gue merasa itu terlalu beban. Gue nggak mau."
"Rin, lo ngomong apa sih? Nggak ada yang jadiin lo beban. Lo itu anak juga buat papa, sama kayak gue yang jadi anak buat ibun. Pantes lo ngomong gitu?"
"Ya emang nggak ada. Gue aja yang terlalu merasa." lagi, Darin tertawa, "Fab, gue nggak mau jadi perempuan lemah yang sedikit-sedikit selalu sakit. Gue nggak mau selalu dijagain sama kalian. Gue mau jadi perempuan independen juga."
"Apalagi dijagain sama lo terus. Suatu saat, lo nggak akan terus-terusan ada sama gue kan? Kita bakal punya kehidupan sendiri. Kita bakal pisah dan lo mungkin bakal ketemu sama seseorang yang bisa jadi rumah buat lo pulang. Berbagi kisah kayak yang selama ini kita lakuin. Pun gue juga sama. Entah Eri, atau laki-laki mana suatu saat bakal bawa gue pergi ke hidup yang baru."
"Gue nggak bisa terus tergantung sama lo, Fab. Makanya gue sibuk cari kegiatan di luar. Biar gue punya koneksi banyak. Biar lo percaya kalau gue bisa lakuin semua hal tanpa harus ada kalian. Gue juga bisa sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Orbit | Kim Chaewon
Fanfiction"Dirgantara tanpa kamu, ibarat ruang kosong tanpa cahaya" Kalimat itu adalah sebuah omong kosong bagi Kinan. Apalagi yang berucap adalah seorang Fabian Dirgantara, orang yang katanya masih mendeklarasikan diri sebagai pacarnya meskipun kata putus su...