Dalam cerita ini, sosok Fabian beberapa waktu yang lalu mungkin adalah manusia yang kaku dan keras kepala. Terlebih kepada Kinan. Bahkan kadang terkesan pemaksa dan suka cari ribut sekalipun sudah putus. Atau yang paling parah suka berspekulasi sendiri atas suatu hal yang dilihat matanya, contoh perihal kondom dan sosok laki-laki HRV yang pernah Eri bilang.
Tapi sifat itu perlahan terlihat lenyap semenjak survei vendor ke Depok beberapa hari lalu. Daripada sifatnya yang otoriter sekarang lebih ke mending ngalah.
Semua terjadi karena hari itu. Hari selasa selepas dzuhur. Ini adalah rahasia antara dia, Lia, Arumi dan Tuhan.
Ketika ia kembali dari masjid kampus, masih kalung sarung, usai mengahadapi harinya yang penuh dengan praktikum. Memasuki fakultas, ia dihadang wajah sinis Lia di lobby teknik, dan juga raut Arumi yang tersenyum penuh maksud. Mau tak mau belok dulu ke kantin. Merelakan dirinya menjadi pusat perhatian anak-anak teknik yang kebanyakan cowok itu, pasalnya ia berjalan lurus diiringi dua cewek bening.
Fabian nggak bertanya apa-apa. Laki-laki itu hanya duduk usai memesan dua es kelapa dan beberapa makanan ringan.
"Duh, jadi ngerepotin." ucap Lia tak sadar diri. Namun perempuan itu tetap menyedot es kelapa dengan nikmat, "thank you loh."
Sedangkan Arumi tak menyentuh apapun. Ia menatap Fabian dengan wajah serius dengan tangan bersidekap di depan dada.
Merasa ditatap, Fabian memberikan atensinya pada Arumi, "Siapa yang mau ngomong? Gue buru-buru mau ada praktikum lagi." tanyanya.
Hari-hari praktikum, khas teknik banget.
Arumi merasa terpanggil. Perempuan itu tersenyum miring, "Persepsi gue tentang kamu ternyata salah besar ya, bang."
Pakai gue-lo meski nggak terlalu kenal dan lebih tua. Soalnya kata Lia nggak perlu sopan kalau mau ngelabrak. Kalau sopan namanya negosiasi.
Satu alis Fabian naik, bertanya.
"Selama ini lo sering ke kos ngasih bunga, bawain kerak telor, jemput mbak Kinan... kamu orang baik. Tapi nggak sebaik itu."
"Intinya aja." potong Fabian.
Arumi terlihat menghela nafas, "Jangan deketin mbak gue lagi deh."
Rencana ngelabrak tempo hari itu kini terlaksana.
"Gue udah denger banyak cerita tentang lo, termasuk kelakuan lo sebelum putus sama mbak Kinan. Dan sekarang dengan tampang nggak ada dosa sikap lo kayak orang yang ngasih harapan. Lo tau, bang? Mbak gue kayak orang sawan."
Arumi ngomong begitu karena melihat Kinan seringkali melamun di kos. Padahal mbaknya lagi mikirin duit UTS bukan mikir Fabian.
"Haha," wajah kaku Fabian luntur. Berganti dengan kekehan kecil, "Kinan emang masih cinta sama gue, dek."
"Sok tau." ketus Arumi, "mentang-mentang lo ganteng bukan berarti bisa pede tingkat dewa ya. Kalau tau dia masih suka sama lo kenapa malah lo deketin, brengsek? Kalau dia ngarep lo mau tanggung jawab emang?"
"Mau. Emang gue deketin biar dia ngarep."
"Mang eak?" tanya Lia mengejek, "bohong, Rum. Jangan percaya sama mulut anak teknik." kompornya.
Fabian memutar mata malas kemudian menatap Lia, "Lo bisa diam nggak?"
"Enggak. Gue harus menegakkan hal yang benar. Termasuk dalam kasus ini."
"Lo udah gue beliin skincare yang lo minta ya."
Lia mengendik, "Udah abis. Lo tau google ads nggak? Nah, gue juga kayak gitu, ada periodenya. Suapan lo udah nggak berlaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Orbit | Kim Chaewon
Fanfic"Dirgantara tanpa kamu, ibarat ruang kosong tanpa cahaya" Kalimat itu adalah sebuah omong kosong bagi Kinan. Apalagi yang berucap adalah seorang Fabian Dirgantara, orang yang katanya masih mendeklarasikan diri sebagai pacarnya meskipun kata putus su...