Galland melirik kecil pada Noah yang melangkah gontai di sampingnya sambil menyeret sepeda yang tadi digunakan oleh Galland. Seperti seorang perawan yang ketahuan mengintip pujaan hati, Galland bersemu merah ketika Noah memergokinya. Mendapati kelakuan Galland yang lucu, Noah tidak dapat menahan diri untuk tersenyum.
"Kenapa?" tanya Noah lembut.
Galland tidak menyahut sama sekali, dia memalingkan wajah, menyembunyikan semburat merah yang tidak padam di kedua belah pipinya.
Sejujurnya, keduanya tidak tahu kemana untuk melangkah. Langit sudah sedari menggelap, tetapi keduanya masih berjalan tak tentu arah. Tidak masalah, asalkan Galland dapat mengulur waktu bersama Noah.
Hembusan angin malam yang semakin dingin membuat Noah gundah. Laki-laki yang berjalan dengan ringkih di sampingnya itu bisa saja sakit. Galland mengaku jika dia belum makan, tidak membersihkan tubuh juga setelah seharian berlari. Ditambah lagi, besok mereka harus datang ke sekolah.
"Pulang, ya?" ajak Noah.
Gallang ingin protes. Dia masih belum puas bersama dengan Noah. Meski tidak ada hal yang dibahas sekali pun, Galland masih ingin berada di sekitar Noah.
"Enggak mau kemana gitu dulu?" Galland menolak sambil berkilah.
Noah tersenyum geli, mendekatkan wajahnya pada Galland, menghapus jarak di antara mereka. "Masih kangen, ya?"
Bibir seksi Noah itu bergerak di depan mata Galland. Sepintas ingatan ketika bibir itu bertemu dengan bibirnya kembali datang. Seandainya Galland tahu semerah apa wajahnya sekarang. Mungkin mengalah merahnya tomat.
"Goblok!" Galland mendorong Noah dengan kencang.
Noah hanya tertawa. Dia bergerak menaiki sepeda yang tadi digunakan oleh Galland. Rasa iri menghinggapi Galland ketika melihat betapa mudahnya kaki Noah menapak tanah, sedangkan dia hanya bisa bertahan dengan ujung jari.
"Gue anter pulang." Noah tersenyum manis.
Sambil memberengut, Galland menginjak chainstay sepedanya dan berdiri di bagian belakang sepeda. Sedikit memumpukan berat badannya dengan sengaja pada pundak Noah.
Menyadari hal itu, Noah terkekeh. "Beneran enggak mau pulang?"
Galland tidak menyahut, hanya mengulumkan beberapa umpatan sambil memberatkan tumpuan tubuhnya pada Noah.
"Lo tahu enggak, sih, sebenarnya gue juga enggak mau nganter lo pulang." Noah berceloteh. "Gue maunya nyulik lo jauh-jauh dari sini, terus buat lo enggak tidur sampe pagi. Tapi entar lo nangis, gue jadi repot."
Apakah Noah sadar dengan kata-kata yang baru saja dia lontarkan? Tidakkah dia tahu berapa besar efek yang ditimbulkan pada Galland setelah mendengar itu semua?
Serbuan pukulan tidak berarti mendarat di punggung Noah. Pelakunya adalah Galland.
"Goblok, Noah! Om-om kalah mesum sama lo!" pekik Galland. "Ogah! Gue mau turun!"
Belum sempat Galland menurunkan kakinya, Noah dengan segera mengayuh pedal sepedanya. Membuat keseimbangan Galland hampir hilang dan refleks melingkarkan tangannya di leher Noah.
"Lo mau gue jatuh atau gimana, ege?!" Galland berteriak kencang, diiringi geplakan di belakang kepala.
"Kalo lo turun, entar lo diculik om-om. Lo lebih pilih diculik sama om-om apa sama gue?"
Galland terdiam. Jika boleh jujur, Galland tidak akan memilih keduanya. Di mata Galland, saat ini Noah tidak ada bedanya dengan orang mesum. Tanpa sadar, Galland kembali mengalungkan lengannya dan menyandarkan kepalanya di persilatan leher Noah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Uncovered Feeling [BxB]
Teen Fiction"Sumpah, gue belum mau mati. Gue masih muda, belum pernah ciuman, belum nikahin cewe gue. Please, Tuhan. Jangan ambil nyawa gue sekarang!"