Forgotten 11

345 21 1
                                    

Yuki bukanlah seorang pakar cinta. Dia sangat asing terhadap perasaan itu. Dunia bahkan terasa begitu kejam, sehingga Yuki lupa bagaimana caranya tersenyum dengan tulus.

Namun, sejak kecil, Yuki dipaksa untuk mengerti berbagai keadaan. Bahkan paksaan itu membuat Yuki untuk menekan emosinya sendiri. Paksaan itu membuat Yuki sadar jika ada sesuatu yang berubah di sekitarnya. Meskipun perubahan itu terjadi dengan begitu cepat.

Noah adalah sebuah perumpamaan yang tidak dapat dirangkai dengan kata-kata bagi Yuki. Laki-laki itu berubah begitu cepat, sehingga Yuki tidak dapat melihat darimana asal mula keadaan yang kacau ini.

Di satu hari, Noah akan gencar mendekatinya, di hari lain, laki-laki itu akan menghindari lalu di hari yang lain lagi, Noah bersikap seolah Yuki adalah sebuah udara yang tidak terlihat.

Jelas sekali. Dia tertarik pada Yuki. Namun, dia tidak mampu menerima fakta itu, kemudian mulai mengabaikan Yuki. Seperti sebuah buku fiksi, Noah sangat mudah sekali terbaca.

Yuki bisa saja membiarkan hal ini berlalu. Segala hal yang Yuki lakukan untuk mengikuti kata hatinya akan berakhir begitu kacau. Dia tidak akan teralihkan lagi.

Namun, bagaimana jika Noah adalah sebuah pengecualian?

Sebuah tekad yang begitu pahit. Yuki mendapati pandangan yang begitu menyakiti hatinya. Noah berdiri kaku dengan tatapan tajam. Atau yang lebih tepat adalah, pandangan tidak terima. Noah berdiri tegang, seolah dihakimi dengan hukuman yang begitu berat.

Yuki kembali menutup mulutnya dengan rapat. Tangannya bergetar ketika mengambil kembali kotak besar yang ada dalam dekapan tangan Noah.

"Lo bisa pulang. Gue naik bus kayak biasa," ucap Yuki dengan pelan.

Noah tidak bergerak sama sekali. Dia membiarkan Yuki melewatinya begitu saja. Bahkan ketika Yuki sudah keluar dari pekarangan rumahnya, Noah tetap berdiri di sana, memandangi bayangan Yuki yang perlahan menghilang.

__

Panti asuhan itu memiliki bangunan bergaya Belanda. Ornamen bernuansa Eropa masih melekat di sana. Jangan lupakan pagar pembatas berwarna putih yang sudah mengelupas dan dipenuhi lumut. Berbeda dari hari biasanya, hari itu beberapa mobil terparkir rapi di halaman. Di sisi lain halaman juga terdapat deretan bangku kayu yang tertata rapi menghadap ke arah satu panggung.

Sepertinya, acara amal itu sudah usai. Beberapa orang dewasa menyebar, berbicara pada satu sama lain, sedangkan anak-anak, yang diyakini anak-anak di panti asuhan ini bermain bersama.

Noah tidak dapat melangkah masuk lebih dalam lagi. Dia hanya berdiri di sisi gerbang sembari menelisik seluruh kegiatan orang yang ada di sana. Namun, sosok yang dicari Noah tidak memunculkan batang hidungnya.

"Um ...."

Noah terperanjat. Sebuah tangan kecil menarik ujung kemeja yang dia gunakan dari arah belakang. Noah segera menarik sosok kecil itu ke balik pagar tembok agar tidak terlihat orang.

Seorang anak laki-laki kecil, setinggi dada Noah terlihat sangat terganggu dengan cengkraman yang sangat erat di pergelangan tangannya. Saat itu juga, Noah tersadar. Segera dia melepaskan anak itu sambil bercicit maaf.

"Kakak ngapain di sini?!" pekik anak itu. Oh, tentu saja. Tingkah Noah sangat mencurigakan. Dia hanya berdiri dan setengah mengintip kegiatan di dalam panti.

Suara anak laki-laki itu sangat besar. Bisa saja menarik perhatian beberapa orang pada mereka. Noah sangat ingin mendekap mulut itu, tapi kali ini, satu gerakan saja salah, Noah dapat menimbulkan masalah yang lebih besar.

"Gu—, m-maksudnya, kakak lagi cari teman kakak," jelas Noah pelan.

Tidak perlu berbasa-basi seperti anak kecil, Noah merasa bahwa anak yang ada di depannya ini termasuk yang lebih tua dibandingkan anak-anak lain yang sedang bermain di halaman.

Uncovered Feeling [BxB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang