Bagian 1.12

3.6K 393 3
                                    

Galland duduk dengan wajah gusar. Di sampingnya Andi berdiri sambil membawa setumpuk lembaran kertas yang sepertinya baru saja di print.

"Sorry, ya, kami sudah coba lingkungan sekolah, tapi enggak ada yang nemuin telepon lo."

Yah, Galland mengerti. Sekolah mereka melarang membawa telepon ke sekolah. Jika dia melaporkan bahwa dia kehilangan telepon, sekolah mungkin akan mengindahkannya. Jadi, dia hanya bisa diam-diam meminta tolong ke Andi yang adalah anggota OSIS.

"Enggak apa-apa," hela Galland. Andi ingin membantunya saja itu sangat cukup. Dia malah merasa tidak enak menambah pekerjaan Andi. "Kalian udah banyak bantu, kok. Makasih banyak, loh."

Jika begitu, telepon Galland mungkin terjatuh di luar lingkungan sekolah. Hah, kalau begini, semakin mustahil untuk mendapatkan teleponnya kembali. Galland mengusap wajahnya gusar.

Andi pelan-pelan menaruh lembaran kertas yang ada di tangannya ke atas meja Galland. "Kemarin Theo ngirimin ini ke gue. Kayaknya dia enggak bisa ngubungin lo, deh. Jadi dia kirimin ke gue."

Ah, Galland lupa. Telepon itu juga salah satu penghubung dirinya ke Theo. Mungkin, di luar keluarganya yang ada rumah, Theo-lah yang sering dia hubungi menggunakan telepon itu.

"Gue ngerepotin lo lagi, nih. Berapa gantinya?"

Galland paham, sesama siswa SMA, masalah uang ini kadang merepotkan. Tidak enak jika memakai uang teman, terlebih dalam hubungan Andi dan Yuki, mereka masih tidak begitu akrab.

"Santai aja kali." Andi merogoh saku dan mengeluarkan teleponnya dengan santai. Kelakuan yang tidak mungkin Galland ikuti. "Berkat lo, gue jadi dapat salinan materi tempat kursus elit."

Meyakinkan Andi juga tidak ada gunanya. Dia bersikeras tidak mau menerima uang Galland.

"Gue udah kasih tahu Theo kalau telepon lo ilang. Jadi, santai aja," ucap Andi. Dia menepuk bahu Galland. "Bentar lagi TTS. Semangat, ya."

Andi tersenyum simpul dan melangkah keluar dari kelas. Meninggalkan Galland sendirian di sana. Termenung menatapi kumpulan latihan soal yang tadi Andi berikan.

Pikiran Galland melayang ke rasa bersalah pada Yuki dan Tante Gina. Meskipun terlihat jarang disentuh, tapi mungkin saja telepon itu sangat berharga bagi Yuki. Galland mengingat sangat jelas bahwa model telepon Yuki keluar saat mereka masih di kelas 1 SMP. Itu sudah sangat lama sekali. Apalagi Tante Gina berpikir untuk mengganti telepon itu dengan yang baru. Rasa bersalah Galland semakin besar karena Tante Gina akan mengeluarkan uang akibat dari kecerobohannya sendiri.

"Jadi, telepon lo beneran ilang?" Noah tiba-tiba muncul dari belakang Galland dan duduk di bangkunya.

Galland masih enggan berbicara dengan Noah sebenarnya. Dia masih merasa segan setelah kejadian yang terjadi antara dirinya dan Noah semalam. Tapi, nyatanya kemarin dia bersama Noah dari awal berangkat sekolah hingga pulang.

"Lo ada lihat gue ngeluarin telepon, enggak, sih?" tanya Galland, to-the-point.

Noah mengerutkan keningnya. "Enggak?"

Jawaban Noah terdengar kurang menyakinkan di telinga Galland. Tentu saja membuat Galland menatap Noah skeptis.

"Ya, gue enggak tahu, Yuki ..." Noah kembali menjawab dengan nada yang sedikit memelas. "Lagian ini pertama kalinya gue lihat lo kehilangan barang."

Sudahlah. Noah terlihat tidak dapat membantu. Pada akhirnya Galland hanya bisa memekukkan wajahnya gusar.

"Lapor polisi?" Noah mencoba bertanya. Memecahkan keheningan di antara mereka. Galland menghela napas.

Uncovered Feeling [BxB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang