Forgotten 5

305 15 3
                                    

Lima galon berjejer rapi di dekat kaki Yuki. Napas terengah dari Noah yang menghempaskan pantatnya di kursi terdengar menggema. Di mata Yuki saat ini, Noah terlihat seperti orang yang mendekati maut.

"Lo oke?" tanya Yuki.

Noah mendelik. "Gue abis bolak-balik ngangkat lima galon. Lo masih nanya?"

Bola mata Yuki berputar. "Lagian lo beli galon banyak banget. Dua aja cukup kali."

Oh? Benarkah? Bukankah Yuki akan menggunakan air itu untuk membersihkan seluruh rumah ini? Dua galon cukup?!

"Kenapa lo enggak bilang?!"

"Ya masa lo enggak bisa mikir, sih? Lima galon buat apa? Lo mau buka kedai jus?"

Noah bisa saja marah dan pergi meninggalkan Yuki dengan segala cemo'ohannya itu. Namun, lagi dan lagi, Noah tidak mampu melakukannya. Terlebih sekarang, Yuki berbalik dan melihat Noah dengan tatapan sedikit, sedikit memelas.

"Lo bisa tumpahin galon ini ke ember enggak? Gue mau cuci piring." Begitu pinta Yuki.

Senyuman miring Noah terbit. Memang begitu. Jelas sekali Yuki membutuhkan bantuannya di sini. Tubuh ringkih dan tangan rapuh milik Yuki itu tidak akan mampu mengangkat sebuah galon berisikan sembilan belas liter air ini. Noah berdiri dengan gagahnya dan menumpahkan setengah isi galon pada ember yang siapkan. Bermaksud hati untuk memukau Yuki, tapi sayangnya laki-laki mungil itu berbalik dan sibuk mengeluarkan piring-piring yang akan dia cuci.

"Kalau lo enggak ada kerjaan, bisa minta tolong sapuin lantai? Rumah ini enggak gede-gede banget, sih. Harusnya lo enggak bakal cape."

Kali ini Yuki meminta tanpa memandangi Noah sama sekali. Ha! Bukankah dia sudah menjadi sangat terbiasa dengan keberadaan Noah?! Bisa-bisanya Yuki melakukan hal itu!

Menyadari keberadaan Noah yang tidak kunjung beranjak, Yuki sedikit menoleh. "Lo enggak mau nyapu?"

Dengusan tajam terdengar. Noah berbalik dan menyambar sapu yang bahkan ganggangnya sudah tidak nyaman untuk digenggam itu. Bisakah Yuki sedikit saja melihat upayanya?! Mengapa laki-laki itu bersikap sangat dingin seolah sudah menjadi hal yang biasa baginya untuk meminta apapun pada Noah. Ingin sekali Noah menarik kedua belah pipi yang sedikit gembul itu dengan  keras. Tapi! Dia! Tidak! Bisa!

Pada akhirnya, ini yang Noah lakukan, menyapu lantai yang penuh dengan debu itu dari dapur hingga ruang tamu. Entah dia melakukannya dengan benar, setidaknya Noah sudah melakukan pekerjaannya.

Sekali-kali terdengar gumaman dari Yuki dengan bahasa yang sangat asing. Kadang suaranya berganti dengan suara plastik yang dibongkar isinya atau seruan senang dari yang menemukan sesuatu.

Noah sedikit mengintip apa yang dikerjakan laki-laki itu di dapur. Ekspresi-ekspresi kecil yang muncul tidak terduga itu benar-benar penuh warna, bahkan Noah tidak menyangka Yuki dapat berekspresi seperti itu.

Apa yang menyenangkan? Dia hanya membersihkan kabinet dapur, mencuci piring, memilah barang yang sudah tidak bisa digunakan, membuang makanan busuk dan segala pekerjaan lain yang bukan dilakukan untuk dirinya sendiri. Namun, mengapa aroma tubuhnya begitu menyeruak, memenuhi tempat ini, seolah ... seolah dia begitu bahagia untuk melakukannya.

"Lo nyapunya enggak bersih, deh."

Yuki ternyata menyadari Noah yang sedari tadi mengintip dari balik tembok. Namun, lagi-lagi, laki-laki itu tidak bereaksi apapun.

"Masih banyak debu ketinggalan," omel Yuki.

Noah mendekatinya sambil menenteng sapu, seperti sebuah senjata. "Sorry, first try."

Uncovered Feeling [BxB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang