Bagian 1.18

2.4K 287 27
                                    

Berita itu merebak tanpa diharapkan oleh Galland. Seorang Yuki Matsu bergabung ke tim futsal. Meski dirinya masih berada di barisan pemain cadangan bersama anak-anak kelas satu dan tidak latihan di lapangan utama, tetap saja, tidak ada yang membayangkan laki-laki berkaki ringkih itu menendang bola futsal.

Tapi hal lain yang lebih mengejutkan adalah tendangan sudut yang dilakukan oleh Yuki saat praktik di hari pertama dia latihan. Tendangan menukik yang membawa tim futsal sekolah mereka bertanding di tingkat provinsi. Tendangan yang menjadi senjata utama seorang Gallandri Era Pratama.

Semua orang yang tergabung dalam tim futsal, apalagi tim utama sangat mengerti bahwa hal itu tidak mudah dilakukan bagi seseorang yang tidak memiliki pengalaman dalam bidang olahraga. Galland saja melatih teknik tendangannya selama enam bulan penuh tanpa istirahat sehari pun. Jadi, bagaimana Yuki Matsu bisa melakukannya dalam sekali coba?

"Hooo ...."

Pak Yohanes, yang mengamati latihan rutin setiap hari Jumat bergumam tidak jelas. Tentu saja dia menganggap kejadian langka yang terjadi barusan adalah kesempatan emas bagi kebangkitan tim futsal mereka setelah kepergian Galland. Ada potensi yang timbul di sana.

Mata pria paruh baya itu melirik ke arah Noah yang kebetulan berada di sana. Sebetulnya, tujuan utama Noah datang menemui Pak Yohanes adalah untuk menyampaikan secara langsung pengunduran dirinya dari tim futsal. Tapi secara tidak sengaja dia melihat bagaimana kaki Yuki yang sangat kecil menendang dengan sudut menukik dan masuk ke dalam gawang. Persis seperti apa yang Galland lakukan.

"Menarik," gumam Pak Yohanes. "Sangat kebetulan sekali, Noah. Kamu yakin tetap keluar dari tim futsal? Saya masih bisa menunggu keputusan bulatmu."

Kening Noah berkerut. Matanya tidak lepas dari sekumpulan anak-anak futsal yang berkerumun, memutari Yuki. "Saya tetap mengundurkan diri dari tim futsal, Pak."

Pak Yohanes berdiri, hendak masuk ke dalam lapangan. "Kalau begitu, saya akan memasukan salah satu pemain cadangan terbaik ke tim utama. Dengan begitu, anggota tim futsal kita sudah cukup untuk bertanding kembali."

_

Galland menghela napasnya lega. Latihan hari ini sudah terlewati. Dia masih bisa menggunakan tendangan sudutnya meski sudah lama tidak berlatih. Meskipun sebenarnya dia sama sekali tidak merencanakan akan menggunakan teknik itu. Sepertinya refleksnya masih bagus.

"Sakit?"

Theo berdiri di hadapan Galland yang sedang melepas sepatu futsal miliknya. Cukup besar memang, tapi Theo mengganjal ujung sepatu futsal itu dengan bantalan khusus agar jari kaki Galland tidak sakit. Begitu harapnya.

"Enggak, sih," jawab Galland sekenanya. Dia tahu pasti bantalan yang Theo gunakan cukup mahal. Tanpa diduga, Galland sempat menghela napas lega. Mengetahui bahwa pemikiran Theo akan membelikannya sepatu baru itu tidak terwujud. Tapi tetap saja, membelikannya bantalan dengan harga mahal bukanlah harapan Galland. 

Theo mengangguk. Mensyukuri keputusannya membeli bantalan itu. "Pake aja dulu. Aku enggak main futsal lagi."

Alis Galland terangkat. "Boleh emang?"

"Ya, boleh, dong. Siapa yang larang?"

Tidak ada yang dapat Galland lakukan selain mengangguk-angguk saja. Ya, prinsip Galland, jika Theo tidak keberatan, dia akan menurutinya.

"Kenapa lo berenti main futsal? Padahal ini sepatunya bagus, loh. Mahal 'kan pasti?"

Mengabaikan fakta bahwa Yuki bisa sangat familiar dengan sepatu futsal, Theo hanya menerawang langit biru di atasnya. "Enggak apa-apa, sih. Pengen fokus aja. Sudah SMA soalnya."

Uncovered Feeling [BxB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang