Mitia menyerngitkan dahi. Entah kenapa hawa-hawa dari dua laki-laki yang duduk di depannya ini sedikit aneh. Jika dianimasikan, Mitia dapat menganalogikan terdapat ribuan kilauan di antara mereka.
Seperti biasa, Mitia menghabiskan waktu untuk mengobrol bersama Galland ketika masih ada jam pelajaran yang tersisa. Sambil diselingi niatan untuk mengulik kepintaran laki-laki yang dikata jenius ini. Jangan heran, Mitia punya ketertarikan tersendiri terhadap orang pintar.
Namun, atmosfer yang berkilau menyelimuti dua insan itu cukup mengusik Mitia. Entah membuat dia merasa senang atau sedikit kesal. Ya, maklum, atmosfer itu sedikit membuat jiwa single Mitia terusik.
"Entar kalo gue bingung, gue tanya lagi, ya, Ki?" ucap Mitia, sambil menutup buku tulis yang dibawanya.
Galland tersenyum sambil menganggukkan kepala. Kemudian mengerling pada Noah. Melihat kerlingan itu, Mitia berbalik pada Noah. "Thanks, No." Mitia berterimakasih dengan sedikit tidak ikhlas.
Ya, sebenarnya alih-alih tanya jawab antara Galland dan Mitia, sesi yang baru saja mereka lewati tadi lebih seperti Noah mengajari Mitia dan Galland. Ditambah dengan pertanyaan yang Mitia ajukan pada Galland, semuanya disahut oleh Noah.
Noah hanya tersenyum seadanya sepeninggal Mitia. Laki-laki memangku wajah sambil memandangi Galland.
"Lo ngapain, sih?" Galland bertanya dengan kesal. Dia menyadari interupsi yang selalu dilakukan oleh Noah, setiap kali dia berusaha menjawab pertanyaan Mitia.
"Ngebantuin lo," jawab Noah, enteng.
Galland mengernyit hebat. "Bantuin gue?"
"Iya." Noah berkata dengan yakin. "Lo ngerti emang?"
Mata Galland menajam. Heh, Galland pikir dirinya tidak sebodoh dulu. Sebagian besar dari apa yang tidak dimengerti Mitia dapat Galland jelaskan dengan baik.
"Oh, jadi gue enggak perlu bantuin lo nih buat tes akhir semester?" goda Noah.
"Enggak perlu!" seru Galland. "Gue bakal naikin peringkat gue sendiri, yah!"
Galland tercekat. Dia tidak menyangka akan mengatakan hal seperti itu. Apa katanya? 'Peringkatnya'? Bukankah sedari awal itu semua milik Yuki? Yang dia lakukan selama ini hanya membuat hidup Yuki semakin tidak karuan. Sekarang dia justru mengencani sahabatnya sendiri menggunakan tubuh Yuki.
Jantung Galland serasa berhenti berdetak. Dia memandangi tangannya dengan sangat tajam. Benar. Ini bukan tangan besar dan kasar yang selalu dia gunakan untuk men-drible bola basket. Tangan ini. Tubuh ini. Semua yang dia miliki sekarang adalah kepunyaan Yuki.
Tenggelam dalam lamunannya, Galland tidak menyadari bahwa Noah tengah merapikan buku. Laki-laki itu nampak tidak menyadari perubahan emosi dari Galland.
"No ...," lirih Galland.
"Hm?" Noah menoleh. "Kenapa?" tanyanya lembut.
Galland menatap Noah dalam. Menelan segala pikiran yang tadi muncul dalam kepala. Laki-laki yang duduk di sampingnya terlihat sangat bahagia.
"Enggak apa-apa." Galland balas tersenyum. "Kemana?"
Noah sempat terdiam. Seperti menyadari ada sesuatu yang salah dari Galland. Mencoba membuang segala pemikirannya. "Perpus. Mau ikut?"
Ah. Kebiasan Noah sebelum tes. Mungkin banyak orang tidak melihat bagaimana Noah dapat mempertahankan posisinya di bawah Yuki. Namun, inilah hal yang selalu Noah lakukan tanpa mengundang perhatian orang lain. Belajar diam-diam di perpustakan.
"Ikut!" Galland mengembangkan senyum. Tangannya juga turut sibuk mengumpulkan beberapa buku untuk dibawa ke perpustakan.
Melihat bagaimana Galland bersikap, Noah menyadari memang ada salah. Bahkan laki-laki itu melangkah mendahului Noah yang sebenarnya lebih berkepentingan ke sana. Noah hanya mencoba mengimbangi langkah Galland yang terlihat menghindarinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/316354747-288-k845174.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Uncovered Feeling [BxB]
Fiksi Remaja"Sumpah, gue belum mau mati. Gue masih muda, belum pernah ciuman, belum nikahin cewe gue. Please, Tuhan. Jangan ambil nyawa gue sekarang!"