Galland berdiri dengan mata terbelalak melihat pemandangan di depannya. Noah tengah berdiri di samping kursi seseorang yang sangat Galland kenal. Tentu saja. Dia sudah berada di tubuh laki-laki itu selama kurang lebih tiga bulan.
Tunggu, apa?! Yuki ada di sana?! Dia bisa melihat sosok Yuki dengan matanya sendiri!
"Yuki?"
Yuki berbalik dan mendapati Noah berdiri tepat di samping bangkunya. Langit senja kala itu menghujani mereka melalui sela-sela jendela. Raut wajah Noah nampak sangat bimbang, terpancar dari sorot matanya yang tidak memunculkan cahaya apapun.
"Kenapa?" Suara renyah Yuki terdengar.
Tanpa sengaja Galland memalingkan wajah, berhadapan dengan sebuah kaca jendela pembatas ruang kelas mereka. Entah apa yang harus Galland rasakan, sedih atau senang karena dia dapat melihat wajahnya lagi. Bukankah harusnya dia merasa senang? Tetapi kenapa hatinya menjadi sangat kalut?
"Gue sudah buat keputusan." Raut wajah Noah terlihat sangat serius. "Gue bakalan confess ke Galland."
Galland merasakan udara di sekitar menipis. Napas yang ditarik Yuki juga menjadi sangat berat. Dengan cepat Yuki memalingkan wajahnya. "Gitu?"
Kaki Galland melangkah mendekati mereka berdua. Tangannya mencoba meraih pundak Noah. Namun, ketika Galland menggapai pundak Noah, tangan Galland menembusnya. Masih mencoba menelaah apa yang terjadi, Galland berkali mencoba menyentuh Noah, hingga akhirnya dia putus asa.
"Noah!" pekik Galland. Nihil, kedua laki-laki yang ada di depannya itu masih bergeming. Seolah-olah, mereka tidak mendengar atau tidak melihat Galland di sana.
Tanpa Galland sadari, ternyata sedari tadi Yuki tengah menggenggam sebuah kertas. Lambat laun, kertas itu menjadi sebuah buntalan kecil yang teremas. Yuki sepertinya tidak tahan dengan atmosfer yang ada di antara mereka. Lelaki itu melempar kertas yang ada di genggamannya ke dalam laci meja, kemudian berdiri menenteng tasnya.
"Enggak, Yuki! Jangan pergi dulu! Ngomong apa kek sama Noah!"
Sayangnya, Galland hanya mampu untuk memekik. Suaranya mungkin tidak tersampai kepada Yuki. Laki-laki itu terus melangkah, tanpa mempedulikan suara Galland yang entah terdengar atau tidak dan panggilan Noah.
"Ki?"
Tangan Noah meraih Yuki, tetapi dengan sigap Yuki menjauh darinya. Tanpa mengangkatkan pandangannya, Yuki tersenyum lirih. "Good luck."
Hanya itu yang Yuki katakan sebelum dia pergi meninggalkan ruang kelas. Tidak ada keinginan dari Noah untuk mengejarnya, membuat Galland terus merutuki tingkah Yuki. Meskipun begitu, Galland lebih memilih untuk mengekori Yuki daripada ikut termenung bersama Noah seperti orang bodoh.
Langkah kaki Yuki sangat kecil. Butuh waktu lama baginya sampai ke gerbang sekolah yang nyaris ditutup. Selama itu juga Galland berusaha memanggil Yuki. Paling tidak untuk memastikan apakah Yuki menyadari keberadaannya atau tidak.
Tiba-tiba saja, tanpa aba-aba Yuki menghentikan langkahnya. Galland yang sedari tadi berada di belakang Yuki turut terperanjat.
"Gal."
Jika saja Galland berwujud manusia, mungkin seluruh rambut yang ada di tubuhnya akan berdiri. Dari belakang Yuki, dia bisa melihat segala hal yang ada di depannya sekarang. Namun, Galland tidak menemukan dirinya ada di sana. Lalu, Yuki memanggil siapa?
"Gue manggil lo."
Yuki menyadari keberadaan Galland? Atau ... bagaimana? Butuh waktu lama bagi Galland untuk memproses segala hal yang terjadi padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Uncovered Feeling [BxB]
Novela Juvenil"Sumpah, gue belum mau mati. Gue masih muda, belum pernah ciuman, belum nikahin cewe gue. Please, Tuhan. Jangan ambil nyawa gue sekarang!"