#16.☆Agree

10 6 0
                                    


𝓡𝓮𝓷𝓳𝓪𝓷𝓪 𝓐𝓶𝓮𝓻𝓽𝓪

Setelah makan malam selesai, mereka semua berbicara diruang keluarga. Ayah dan suami Kak Vira berbincang-bincang mengenai bisnis begitupun Andra.

”Andra” panggil Bunda, beliau menyajikan teh hijau kesukaan sang suami dan beberapa cemilan.

”Iya Bun. Ada apa?”

”Temui Shifa, gadis itu pasti terkejut. Dia biasanya ada di balkon kamar. Ini kunci kamarnya, anak itu kebiasaan mengunci pintu.” Bunda menyerahkan kunci kamar anak gadisnya, wanita paruh baya yang masih awet muda itu begitu percaya dengan Andra.

”Baik Bun, terimakasih”

”Semoga berhasil Ndra!” teriak Abi, suami dari mbak Vira. Ayah hanya tersenyum kecil. Walau usia Andra masih belum genap 20 tahun, jiwa tanggung jawab pria itu begitu ketara. Apalagi melihat bagaimana cara pria itu menyelesaikan masalah Rajendra, Ia mendadak kagum lalu mengklaim Andra sebagai calon menantunya. Bahkan sebelumnya Ia pernah bicara dengan Rajendra kalau ingin menjodohkan anak mereka, tidak disangka hal itu menjadi doa. Padahal Ia kira ucapannya adalah guyonan belaka.

Saat kaki Andra sudah mencapai pertengahan tangga, suara mbak Vira kembali terdengar” kalau Ifa nggak ada di balkon kamar, pasti di atap Ndra, kebiasaan Ifa kalau lagi ngambek pasti kesana!” teriak mbak Vira dari bawah.

Andra mengangguk, Ia melanjutkan langkah yang sempat tertunda”Ifa”Panggilnya, dihadapannya kini terdapat kamar dengan pintu bercat merah muda. Membuka dengan kunci yang Bunda berikan tadi.

Kosong melompong, Andra membuka lebar pintu kamar Ifa. Kamarnya cukup rapi, kini Andra tahu kalau gadisnya hobi mengoleksi berbagai macam buku dilihat dari rak berisi buku-buku karya penulis terkenal. Kamar dengan nuansa perpaduan biru tua dan merah muda itu terlihat tak berpenghuni.

Andra melangkahkan Kakinya, membuka pintu kaca yang menghubungkan dengan balkon. Sesuai prediksinya, Ifa tidak ada di balkon. Satu-satunya tempat terakhir adalah atap rumah.

Andra berlari menaiki tangga menuju atap rumah, kaki jenjangnya dengan gesit menapak anak demi anak tangga, bernafas sebentar. Bahkan Ia sudah melepaskan jaket blouson berwana coklat yang tadi Ia gunakan, karena hawa panas yang menerpa tubuhnya.

Andra membuka pintu atap, ada banyak jemuran dan tentu saja Ifanya. Shifa sedang menatap langit sambil melamun, Andra mendekat. Gadis itu tahu kalau ada seseorang di belakangnya, suara langkah kaki Andra terdengar begitu jelas.

”Please get out of here! Ifa mau tenangin pikiran dulu, Kak Andra tolong ngertiin Shifa ya?” tanpa  menoleh gadis itu berkata.

Diam, Andra tidak mengucapkan sepatah katapun. Tidak menolak dan tidak pula menuruti permintaan Shifa. Masih setia berdiri di belakang tubuh gadisnya, mendadak udara panas di dalam rumah lenyap digantikan semribit angin luar.

”Ifa..”

Tidak ada jawaban atas panggilan Andra, Shifa diam dengan kedua tangan Ia usapkan ke lengan.

”Udara disini dingin, masuk kedalam ya?” Andra melingkupi tubuh Ifa dengan jaket miliknya. Kini tubuhnya hanya dibaluti kaos berwarna putih.

”Kakak aja yang masuk, Ifa masih mau sini!”

Andra menggeleng, Ia seperti menghadapi Biya dan Biyan”Ifa ingat Mama kan, mau dengar cerita nggak?”

****

Satu hari setelah kematian Rajendra, hari itu Andra kedatangan seseorang yang amat sangat berharga dalam hidupnya.

Ataiya Syahila, wanita yang telah melahirkannya ke dunia. Datang bersama adik dan suaminya.

”Umma, Dara boleh minum kopi itu nggak?” tunjuk seorang gadis kecil kearah kopi hitam milik sang Abi.

”Nggak boleh Ra, itu mengandung zat berbahaya. Dara minum yang lain aja ya. Mau Umma buatkan susu coklat kesukaan Dara?”

Andra hanya menatap sekilas percakapan antara Mama dan adiknya, Mamanya kini telah berubah. Lebih bahagia dan Istiqomah dalam beribadah, dahulu rambutnya amat panjang dan berwarna. Namun sekarang tertutup dengan kerudung besar. Nyaris menutupi seluruh tubuhnya.

”Udah punya pacar belum Ndra?” tanya Azof, suami dari Mamanya. Merupakan ustadz kenamaan dan telah memiliki lebih dari seratus ponpes di seluruh Indonesia.

Andra sangat bahagia melihat Mamanya jatuh ke tangan laki-laki yang tepat. Bisa membimbingnya ke jalan kebaikan.

”Udah Bi” lain halnya dengan istri dari mendiang sang Papa. Andra jauh lebih akrab dengan Abinya, mungkin anak kecil pun tahu mana yang tulus dan tidak.

”Loh sejak kapan? Kok nggak cerita ke Mama sih Ndra, apa gadis yang kamu kenalkan lewat video call beberapa bulan lalu?” mamanya menyahuti, kini seorang diri. Karena Dara mungkin sudah tidur mengingat hari sudah semakin gelap.

”Iya Ma.”

”Saran Abi Ndra, jangan kelamaan pacaran. Jika sudah sama-sama suka langsung ke pelaminan saja. Takut terjadi yang nggak-nggak, sekarang fitnah syaiton dimana-mana. Apalagi kita nggak leluasa jagain pacar kita, takutnya hilang loh—,” kata Abi dengan sangat bijak sambil melirik istrinya.

”Apa lihat-lihat, mau inget masa lalu nih ceritanya..” sahut Ataiya.

”Tapi sebelum itu kamu sholat istikharah dahulu, meminta petunjuk dari Allah agar di perlancar semuanya” menerima nasehat dari Abinya membuat kepala Andra kembali segar.

”Pasti Bi!”

***

”Terus jawaban dari sholat istikharah kak Andra apa?” tanya Ifa, Andra tersenyum. Menoleh ke arah gadisnya sembari berkata.

”Saya memimpikan kamu, bukan hanya sekali saja bahkan tiga kali”

”Yaudah!”

”Yaudah apa?”

”Ifa mau nikah sama Kakak”

”Saya nggak denger.” Ifa mendengus kesal, Ia mencoba meraih kedua pundak Andra, memegang kedua pundaknya seraya berteriak didekat telinga pria itu.

”IFA MAU...” teriakan Ifa begitu melengking membuat telinga Andra seketika berdengung.

”Iya..”

Lalu semuanya kembali sunyi, Andra memeluk pundak Ifa yang lebih pendek darinya. Menatap langit malam yang sepi, tanpa bintang. Hanya cahaya bulan yang menyinari.

Suara serangga terbang terdengar begitu jelas ditelinga Andra maupun Syifa. Ifa membelalakkan matanya melihat tawon mengelilingi mereka berdua. Sudah sekali saja Ia dientup tawon, tidak lagi-lagi.

Andra terdiam disaat tawon berwana hitam hingap dilengannya, Ifa langsung berteriak, digunakanlah jaket Andra untuk mengusir tawon itu.

”Awas Lo, pergi pergi sana!?”

”Hus”

Bukan hanya tawonnya saja yang ikut kesakitan, punggung Andra juga menjadi sasaran Ifa. Ifa memukul-mukul tubuh Andra dengan jaket pria itu.

"Sudah-sudah, tawonnya sudah hilang.” Andra menangkap kedua pergelangan tangan Ifa agar gadis itu berhenti memukul dirinya.

*****

Jangan lupa vote deh!

Trimm:)

Renjana AmertaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang