43 : Blooming

1.9K 232 39
                                    

Perlu satu alasan untuk Hongjoong tetep kuat dengan semua kabar mendadak dan menyedihkan ini. Dirinya ambil penerbangan jam sembilan  pagi dan sampai jam 11 siang tanpa tau apapun.
Hongjoong masih bercanda sama anak-anaknya, debat politik sepanjang perjalanan. Tapi ketika Ayah bawa dirinya dan juga sikembar ke rumah sakit, memperlihatkan keadaan Seonghwa dan fakta-fakta tentang bayinya, Hongjoong berubah hancur. Kasih Hongjoong satu alasan buat tetep berdiri. Hongjoong merasa dibunuh sama rasa bersalahnya sendiri.

Hongjoong gak marah, gak juga nangis. Ayah empat anak ini cuma terdiam dengan pandangan kosong di kursi tunggu. Saking hancurnya, Hongjoong jadi bingung sendiri. Merasa kalo semua ini cuma mimpi.

"Joong, lihat anak kamu yuk. Kasih nama, doakan, gendong dulu sebelum dikebumikan. Bawa sikembar buat lihat dulu adeknya," Bujuk Ibu. Sedari tadi Ibu nemenin Hongjoong di sini, membujuk Hongjoong untuk sadar dari keadaan.

"Ibu tau ini berat. Tapi ayo bangun dong, kasihan Seonghwa dan bayi perempuan kamu. Bayi laki-laki nya juga masih berjuang untuk hidup, dia butuh kamu,"

Hongjoong disadarkan dengan fakta kalo masih ada bayinya yang selamat tapi masih harus berjuang untuk hidup dengan kemungkinan bertahan hidup hanya 40%. Prematur tujuh bulan adalah usia siap lahir, bahkan lebih  baik dari  prematur delapan bulan. Tapi organ-organ tubuhnya  belum berfungsi dengan baik, mungkin, cuma doa yang bisa menjamin semuanya baik-baik aja.

"Ibu, Hongjoong salahnya besar banget ya Bu? Kasian Seonghwa, harus ikut nanggung karma suaminya," Hongjoong mulai nangis dan duduk dilantai, dibawah kaki ibunya. "Hongjoong minta maaf Bu. Hongjoong terlalu banyak nyakitin Ibu, Ayah, bahkan Seonghwa,"

"Jangan kaya gini dong, Ibu jadi sakit," Lirih Ibu. "Apa yang sudah terjadi yaudah, mungkin takdir. Barangkali ada sesuatu yang baik buat kalian dari takdir yang kurang baik aja. Jangan menyalahkan diri sendiri,"

"Daddy! Eh, kok nangis?"

Wooyoung dan Jongho dengan polosnya melemparkan pertanyaan sambil ngemut eskrim yang dibeliin Seungcheol dan Jeonghan. Kembar belum paham sama keadaannya, belum tau kalo Mommy mereka masih terbaring koma dan Shine girl mereka udah gak ada.

Hongjoong senyum dihadapan anak-anaknya. "Shine sudah lahir. Mau dikasih nama siapa? Shine laki-laki sama perempuan, ada dua,"

Mata Wooyoung dan Jongho berbinar, loncat-loncat kesenengan mendengar dua kabar bahagia. Kabar adik mereka udah lahir, dan kabar kalo adik mereka dua.

"Daddy kasih tugas, Jongho pikirin nama buat Shine perempuan, Wuyo pikirin nama buat Shine laki-laki. Oke?"

Keduanya ngangguk, dan Hongjoong janji apapun yang keluar dari mulut anak-anak, akan Hongjoong jadikan nama buat kedua bayinya.

"Shine perempuan namanya Shine," Ucap Jongho.

"Oke, kalo Wuyo? Udah punya nama?"

Wooyoung mikir sebentar. "Wuyo udah dapet! Namanya Naruto!"

•••

Gak ada Miracle buat Shine, bayi mungil ini tetep terpejam dan gak bergerak sedikitpun. Seorang perawat ngasih bayi itu ke Hongjoong buat di gendong. Terlalu mungil dan lucu sampe Hongjoong gak kuat buat gak nangis. Putrinya, Kim Shine, putri yang ditunggu-tunggu kelahirannya sekarang udah kaku ditangannya.
Gimana cara Hongjoong jelasin ini ke Seonghwa nanti?

"Hiiii Shine kecil banget, sebesar kaki Wuyo," Wooyoung terkikik, ngintip-ngintip ke atas karena gak sabar pengen lihat Shine.

"Dad, Shine gak nangis?" Tanya Jongho.

"Pak, apakah sudah punya nama?" Tanya si perawat. "Kalau sudah, akan kami masukan ke data segera,"

"Anak cantik ini namanya Shine Kim, yang ganteng di sana namanya Haruto Kim. Tolong ya sus, lakukan yang terbaik, biar Ruto bisa tetap hidup,"

Trust Fall Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang