🍁 Tujuh | Sebuah Titik Terang 🍁

102 12 241
                                    

Aku melewatkan hari ultah Marvin tanggal 1 kemaren dikarenakan draf belum siap karena aku lupa hari ultah dia. Jadi aku undur hari ini upnya😭😭

Nara bergidik setelah mendengar teriakan sahabatnya yang kerasnya hampir menyerupai suara letusan gunung berapi itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nara bergidik setelah mendengar teriakan sahabatnya yang kerasnya hampir menyerupai suara letusan gunung berapi itu. "Ya ampun. Lo bisa nggak sih, kalo kaget nggak usah pake teriak segala? Udah tahu suara lo cempereng banget?"

Sangat menyadari kalau punya 'kelebihan' yang membuat telinga orang sakit akibat suara 'merdu' nya, Thalita pun memelankan suaranya. "Iya, sorry. Eh, tapi bentar deh." Thalita kembali berpikir, lebih tepatnya berusaha mengingat sesuatu. "Tadi pagi gue sempet lihat jidatnya Marvin diplester tuh berarti gara-gara ulah lo, Ra?"

"Iya. Tapi gue kan nggak sengaja ngelakuin itu," Nara berkata dengan suara menyesal. "Ini semua tuh gara-gara si Randy itu, tahu nggak?" Karena penyebab kemarahannya waktu itu adalah karena Randy, makanya Nara menyalahkan Randy.

"Malah nyalah-nyalahin orang lagi, lo? Ra, lo tuh bener-bener nyari mati ya, berurusan sama si Marvin? Lo kan tahu sendiri Marvin itu orangnya kayak apa? Udah berkali-kali juga, gue ingetin sama lo buat lupain Marvin. Tapi lo bukannya lupain dia malah nyari masalah sama dia?" Thalita bukannya membantu sahabatnya, tapi justru menceramahi Nara layaknya emak-emak yang mengomeli anaknya.

Karena Thalita justru mengomelinya, Nara jadi pusing. "Aduh, Thalita. Apaan sih, lo? Gue ini mau minta lo temenin gue ke kelasnya Marvin buat minta maaf sama dia, bukannya buat dengerin celotehan lo. Udah deh, kita bahas lain kali aja. Sekarang kita ke kelasnya Marvin. Ayo!"

"Eh, eh, tapi ...." Nara nggak memberi kesempatan buat Thalita kembali menceramahinya, dia langsung menariknya lagi. "Nara, lo jangan nyiksa tangan gue, dong. Aduh, sakit tahu!"

🍁

Nara dan Thalita berdiri di depan kelas 12 IPA 1---kelas Marvin. Sejak dulu baru kali ini Nara berani datang ke kelas itu untuk menemui Marvin. Sebelumnya hal ini belum pernah terjadi. Jangankan untuk nekat menemui Marvin, lewat di depan kelasnya saja Nara tidak punya keberanian. Tapi hari ini berbeda. Nara sudah terlanjur punya urusan dengan laki-laki itu dan dia harus berani menghampirinya.

"Ayo cepetan sana," ujar Thalita. "Katanya mau minta maaf? Tuh, orangnya ada di dalem."

Nara mengintip ke dalam kelas dan memang melihat Marvin di dalam. Marvin sedang duduk sendirian di bangkunya sambil membaca buku. Saat jam istirahat, di kelas itu lumayan sepi. Selain Marvin, hanya ada beberapa murid di dalam.

"Cepetan sana."

"Iya, berisik banget lo?" Nara kesal Thalita ribut terus, padahal Nara masih berusaha mengumpulkan keberaniannya untuk menemui Marvin.

Setelah menarik napas panjang berkali-kali, Nara memberanikan dirinya untuk melangkahkan kakinya memasuki ruangan kelas itu. Dengan berbagai pertimbangan dan pemikiran yang matang dan siap setiap saat kalau Marvin memarahinya lagi seperti waktu itu.

Marvin Untuk NaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang