🍁Empat Puluh Tiga | Ingatan Masa Kecil🍁

9 1 23
                                    

Berhubung aku lagi berbaik hati, up lagi ya wkwkwkwk

Berhubung aku lagi berbaik hati, up lagi ya wkwkwkwk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nara memesan makanan di kantin sekolah. Dia sengaja datang ke kantin belakangan supaya tidak mengantre terlalu lama. Mengantre adalah suatu hal yang paling tidak disukai oleh semua orang, termasuk Nara. Di saat perut sedang kelaparan, siapa sih yang akan tahan mengantre lama hanya untuk memesan semangkuk bakso saja? Nara bukan tipe orang yang bersedia menahan lapar hanya untuk antre. Datang agak belakang tidak menjadi masalah daripada bergabung desak-desakan dengan kerumunan orang kelaparan.

"Makasih ya, Bi." Nara tersenyum ramah pada bibi penjaga kantin. Dia mengangkat nampan berisi semangkuk bakso dan segelas es teh manis. "Tambah cantik aja Bibi makin hari."

Gurauan Nara sukses membuat si bibi senyum-senyum tak jelas.

Saat Nara memutar tubuhnya, nampan yang dia pegang hampir terlepas dari pegangan, jantungnya nyaris lompat dari dalam tubuhnya karena kaget. Nara membelalakkan matanya melihat seseorang di depannya yang hampir dia tabrak.

"M-maaf," ujar Nara terbata.

Marvin sama sekali tidak mau bertatap muka dengan Nara. Dia memutar bola matanya ke segala arah. "Lo bisa minggir bentar nggak?"

Nara menggeser tubuhnya, dia hanya bisa melihat Marvin berjalan melewatinya dan memesan makanan di belakangnya. Meskipun hanya sekilas, Nara bisa melihat dengan jelas ada bekas lebam di wajah laki-laki itu yang membuatnya cemas. Apa yang dilakukan Marvin belakangan ini?

"Nara!" panggil Thalita yang sudah duduk di salah satu bangku di kantin itu. Kelihatannya Thalita sudah lebih dulu memesan makanan.

Nara berjalan ke tempat Thalita dan meletakkan nampan di atas meja. Dia duduk berhadapan dengan Thalita serta tidak lupa sesekali menengok ke tempat pemesanan makanan yang di sana masih ada Marvin. Meskipun Nara hanya bisa melihat punggung Marvin, tapi itu sangat berarti untuknya.

"Ra." Thalita kembali menyadarkan Nara dari lamunannya. "Lo ngapain sih, ngelihatin Marvin terus? Udah, dong."

Nara memutar kepalanya memandang mangkuk bakso di depannya.

Melihat sikap sahabatnya yang memprihatinkan itu membuat Thalita sedih. Thalita menoleh ke arah Marvin yang sekarang duduk di salah satu meja menikmati baksonya. Dia yang akhirnya mendengar cerita dari Nara mengenai masalahnya yang dihadapi dengan Marvin, itu membuat Thalita merasa kasihan pada mereka berdua.

Gue nggak ngerti, Ra. Thalita menatap Nara yang sedang makan bakso dengan keprihatinan yang mendalam. Kalian berdua tuh saling cinta, tapi kenapa sih semuanya harus kayak gini? Kenapa harus ada takdir yang misahin kalian? Nara ... dunia ini kejam banget sih, sama lo? Lo sama Marvin saling cinta tapi nggak bisa saling memiliki.

🍁🍁🍁

Billy membuka kamar Marvin. Kamar itu kosong tanpa ada penghuninya. Kelihatannya memang Billy sedang mencari Marvin. Seperti biasa, saat dia mengetuk pintu tidak ada sahutan dari dalam, makanya Billy langsung membuka pintu itu. Dugaannya benar, Marvin memang tidak ada di kamarnya.

Marvin Untuk NaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang