🍁 Lima Belas | Jadi Babu 🍁

57 9 123
                                    

Spesial di hari ultah mas mantan, aku up Nara nih wkwkwkwkwk walaupun hari ini spesial tapi part ini gada yang spesial ya. Biasa aja gitu, kayak aku🤣🤣

"Kenapa? Kenapa mandang gue kayak gitu?" tanya Marvin yang menyadari tatapan Nara berarti sesuatu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa? Kenapa mandang gue kayak gitu?" tanya Marvin yang menyadari tatapan Nara berarti sesuatu. Marvin tahu apa yang ada di pikiran gadis itu. "Lo nggak mau? Atau gue harus nyuruh lo buat nyapu sama ngepel seluruh lantai di rumah ini juga--"

"Eh, Marvin," potong Nara. "Apaan, sih? Aku kan bukan pembantu."

Lagi-lagi tawa sinis yang menjatuhkan diperlihatkan oleh Marvin. "Apa-apaan nih? Baru segini doang nyali lo?"

"Maksud kamu?"

Marvin melangkah, berjalan mendekati Nara yang sudah berdiri di sebelah meja makan. Dengan wajah menyebalkan seperti biasa, Marvin berkata ; "Bukannya selama ini lo bilang ngelakuin semuanya cuma buat minta maaf sama gue? Jadi sekarang, kenapa lo nggak bersihin aja seluruh rumah gue buat minta maaf sama gue?"

Nara berusaha mencerna maksud dari kata-kata Marvin ini. Menyuruhnya bersih-bersih rumah untuk minta maaf? Apa Marvin sedang memberikan sebuah syarat atau semacam hukuman untuknya? Dari hal itu, Nara mulai kepikiran sesuatu. "Kalo misalnya aku mau ngelakuin apa yang kamu mau dengan bersih-bersih rumah ini, apa kamu bersedia maafin aku?" tanya Nara.

Dalam hati Marvin merasa Nara adalah gadis pintar. Dia tahu apa maksud ucapannya meskipun tidak menjelaskannya secara rinci. "Bakal gue pertimbangin."

Senyuman mengembang di wajah cantik Nara yang sekarang perutnya sudah kenyang itu. "Jadi kamu mau maafin aku kalo aku bersihin rumah kamu?"

"Gue bilang gue bakal pertimbangin." Marvin memperjelas ucapannya. "Terus lo mau nggak, nih? Anggep aja hukuman buat lo."

Nara setuju-setuju saja meskipun Marvin hanya bilang 'akan mempertimbangkannya'. Ada kemungkinan dimaafkan begitu juga sebaliknya. Tapi ini sudah lebih baik karena Marvin sudah mau memberikan hukuman untuknya daripada hanya marah-marah seperti sebelumnya.

"Iya deh, aku mau." jawab Nara. "Tapi gimana sama pembantu di rumah kamu?"

"Pembantu apa? Di rumah gue nggak ada pembantu."

"Hah? Nggak ada?" Nara melongo.

"Lo nggak nyimak apa yang tadi gue bilang atau gimana, sih? Tadi gue udah bilang di rumah ini nggak ada orang. Semua pembantu lagi pulang kampung semua. Mereka nggak tahan gue marah-marahin terus. Tapi kalo lo, kayaknya beda, deh," ejek Marvin.

Hah? Apaan tuh maksudnya? Gue beda? Beda gimana? Beda karena bisa tahan dimarah-marahin sama dia? Lama-lama Marvin memang menyebalkan. Tapi Nara tidak punya pilihan lain.

"Terus aku harus mulai dari mana nih, bersih-bersihnya?" tanya Nara akhirnya.

Marvin tersenyum. Bukan senyuman manis melainkan senyuman puas dan mengejek karena sudah berhasil menjadikan Nara pembantu di rumahnya.

Marvin Untuk NaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang