Episode : Emir
Dulu aku sangat pesimis dan takut pada masa depan, aku selalu berfikir mustahil ada wanita di dunia ini yang mau hidup dengan lelaki sepertiku, hidup penuh kemiskinan sejak kecil, bahkan hingga hari ini beban ekonomi itu tak juga berakhir. Namun Maya mengubah semua pandangan itu, dia hadir seperti mimpi yang bahkan aku takut membayangkannya. Dia wanita baik yang begitu tulus menerima semua yang ada dalam diriku, semua tanpa secuil pun yang ia tinggalkan.
Dia seperti hadiah yang sengaja Allah berikan untuk membuatku yakin bahwa kebahagiaan itu nyata, dan bukan sebatas angan belaka.
"Terima kasih sudah ada di sini, membersamai setiap episode hidupku. Kamu lebih dari semua doa-doaku selama ini. Kamu paling tahu diriku bahkan melebihi diriku sendiri, saat ragu takut dan kecewa, kamu selalu bisa membuatku bangkit. Dulu aku berfikir bahwa aku bisa baik saja tanpamu, tapi nyatanya selama kita tidak bertemu, aku selalu tersesat. Terima kasih Maya, terima kasih sudah mencintaiku dan bersedia menjadi teman hidupku."
Aku duduk di depannya sambil memegang tangannya erat. Dia masih Maya yang dulu, masih kulihat jelas rasa cinta yang begitu dalam itu tanpa berkurang sedikit pun.
"Aku selalu menunggumu, meskipun selalu ragu, tapi selalu datang keyakinan bahwa kamu memang takdirku." Sahut Maya tersenyum dan kami saling menatap.
Aku tersenyum mengangguk, "Maaf untuk semua waktu yang kamu habiskan untuk menungguku, maaf untuk kesempatan yang selalu kulewatkan, juga maaf untuk hati yang dulu begitu buta dan tak bisa melihat ketulusanmu."
Entah kenapa mata ini mulai berkaca-kaca. Aku membayangkan betapa beratnya hari-hari Maya saat aku selalu melukai dan menutup mata. Aku merasa sangat bersalah, kenapa aku harus menyakitinya jika sebenarnya aku menyukainya.
"Apa pun yang terjadi di masa lalu, semua bagian dari takdir. Jadi tidak perlu diingat lagi." Kata Maya sambil membelai rambutku, entah kenapa terasa begitu nyaman dan hangat.
"Aku akan berusaha menjadi istri yang baik yang selalu mendukungmu dalam hal apa pun, yang sebisa mungkin meringankan bebanmu. Seberat apa pun di masa depan, aku tetap di sini bersamamu, jadi kamu tidak akan kesepian atau merasa lelah sendirian. Semoga aku bisa menjadi salah satu alasanmu untuk bahagia."
Mataku basah, mudah sekali Maya membuatku terharu dan merasa paling beruntung.
"Kalau begitu, apa kamu masih bersedia menjadi partner bisnisku? Aku ingin mewujudkan impian kita di masa lalu, menghidupkan kembali bisnis yang pernah tumbuh dan membuatnya besar. Aku ingin kembali berjuang bersamamu."
Maya tersenyum lebar, matanya memancarkan cahaya sangat dan mengangguk dengan mantap.
"Tentu, mari kita bangun kembali impian yang sempat terhenti. Aku siap membersamaimu dalam setiap perjuangan."
Aku tersenyum mengangguk dan segera kutarik tangannya hingga jatuh dalam pelukanku.
"Aku mencintaimu, sangat mencintaimu, istriku."
****
Episode : Maya
Begitu baik Allah merangkai takdir ini, dulu aku merasa begitu berat hari-hari yang harus kujalani, merasa berjuang seorang diri, merasa hanya jadi tempat sampah yang setelah penuh lekas dibuang. Namun hari ini aku melihat masa depan, terutama karena kesempatan berbisnis itu bisa kami ulang kembali.
Impian Emir adalah impianku sejak dulu, bahkan jika pun perasaan ini tidak terbalas dan kandas pun aku tetap ingin mewujudkannya, dan ternyata takdir memang selalu datang di saat kami siap.
Setelah menikah Emir memutuskan untuk berhenti bekerja di perusahaan dan full time membangun bisnis kami dulu, katanya dia tidak mau jika harus LDR, karena jika masih bekerja maka kami akan sering berjauhan karena tuntutan pekerjaan, namun dengan berbisnis kami bisa berjuang bersama, menjadi diri kami sendiri dengan posisi yang sama. Tidak ada istilah ini gajiku itu gajimu.
"Nikmat Tuhanmu mana yang kau dustakan. Alhamdulillah, masya Allah aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Semoga ini gerbang menuju masa depan terbaik untuk kita." Kata Emir sambil memandang ruko yang berhasil kami beli setelah sebulan menikah.
Ruko tersebut adalah ruko yang dulu saat masih kuliah sangat diinginkan Emir, dan Alhamdulillah setelah lima tahun lebih baru terbeli.
"Alhamdulillah, tidak ada yang lebih indah dari semua rencana Allah." Sahutku sambil menggandeng tangannya.
Emir tersenyum memandangku, aku bisa melihat rasa haru dan syukur yang begitu banyak di sana.
"Mari kita berjuang kembali membesarkan bisnis yang dulu sempat berhenti."
"Aku siap belajar." Kataku dengan mata berkilat saking semangatnya.
Kami berjalan memasuki ruko kami yang hari ini sudah begitu ramai karena hari pembukaan dengan banyak promo.
Terima kasih ya Allah, hidup ini tidak perlu banyak menggalau, cukup jalani dengan sabar dan syukur, karena bagaimana pun takdir yang sudah tertulis akan tetap datang di saat yang tepat.
End
Happy ReadingMakasih ya buat semua yang sudah baca, maaf telat posting.. Semoga novel ini ada hikmah yang bisa diambil dan bisa menginspirasi..
Salam hangat
Ulin Nurviana
KAMU SEDANG MEMBACA
Sesederhana itu Mencintaimu (Selesai)
Teen FictionDia yang sangat gigih, pekerja keras, cerdas, berprestasi, juga dia yang hidup miskin hingga harus banting tulang untuk tetap bisa kuliah dan menjadi tulang punggung keluarganya. Dia inspirasi hidupku, seseorang yang membuatku tahu bahwa kesempurnaa...