"Dari mana?"
Pertanyaan dari kakaknya yang menyambut kedatangan Kalila kala dia baru saja masuk rumah. Kalila pikir, kakaknya itu sudah berangkat ke kantor, tapi ternyata belum. Gadis itu meneguk ludahnya susah payah, tak ada cara lain selain berbohong pada kakaknya.
"Dari rumah Indi," jawab Kalila.
Randy—kakak Kalila—menatap adiknya itu tajam. Pagi tadi saat dia akan membangunkan saudari kembar Kalila, dia melihat pintu kamar Kalila sedikit terbuka, tapi pria itu sama sekali tak menemukan keberadaan Kalila di kamarnya. Kalila pergi tanpa berpamitan pada orang rumah, opa oma mereka sampai kesal lantaran Kalila yang pergi tanpa pamit.
"Dari rumah Indi? Kamu tahunya cuma main mulu. Mau jadi apa kamu? Kamu lihat Lula, dia sudah sukses di usia muda, padahal belum lulus kuliah."
Bagi keluarga Nowlan karir lebih penting dibandingkan pernikahan, maka dari itu banyak keluarga mereka yang menikah di umur yang menginjak kepala tiga, bahkan ada yang menikah di usia kepala empat. Begitu juga dengan kakaknya, umur kakaknya sudah akan kepala tiga, tetapi sama sekali belum memiliki pasangan hidup. Kakaknya lebih sibuk mengejar karirnya dibandingkan pernikahan.
"Kamu dengar, Lila. Berhenti bermain-main dan secepatnya selesai skripsi kamu," marah Randy.
Di keluarga mereka, Kalila adalah beban, Kalila penyebab kedua orang tuanya pergi, maka dari itu mereka membenci Kalila. Sangat membenci Kalila.
Kalila hanya menunduk, tak berani menatap kakaknya. Seandainya kakaknya itu tahu kalau dia bukan dari rumah Indi melainkan dari club untuk menolong dosennya tapi malah berujung masa depannya dirusak, apa yang akan dilakukan kakaknya? Apa dia akan dihajar hingga tak bernyawa? Ataukah diusir dari rumah ini?
Oh, ya Tuhan, Kalila tak bisa membayangkan hal itu terjadi, dia tak mau berpisah dari keluarganya sekalipun dia sering dibanding-bandingkan dengan saudari kembarnya dan dibenci oleh keluarganya. Dia juga harus mendapatkan pengakuan dari seluruh keluarganya, maka dari itu Kalila sudah merancang kehidupannya. Lulus nanti dia akan membangun usaha toko pakaian fashion wanita dan anak zaman sekarang, dia sudah mempersiapkan semuanya dengan tabungan yang dia miliki.
"Bersihkan diri kamu dan lanjut selesaikan skripsimu. Gak boleh keluar kamar kalau skripsi kamu belum selesai," pungkas kakaknya kemudian langsung bangkit dari duduknya, meninggalkan Kalila.
Gadis usia dua puluh satu tahun itu tak bisa membantah, tak bisa juga memohon pada kakaknya agar diberikan keringanan dalam pengerjaan skripsinya. Kalila menunduk dalam, rasanya ingin menangis kala mengingat dia selalu dibanding-bandingkan dengan saudari kembarnya.
Kalula lebih pintar
Kalula lebih baik
Kalula bisa diandalkan
Kalula lebih sukses
Semuanya Kalula. Semua keluarganya lebih suka pada Kalula, karena Kalula lebih baik dari segalanya. Sementara dia, dibenci oleh semua anggota keluarga Nowlan.
"Lula, makan dulu baru ke cafe!" pekik omanya membuat Kalila semakin hancur.
Selalu seperti itu, ada atau tak ada dia di rumah, yang dipanggil makan selalu Kalula. Kalila hanya akan makan setelah semua keluarganya makan, dia sama sekali tak pernah diajak atau sekadar dipanggil untuk makan bersama. Tidak semasa hidupnya. Seandainya kedua orang tuanya masih ada, apa yang akan mereka lakukan? Bagaimana sikap mereka padanya dan Kalula? Apakah sama rata ataukah berbeda?
***
Kalila benar-benar tak keluar dari kamarnya untuk menyelesaikan skripsi, seperti apa yang diperintahkan kakaknya. Dia melakukan semua itu demi mendapatkan pengakuan dari keluarganya, bahkan dia sampai menahan rasa laparnya demi semua itu.
Setelah beberapa jam menyelesaikan skripsinya, Kalila pun dapat merenggangkan tubuhnya. Bahkan tak terasa sudah menunjukkan pukul tiga sore, pantas saja dia merasa sangat lapar. Kalila benar-benar merasa sangat lapar. Gadis itu mematikan laptopnya, kemudian keluar kamar menuju dapur yang memang tak jauh dari kamarnya.
Jika kamar semua anggota keluarganya ada di atas, berbeda dengan kamarnya yang ada di lantai bawah yang hanya beberapa langkah sampai di dapur. Walau begitu, Kalila tetap bersyukur, jadi dia tak perlu naik turun tangga.
Kala gadis itu sampai di dapur, hal pertama yang Kalila dapatkan adalah oma, opa, dan Kalula yang sedang bercanda bersama. Gadis itu tersenyum kecut melihatnya, dia mana pernah bercanda bersama kedua orang itu. Sejak kecil, dia memang selalu dibanding-bandingkan dengan Kalula. Sifat mereka berbeda antara Kalila dan Kalula, mungkin karena Kalila saat kecil sangat nakal, sangat bodoh, bisa membaca pun nanti saat kelas empat SD. Ah, atau mungkin karena Kalila penyebab orang tuanya meninggal dan Kalula yang koma selama dua bulan.
"Ngapain kamu?" tanya Haliza—omanya—dengan ketus.
Kalila tersenyum kecil, lalu menjawab, "Mau makan, Oma."
"Oh, jangan dihabisin."
Hanya itu yang keluar dari mulut Haliza, kemudian mengajak Kalula ke ruang tamu, diikuti oleh opanya yang sama sekali tak peduli dengan Kalila.
"Secepatnya lulus, biar kamu bisa seperti Lula. Biar bisa membanggakan keluarga, jangan hanya jadi beban saja," kata Anzel—opanya—sebelum benar-benar keluar dari dapur.
Sepertinya, memiliki karir yang cemerlang hanyalah satu-satunya cara agar dia mendapatkan pengakuan dari keluarganya, agar semuanya tak membencinya. Baik itu kakaknya, Kalula, opa dan oma serta seluruh anggota keluarga Nowlan, semuanya membanding-bandingkan dirinya dengan Kalula.
***
Sementara di tempat lain, tepatnya apartemen Abit, Abit dibuat kepikiran dengan apa yang terjadi antara dirinya dan Kalila—mahasiswi bimbingannya. Pria itu mencoba untuk mengingat-ingat, tapi sayangnya dia sama sekali tak dapat mengingat apa saja yang terjadi semalam.
Yang Abit ingat, dia sedih kala mendengar kabar kalau gadis yang dia cintai akan menikah, kemudian dia datang ke club Grazela dan memesan ruang VVIP yang memiliki sofa besar untuk melampiaskan semuanya dengan cara mabuk. Dia benar-benar tak tahu kenapa bisa ada Kalila di ruangan itu, menangis tanpa sehelai benang pun.
"Sialan," geram Abit.
Pria itu memukul-mukul kepalanya dengan kuat, berharap dia bisa mengingat apa yang terjadi semalam. Tapi kenapa dia tak bisa mengingat semuanya? Apa itu karena dia semalam mabuk berat?
Abit menghela napasnya, dia mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Seandainya dia tak ke club malam dan memesan ruang VVIP, semuanya tak akan jadi seperti ini. Dia tak mungkin merusak Kalila dan semua tak akan terjadi.
"Anak orang rusak gara-gara gue, tapi dia gak mau gue tanggung jawab," gumam Abit pelan.
Pria itu putus asa, dia tak tahu harus melakukan apa, agar Kalila mau menerimanya. Bagaimana kalau Kalila hamil? Abit tak ingin nantinya Kalila nekat untuk menggugurkan kandungannya, sekalipun itu darah daging Kalila sendiri.
"Gue emang brengsek. Kenapa harus jadi seperti ini?"
Abit membenturkan kepalanya di dinding, tak peduli dengan rasa sakit yang mendera, asalkan dia bisa membalas perbuatannya sendiri pada Kalila.
***
Update lagi nih!
Coba deh, kasih tahu aku tanggapan kalian tentang keluarga Kalila, tentang Kalula, dan tentang Abit di kolom komentar.
Jangan lupa tinggalkan jejak yah
Bye bye
KAMU SEDANG MEMBACA
KALILA (NOVEL TERSEDIA DI SHOPEE DAN TIKTOK)
RomanceBagi Kalila yang selalu dibanding-bandingkan dengan saudari kembarnya adalah hal yang paling menyebalkan. Di keluarganya, karir lebih penting dibandingkan pernikahan, membuat Kalila harus mengejar karirnya seperti saudari kembarnya yang sudah memili...