Suara pintu rumah yang terbuka membuat semua orang di ruang tamu mengalihkan perhatiannya pada orang yang baru saja masuk rumah.
Melihat orang yang masuk rumah itu adalah Kalila, Haliza langsung mengambil alat tes kehamilan yang sempat dia letakkan di meja, kemudian melemparkannya ke wajah Kalila. Jelas saja, gadis itu yang tengah pucat setelah pulang dari rumah sakit semakin pucat saat melihat benda apa yang dilemparkan ke wajahnya.
"Ini—"
Belum selesai Kalila bersuara, Haliza sudah menyelanya.
"Punya kamu, 'kan? Hah?"
"Oma, Kalila—"
"Saya tahu itu punya kamu anak sialan!" sentak Haliza mengumpat pada Kalila. Dia menatap Kalila marah, membuat orang yang ditatap kini menunduk takut.
Semakin tak suka melihat Kalila yang cuma diam menunduk, Haliza mendekat pada Kalila, lalu menarik rambut Kalila hingga membuat si empunya meringis kesakitan. Namun, entah mungkin naluri seorang ibu, Kalila memegang perutnya, seperti melindungi kehidupan yang ada di sana.
"Dasar perempuan murahan! Setelah membunuh anakku dan menantuku, kamu kini membuat keluargaku malu," sentak Haliza lagi, berteriak di depan wajah Kalila yang hanya diam menahan rasa sakit di kepalanya.
Bila biasanya Kalila akan ikut memegang kepala dan rambutnya agar tak begitu merasakan sakit, tapi kini Kalila memegang perutnya, menjaga kehidupan di sana. Kalila juga tak tahu, kenapa tangannya tiba-tiba saja bergerak memegang perutnya? Padahal kalau dia keguguran, ini adalah hal yang Kalila suka, Kalila inginkan.
"Oma, sakit," ujar Kalila meringis pelan.
"Sakit? Ini belum seberapa dengan rasa sakit yang kamu torehkan untuk keluarga kami. Murahan!"
Setelah mengatakan itu, Haliza melepaskan tangannya di rambut Kalila, seraya mendorong Kalila. Napas Haliza memburu, dia melirik pada Kalila sejenak, lalu melangkah menuju tempatnya tadi.
"Mending Randy yang turun tangan, kalau sama Oma, dia bisa aja mati. Seandainya membunuh itu gak ada hukumnya, maka Oma akan bunuh dia. Nyawa dibayar nyawa," pungkas Haliza.
Wanita paruh baya itu menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tamu, lelah memaki dan memarahi Kalila, hal itu hanya akan membuat dia semakin kesal dan ingin menghajar Kalila habis-habisan
Keinginan Haliza terkabulkan saat Randy langsung menatap wajah Kalila. Sontak itu membuat Kalila mundur beberapa langkah akibat tamparan kakaknya. Pipi gadis itu nyeri, bahkan parahnya, sudut bibir Kalila sampai mengeluarkan darah. Tangan Kalila menegang pipinya yang terasa panas serta nyeri, dia menatap Randy dengan mata berkaca. Ditampar mungkin sudah sering oleh kakaknya, tapi ini pertama kalinya tamparan paling sakit yang dia rasakan.
"Kak, Lila bisa jelasin semuanya. Tolong kasih Lila kesempatan untuk cerita," pinta Kalila.
Kalila ketakutan, dia takut Randy mengusirnya dari rumah. Kemana dia harus pulang? Di mana lagi rumah ternyaman yang dia miliki selain rumah ini? Sekalipun semua orang di sini membencinya, bagi Kalila ini adalah rumah ternyaman yang dia miliki. Kalila tak masalah dibenci, tapi dia tak mau diusir dan disuruh pergi dari rumah ini.
"Tidak ada yang perlu dijelaskan, Kalila. Kamu memang hanya bisa membuat keluarga malu. Di keluarga ini, gak ada sejarahnya hamil di luar nikah, dan kamu satu-satunya orang itu," ucap Randy penuh penekanan.
"Keluar dari rumah ini, Kalila. Kamu tidak pantas di rumah ini. Sekalinya jadi beban, seterusnya akan tetap jadi beban di keluarga. Kenapa kamu hidup? Harusnya mati biar tidak ada lagi orang yang buat keluarga ini malu," lanjut Randy sukses membuat Kalila diam seribu bahasa.
Dia diusir? Akan tinggal di mana dia? Tabungan mungkin ada, tapi tak sebanyak dan mungkin hanya cukup untuk menghidupi dirinya selama dua bulan.
"Kak, jangan usir Lila. Lila janji, akan menggugurkan janin ini, tapi tolong jangan usir Lila," pinta Kalila memohon.
"Kamu tidak pantas tinggal di rumah ini. Rumah ini suci, dengan adanya kamu di sini, rumah ini jadi kotor seperti kamu."
"Jangan usir, Lila," pinta Kalila lagi.
Rahang Randy mengeras mendengarnya, dia menatap Kalila tajam, kemudian memungut alat tes kehamilan tadi dan melemparkan di wajah Kalila.
"Setelah gak bisa membanggakan, kamu hanya bisa bikin keluarga malu," kata Randy.
Nada suara pria itu tinggi, sangat kentara sekali bahwa pria itu marah besar pada adiknya. Mata Randy memancarkan amarah, hal itu membuat Kalila hanya bisa menunduk tak berani mengatakan apapun. Kalila sadar akan kesalahannya.
"Mau jadi apa kamu, Kalila? Hah?!" sentak Randy membuat Kalila mundur selangkah karena terkejut mendengar suara kakaknya.
"Hamil di luar nikah, apa kamu pikir itu baik?" hardik Randy.
"Maaf, Kak."
Hanya itu yang keluar dari mulut Kalila, dia tak berani mengatakan apa-apa, ditambah lagi dengan dia yang malu karena ada pekerja rumah juga di ruang tamu ini.
"Memang, Kalula lebih baik dari kamu. Kamu hanya bisa buat keluarga malu, pantas semua anggota keluarga benci sama kamu. Bisanya jadi beban saja," ucap kakaknya benar-benar menusuk tepat di jantung Kalila.
Semua keluarga membencinya, itu adalah fakta, bahkan mungkin semua keluarga Nowlan tak ingin melihatnya. Kalila sering melihat anggota keluarga yang lain melihatnya sinis, bahkan ada yang terang-terangan. Kalila sering mendengar perkataan mereka.
Kalila hanya beban.
Kalila menyebalkan.
Kalula lebih baik dari Kalila.
Kalula yang terbaik.
Dan terakhir, Kalila bisanya hanya buat keluarga malu.
Kalila sadar, dia hanyalah beban di keluarga Nowlan, apalagi saat dia yang masih juga belum membangun karirnya di saat semua sepupunya yang seumuran dengannya sudah memiliki karir bagus bahkan usaha yang bagus.
"Pergi dari sini Kalila, jangan pernah muncul di hadapan kami lagi."
Seketika, Kalila mendongak, menatap kakaknya dengan kepala yang menggeleng cepat. Dia menolak untuk pergi dari rumah ini, rumah yang sudah menjadi tempat pulangnya sejak kecil. Air mata gadis itu kini jatuh membasahi pipinya, gadis itu sudah tak bisa berpura-pura kuat, sudah tak bisa menahan tangisnya kala sang kakak mengusirnya untuk keluar dari rumah.
"Tunggu apa lagi?! Pergi dari sini!"
"Jangan, Kak. Jangan usir, Lila. Nanti Lila tidur di mana? Lila bagaimana nanti di luar sana? Lila makan apa? Lila nanti pulang ke mana? Di mana tempat Lila pulang nanti?" berondong Kalila dengan pertanyaan yang jelas tak akan dijawab sampai kapan pun. Gadis itu juga kini berlutut di kaki kakaknya, berharap kakaknya mau memaafkan dirinya dan mengizinkan dia untuk di sini sekalipun dengan syarat menggugurkan kandungannya.
"Pergi dari rumah ini, Kalila. Jangan bawa satu pun barang-barang kamu, karena semuanya yang beli bukan kamu."
Kalila menggeleng cepat, dia tak mau keluar dari rumah ini.
"Mulai hari ini, Kalila Naira sudah bukan keluarga Nowlan lagi. Berhenti menggunakan nama Nowlan di belakang namamu."
***
Yahooo
Gimana sama part ini?
Apa tanggapan kalian sama keluarga Nowlan yang jahat ini?
Jangan lupa tinggalkan jejak yah
Bye bye
KAMU SEDANG MEMBACA
KALILA (NOVEL TERSEDIA DI SHOPEE DAN TIKTOK)
RomanceBagi Kalila yang selalu dibanding-bandingkan dengan saudari kembarnya adalah hal yang paling menyebalkan. Di keluarganya, karir lebih penting dibandingkan pernikahan, membuat Kalila harus mengejar karirnya seperti saudari kembarnya yang sudah memili...