20-Harapan

81.4K 3.7K 119
                                    

Mona mengernyit heran melihat Abit yang baru saja keluar dari kamar seraya tersenyum malu-malu, tanpa henti bahkan saat mengambil air minum pun, senyum Abit sama sekali tak luntur.

Mona yang tadinya sibuk membantu asisten rumah tangga memasak, langsung menghampiri Abit kemudian memukul pundak Abit keras. Hal itu membuat Abit yang minum langsung tersedak karena kaget, mamanya tiba-tiba saja datang memukul pundaknya.

Sekalipun Abit tahu kalau di dapur ada mama dan Sarah—asisten rumah tangga, Abit tak sadar kalau mamanya mendekat.

"Aku kaget loh, Ma," ungkap Abit membuat Mona mencibirnya.

"Salah sendiri cuma senyum-senyum gak jelas. Kamu kenapa?"

Ditanya seperti itu pada mamanya, membuat senyum Abit bukannya luntur malah semakin lebar, belum lagi dia teringat dengan kejadian semalam. Ah, rasanya semalam Abit ingin menghentikan waktu sejenak agar bisa terus bersama dengan Kalila.

"Mama jadi takut kamu gila karena Kalila masih gak bisa terima kamu," ucap Mona membuat Abit seketika melotot tak suka mendengar perkataan mamanya.

"Doain, Ma, Kalila bisa terima Abit dan anak kami. Biar bisa hidup bersama selamanya," balas Abit.

"Makanya kamu juga berjuang," peringat Mona.

Dari yang Mona lihat, Abit tak begitu berjuang untuk mendapatkan hati Kalila. Apabila Kalila menghindar, Abit tak berani mendekati Kalila.

Mendengar itu, Abit terdiam cukup lama, dia memang benar-benar menjauh apabila Kalila menghindar darinya, tak mau membuat Kalila marah. Abit pernah membaca artikel kalau ibu hamil sensitif dan mudah marah. Pria itu tak mau Kalila malah marah dan mungkin saja itu bisa berpengaruh pada kehamilan Kalila.

"Terus kamu kenapa senyum-senyum gak jelas?" tanya Mona kembali ke topik utama pembicaraan mereka.

"Kalila sama Abit tadi malam seranjang," jawab Abit dengan mata berbinar.

Jawaban Abit yang begitu bersemangat, dengan mata berbinar, membuat Mona mengerjap berkali-kali. Wanita paruh baya itu tak percaya kalau anaknya semalam tidur seranjang dengan menantunya, dia mengingat jelas persyaratan yang diajukan Kalila sebelum mereka menikah dulu.

Namun, Mona tak langsung percaya, dia malah mengernyit heran pada Abit, membuat Abit berdecak kesal.

"Mama gak percaya?"

"Gaklah. Mama gak pernah lupa sama syarat yang Kalila ajukan," ungkap Mona.

"Tapi memang semalam kami sekamar," balas Abit.

Mona menggeleng pelan, masih tak percaya dengan pernyataan anaknya. Hingga kedatangan Kalila di dapur membuat Mona langsung beralih menatap Kalila. Menantunya itu terlihat baik-baik saja, biasanya selalu mual dan muntah.

"Kalila mau makan?" tanya Mona menyambut kedatangan Kalila di dapur.

Sementara Kalila, tersenyum kecil pada mertuanya yang begitu peduli padanya. Kasih sayang, perhatian, dan kehangatan keluarga malah Kalila dapat pada keluarga orang yang paling Kalila benci, bukan pada keluarganya sendiri.

Keluarga sendiri? Mungkin hanya Kalila yang menganggap keluarga Nowlan adalah keluarga, tetapi mereka tak menganggap Kalila sebagai salah satu anggota keluarga Nowlan.

"Belum lapar, Ma. Lila mau bantuin masak," jawab Kalila langsung menghampiri Sarah dan membantu Sarah memotong sayuran.

"Kenapa gak istirahat aja?" tanya Abit. Dia tak mau Kalila kelelahan, Kalila dan anak mereka lebih penting.

Mendengar pertanyaan itu, Kalila mendelik kesal. Bukankah Abit tadi melihat dia baru bangun tidur? Bahkan tadi saat di kamar, dia belum keluar, Abit sudah keluar lebih dulu, sedangkan Kalila memilih untuk kembali membaringkan tubuhnya.

"Pak Abit lihat sendiri, 'kan? Hari ini saya gak mual, jadi baik-baik aja."

Balasan ketus dari Kalila sama sekali tak membuat Abit marah, justru pria itu tersenyum bahagia kala mengingat Kalila sama sekali tak mual dan muntah pagi ini setelah tidur sekamar dengannya. Sepertinya memang keinginan anak mereka yang tak mau jauh-jauh dari papanya. Dia menghampiri Kalila, berdiri telat di belakang Kalila, melihat sang istri yang begitu telaten memotong sayuran.

"Mungkin karena semalam kita seranjang, ya? Jadi babynya gak rewel," ucap Abit membuat Kalila langsung mendengkus kesal.

Menurut Kalila, Abit terlalu percaya diri. Gadis itu rasa, dia tak mual dan muntah hari ini hanya karena kebetulan, mana mungkin karena tidur seranjang dengan Abit.

"Ini hanya kebetulan babynya gak rewel," balas Kalila ketus.

Abit tersenyum kecil melihat wajah kesal Kalila, sambil memotong sayur, Kalila juga menggerutu dan masih bisa didengar oleh Abit yang ada di belakang Kalila.

"Kebetulan dari mananya?" tanya Abit. Pria itu menggigit kecil bibir bawahnya, menahan senyum. Bisa dibilang, ini pertama kalinya dia dan Kalila mengobrol seperti ini.

"Iyalah. Saya yakin, ini hanya kebetulan. Babynya lagi gak rewel aja," balas Kalila.

"Untuk ngebuktikan semuanya, gimana kalau kita sebentar malam tidur sekamar lagi?"

Kesal mendengar perkataan Abit, Kalila menghentikan gerakan tangannya memotong sayuran, kemudian membalikkan badan. Namun, ibu hamil itu terkejut melihat keberadaan Abit tepat ada di belakangnya. Kenapa dia tak sadar? Kenapa dia tak menandai posisi Abit dari suaranya?

Karena posisi Abit yang berada tepat di depannya, Kalila oleng dan hampir saja pinggangnya terbentur dengan kabinet dapur, tetapi Abit sigap menahan sang istri.

"Hati-hati, kamu lagi hamil, Kalila," peringat Abit dengan lembut seraya berbisik pelan.

Berada di posisi seperti ini, lengan Abit yang melingkar di pinggangnya, sementara kedua tangannya berada di dada Abit, membuat jantung Kalila berdetak kencang. Bukan karena kaget, tapi karena Abit yang memeluknya walau itu dilakukan karena mau menolongnya. Selain itu, nada suara Abit membuat Kalila tak dapat berkutik, belum lagi ada Sarah—asisten rumah tangga—dan Mona yang melihat interaksi antara dua orang itu.

Pipi gadis itu memerah malu dan itu dilihat Abit. Tak ingin membuat Kalila marah padanya, Abit melepaskan tangannya di pinggang Kalila, kemudian menggaruk tengkuknya. Jujur saja, pria itu salah tingkah karena sikapnya tadi.

Sedangkan itu, Mona yang melihatnya tersenyum kecil. Ini merupakan hal ya g langka, dia belum pernah melihat Kalila dan Abit mengobrol panjang lebar seperti ini. Pertama kalinya. Wanita paruh baya itu berharap semoga pernikahan Abit dan Kalila bisa berlangsung selamanya, dia penasaran dan ingin melihat bagaimana masa depan kedua insan tersebut.

Berbeda dengan Sarah yang langsung berceletuk, "Den Abit sama Non Kalila romantis banget."

Seketika Kalila menoleh pada Sarah. Celetukan dari Sarah membuat Kalila tak suka mendengarnya. Apa yang tadi itu dikatakan romantis?

"Semoga pernikahannya langgeng terus. Semoga bisa bahagia selamanya," lanjut Sarah.

Namun Abit hanya tersenyum paksa. Pernikahan yang langgeng dalam pernikahan mereka mungkin tak akan pernah terjadi, keluarga bahagia yang Abit impikan selama ini tak akan dia rasakan bersama Kalila.

"Doain, ya, Bi. Semoga semuanya berjalan lancar, termasuk persalinan anak kami."

Sayangnya, Kalila hanya diam tak berkutik. Harapan Abit sampai kapanpun tak akan pernah menjadi nyata, Kalila tetap pada keputusannya untuk cerai setelah melahirkan anak ini.

***

Holaaaa

Akhirnya aku update lagi🤭

Lama yah, biasanya pagi update, tapi karena sibuk banget jadi update malam.

Pokoknya jangan lupa tinggalkan jejak buat KALILA. Sekalipun lebih seru yang di Tiktok 😆

Btw, Tiktoknya dipantau terus, barangkali ada notif dari aku pas tengah malam 🙈

Bye bye

KALILA (NOVEL TERSEDIA DI SHOPEE DAN TIKTOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang