4-Barang Bekas

94.2K 3.9K 45
                                    

Kalila terkejut saat sepasang sepatu mengenai punggungnya kala dia tengah sibuk membaca kembali skripsinya di meja belajar. Gadis itu menoleh, mendapatkan saudari kembarnya tengah bersandar di pintu seraya melipat tangannya di dada, mata Kalula menatap Kalila dengan tatapan sombong serta merendahkan.

"Sepatu buat lo," ucap Kalula membuat Kalila seketika menatap sepatu itu yang tergeletak di lantai.

Gadis itu menunduk menunduk, mengambil sepatu tersebut dan melihat dengan teliti. Memang benar, sepatu yang diberikan Kalula masih terlihat bagus, sekalipun sepatu bekas, sama sekali tak ada tanda-tanda kerusakan di sepatu itu. Namun, tidak bisakah dia mendapatkan sepatu baru seperti keinginannya?

"Buat lo aja deh, gue juga udah gak butuh," ucap Kalula.

Kalila mendongak, menatap Kalula yang masih setia berdiri di depan pintu kamarnya. Terlihat dengan jelas bagaimana perbedaan antara dirinya dan saudari kembarnya. Bagai langit dan bumi. Kalula selalu mendapatkan apa yang dia inginkan, sementara Kalila, sekuat apapun dia berjuang untuk bisa mendapatkan apa yang dia inginkan, tak akan pernah dia dapatkan.

Gadis itu kadang kala iri pada saudarinya. Pujian yang kadang kala didapatkan oleh Kalula membuat Kalila berjuang ingin mendapatkan juga pujian dari keluarga.

"Tapi ini semuanya barang bekas lo, memang gak bisa ngasih gue barang baru biar cuma satu?" tanya Kalila. Bukan tak bersyukur, setelah kejadian mereka kecelakaan yang menyebabkan kedua orang tuanya meninggal dunia, Kalila sama sekali tak pernah mendapat barang baru lagi.

Sayangnya, pertanyaan dari Kalila barusan didengar oleh Randy yang baru saja mengambil air minum untuk dibawa ke kamarnya. Pria itu langsung berhenti dan menoleh pada pintu kamar Kalila, matanya memicing melihat Kalula berdiri di depan pintu kamar Kalila, kemudian menghampiri Kalula.

"Kenapa?" tanya Randy pada Kalula.

Mendengar pertanyaan dari kakaknya, Kalula menoleh, menatap kakaknya dengan wajah cemberut.

"Kalila gak mau terima sepatunya, dia maunya yang baru," jawab Kalula sontak membuat Randy naik pitam.

Pria itu menyodorkan segelas minuman yang tadi dia ambil pada Kalula, kemudian masuk ke kamar Kalila, menghampiri Kalila yang kini menatapnya dengan tatapan memohon.

Kalila yakin, kakaknya ini pasti mau menyiksanya lagi. Dia hanya mendongak, diam di tempat seraya menatap Randy yang kini menatapnya tajam.

Tanpa ada aba-aba, tanpa Kalila mempersiapkan diri agar tak terkejut merasakan sakit dari pukulan yang diterima, Randy langsung memukul kepala Kalila keras, lalu menarik rambut Kalila sehingga si empunya meringis kesakitan.

Bagi Kalila, apa yang dia rasakan saat ini sudah biasa dan sudah sering dia terima. Rasa sakit dan perih di dadanya mungkin tak bisa lagi diobati, hal yang Kalila bisa hanya pasrah menerima rasa sakit tersebut.

"Kamu yang bisanya cuma buat susah, terus minta dibeliin sepatu baru?"

Nada suara Randy yang marah sudah sering Kalila dengar, juga Kalula yang sering mengadu pada Randy. Kalila sering mendengarnya. Hinaan merupakan makanan sehari-harinya.

"Enak aja. Kamu itu harusnya tahu diri, di sini kamu hanya numpang. Kami berbaik hari masih mau ngurusin kamu," lanjut Randy.

"Maaf, Kak," lirih Kalila.

Gadis itu masih meringis, kedua tangannya menahan tangan Randy agar tak semakin menarik rambutnya, sementara dadanya tiba-tiba terasa nyeri. Perbuatan Randy tersebut sama sekali tak membuat siapapun di rumah keluarga Nowlan membantu Kalila, sekalipun mereka mendengar dan melihat langsung. Bagi mereka, penderitaan Kalila adalah kebahagiaan semuanya.

"Kamu itu harus ingat satu hal, kamu pembunuh dan hidup kamu sama sekali gak berharga bagi kami," ucap Randy.

Dikatai sebagai hidup tak berharga sudah sering Kalila dengar, bahkan sering mendengar keluarga mendoakannya dia mati. Kecelakaan yang menyebabkan kedua orang tuanya meninggal membuat semua orang membenci Kalila.

Andai malam itu dia tak memaksa orang tuanya untuk ke puncak, kedua orang tuanya mungkin sampai sekarang masih ada, masih bersamanya, dan masih memberikan dia kasih sayang.

Gadis itu mencoba menahan rasa sakitnya, lalu berkata, "Kalila hanya mau sepatu baru, Kak. Gak lebih. Nanti uangnya Kalila ganti."

"Ganti dengan apa? Kamu saja gak punya apa-apa, Kalila," sentak Randy.

Kakaknya Kalila itu melepaskan tangannya dari rambut Kalila, kemudian menatap Kalila tajam.

"Kamu tahu, hargamu bahkan lebih murah dari anjing, atau mungkin sama sekali gak memiliki harga," lanjut Randy.

Dia kemudian keluar, meninggal Kalila yang kini terisak pelan. Tangan kiri Kalila memegang kepalanya yang sakit setelah menerima tarikan keras dari kakaknya, sedangkan tangan kanannya memegang dadanya yang nyeri.

Hidupnya lebih murah dari anjing. Hal itu benar-benar menyakitkan. Apa hidupnya benar-benar tak se-berharga itu di keluarga Nowlan ini? Perkataan kakaknya barusan terdengar begitu menohok hatinya, sakit serta rasa ngilu membuat Kalila rasanya ingin pergi jauh dari sini. Apapun yang dia dengar semuanya benar-benar menyakitkan.

***

Abit terbangun dari tidurnya saat mimpi buruk yang akhir-akhir ini terjadi datang di mimpinya. Napas pria itu terengah-engah, tubuhnya basah karena keringat, matanya menatap langit-langit kamar apartemennya.

Mimpi anak laki-laki menangis meminta tolong padanya karena disiksa ibunya, membuat Abit dilanda ketakutan. Dia takut, mimpinya tersebut seperti menggambarkan bagaimana kebencian Kalila padanya.

Mimpinya buruk itu sering dialami Abit semenjak malam kelam itu. Abit takut kalau Kalila benar-benar mengandung dan menggugurkan kandungannya, Abit tak ingin itu terjadi. Dia seharusnya mencari cara untuk membujuk Kalila agar mau menerima dirinya bertanggung jawab, tetapi pria itu hanya diam saja semenjak Kalila menolaknya.

Apa dia hanya diam tanpa berusaha sedikit pun? Hamil atau tidaknya Kalila, Abit akan tetap bertanggung jawab. Namun, bagaimana cara membujuk gadis itu agar mau menerimanya?

Abit menghela napasnya, kemudian dia bangkit dari berbaringnya. Kemudian pria itu mengambil ponselnya yang dicharge di nakas, melihat waktu di sana.

Namun, kening pria itu mengernyit heran saat dia mendapatkan pesan masuk dari mamanya di pukul satu dini hari.

Mama
Kamu kapan pulang?
Kakak kamu semenjak menikah dia malah jarang kumpul sama mama, padahal masih tinggal satu rumah.

Kakaknya baru saja selesai menikah dua minggu yang lalu, sudah jelas kakaknya tak ada waktu untuk mamanya karena masih suasana pengantin baru.

Membahas kakaknya, Abit jadi teringat alasan dia mabuk hinggap merusak Kalila malam itu. Seandainya malam itu dia tak tergoda untuk menghilangkan stresnya dengan cara mabuk, semuanya tak akan seperti ini.

Abit
Abit belum bisa pulang. Maaf, Ma.

Hanya itu yang Abit bisa balas, dia tak bisa pulang ke rumah sebelum dia menyelesaikan semuanya. Dia harus bisa membujuk Kalila agar mau menerima dia bertanggung jawab. Abit benar-benar mau berjuang untuk membujuk Kalila.

***

Uhuyyyy akhirnya update lagi bab 4.

Yang kemarin baca KALILA tapi part ini gak ada, ingat yah, ini spesial part-nya. Tenang, masih ada beberapa lagi spesial part buat kalian.

Jangan lupa tinggalkan jejak yah

Bye bye

KALILA (NOVEL TERSEDIA DI SHOPEE DAN TIKTOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang