02

6.7K 630 61
                                    

Dreeblissa

Baru beberapa menit Jeka membaringkan tubuhnya di kasur sebelum kedamaiannya itu diusik oleh ketukan di pintu kamarnya. Jeka menarik napas dalam-dalam, siapa lagi jika yang mengetuk itu adalah Lily, cewek norak, kampungan yang dibawa ibunya untuk tinggal bersamanya.

Demi apa pun, apa ibunya sengaja untuk menyulitkannya dengan membawa cewek norak berponi ini ke apartemennya?

Ketukan pintu itu terus terdengar, Jeka dengan sangat terpaksa harus bangkit berdiri dan membuka pintu kamarnya. Raut wajah Lily terpampang jelas di depan matanya. Wajah bulat nan lugu dengan kacamat dan poni itu sungguh mengganggu pemandangan.

"Napa lu?" tanya Jeka dengan sedikit nama sinis dan terkesan malas.

"Jeka, apa aku boleh minjem gayung?"

Mata Jeka seketika saja melotot. "Buat apaan?"

"Buat mandi. Oh ya, bak air nggak ada?"

Jeka langsung saja tertawa keras. Dia memegang perutnya. "Heh, kocak banget lo anjir," katanya. "Ly, gue tau lo dari kampung anjir, tapi nggak gini juga. Lo udah di ibukota woi. Sini gue ajarin." Jeka berderap menuju kamar mandi.

"Betewe, kabinet itu kosong, lo bisa taroh kebutuhan buat mandi lo di sana," ucap Jeka menunjuk lemari gantung di dekat wastafel. "Asal jangan lo simpen daleman lo aja di sana."

Lily mengangguk.

"Nih sini ..." Jeka menarik tangan Lily, berdiri di dekat sekat. "Kalo lo mau mandi nggak perlu gayung dan bak mandi, jaman udah canggih, otak lo juga harus maju. Nih, tinggal pencet ini airnya keluar noh dari atas," ujar Jeka dan membuat Lily sedikit terkejut karena cipratan air yang jatuh. "Kalo mau mandi air panas atau anget, lo bisa teken yang ini." Jeka menjelaskan dan Lily benar-benar memerhatikan. "Udah ngerti?" tanya Jeka menoleh sejenak pada gadis kampung itu.

Lily mengangguk paham. "Udah."

"Kalo ini ..." Jeka mendekat pada wasbak. "Ini namanya wastafel. Di sini lo bisa cuci muka, sikat gigi, cuci tangan, tapi bukan buat nyuci pakean," tutur Jeka.

Lily tersenyum kikuk dan mengangguk pelan. "Makasih."

Jeka menarik napasnya, sedikit menggaruk kepala dan berjalan keluar dari kamar mandi. Tapi, begitu kakinya baru selangkah keluar dia kembali menoleh pada Lily. "Gue bentar lagi mau keluar," katanya. "Lo bisa masak kan? Kalo nggak biar gue gofood-in."

"Bisa kok," jawab Lily.

Jeka terdiam sejenak, memandang gadis itu sedetik sebelum akhirnya berpaling dan beranjak menuju kamarnya.

Di kamar Jeka berkacak pinggang, menghadap jendela kamar apartemennya yang menampilkan langit cerah di luar sana. Dia terkekeh pelan. Geez, mengapa dia harus tinggal bersama gadis kampungan itu? Bahkan menyalakan shower saja dia tidak bisa. Jeka khawatir, jika dia meninggalkan gadis itu dalam dua jam saja mungkin hal buruk bisa terjadi ... apartemennya terbakar misalnya.

Lucu sekali, tapi siapa tau hal itu bisa saja terjadi.

Menit berikutnya Jeka kembali berbalik dan berdiri tepat di depan pintu kamar mandi. Dia tau Lily sedang mandi, tapi dia harus membicarakan hal ini. Menunggu gadis kampung itu selesai mandi sepertinya akan membuang banyak waktunya, karena dia harus pergi. Pergi ke mana? Ayo lah, Jeka ini anak muda ibukota yang memiliki banyak teman, menjadi idaman banyak gadis, percayalah hampir setiap hari dia tidak pernah di apartemen. Selain berkuliah, dia juga senang hang out dengan teman-temannya, mungkin apartemen hanya menjadi tempatnya tidur semata. Jeka bahkan hampir tidak menyentuh area dapur.

Tangan Jeka mengetuk pintu kamar mandi. "Woi, lo udah telanjang belum? Gue mau ngomong." Frontal sekali pemuda ini. Untung saja Lily tidak mendengar ucapannya, tapi gadis itu mendengar ketukan pintu.

Jeka terkejut saat wajah Lily menyembul keluar dari celah pintu yang sedikit terbuka. Pakaiannya masih lengkap melekat di tubuhnya, tapi yang membuat Jeka kaget adalah tak ada kacamata yang bertengger di hidung Lily, dan bando besar di kepalanya juga sepertinya dilepas. Bodoh, jika Jeka berpikir Lily akan mandi dengan dua benda khas dari gadis itu.

Jeka sedikit mematung saat maniknya bertabrakan dengan netra cokelat cerah yang Jeka rasa manik itu sepertinya berkilauan. Mata Lily indah, dia tak ingin berdusta soal itu, tapi mengapa kacamata bulat dengan lensa tebal itu menyembunyikannya. Lily terlihat lebih baik seperti saat ini tanpa kacamata dan bando bodohnya itu.

"Eh, kenapa?"

Jeka menggeleng, dia tersadar. "Lo belum mandi kan?"

Lily menggelengkan kepalanya. "Belum. Kenapa, Jek?"

"G-Gu-Gue bakal pesan makanan buat lo. Lo nggak usah masak, nggak usah nyentuh area dapur, kecuali kalo lo mau minum."

"Kenapa?"

"Ugh, ngggak apa-apa sih. Cuma gue takut lo bingung, soalnya gue mau keluar."

Lily mengangguk paham dan sedikit melipat bibirnya. "Oh, yaudah oke."

"Hm, yodah lanjutin mandi lo."

Jeka menggaruk tengkuknya setelah pintu kamar mandi kembali tertutup. Dia melepas napas beratnya. "Apa itu tadi?"

× × ×

Air yang jatuh bebas dari pancuran menghujani tubuh Lily. Kulit putih cerah yang selama ini berlindung di balik baju berukuran besar dan panjang hampir menutupi seluruh tubuhnya kini tampak polos tanpa sehelai kain pun.

Berpikir bahwa dia seorang gadis lugu dari luar memanglah benar, tapi percayalah Lily adalah seorang gadis cantik yang hanya menipu pandangan orang lain tentangnya.

Berat dan tinggi tubuhnya ideal dengan lekuk yang indah. Ukuran dada dan bokong yang pas. Jika tanpa kacamata bulat tebal, bando besar di kepala, pakaian yang jadul menutupi tubuhnya ... Percayalah Lily bisa membuat semua laki-laki memutar kepala menatapnya dan mengejarnya dengan buket bunga besar bahkan rela melakukan apa saja demi mendapatkan dirinya. Tapi, dia bukan lah gadis yang menginginkan semua kesenangan itu. Dia nyaman dengan dirinya yang dikenal sebagai gadis pecinta buku dan cerdas, gadis kampungan dan cupu yang sering dia dengar dari Jeka mau pun teman-teman di tempat asalnya.

Lily tetap menyembunyikan jati diri yang sebenarnya. 

Tangannya mulai membalur seluruh tubuhnya dengan sabun setelah keramas dan membiarkan rambutnya tergerai basah di punggung. Perlahan tangan Lily turun dari perut menuju pangkal pahanya dan pelan-pelan naik menuju area sensitif; pusat tubuhnya. Kepala Lily mendongak, membiarkan semburan air membasahi wajahnya, detik kemudian terdengar desahan seksi keluar dari bibir Lily.

Yeah, she did the m word.

× × ×

Dreeblissa • Liskook 18+ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang