09

6.5K 651 159
                                    

Dreeblissa

"Bapak lo pelerrrr." Umpatan itu terlontar keluar dari bibir Jeka saat tengah mabar game mobile bersama teman-temannya via online. Percayalah, ucapannya pada sang ibu yang mengatakan akan pergi ke rumah Marvell itu hanya sebuah dusta semata, karena yang sebenarnya terjadi adalah Jeka tengah berbaring di sofa menunggu kepulangan Lily dan ibunya.

"Santai dong ..." Temannya yang dimaki dari seberang menyahut.

Katakan Jeka ini seorang yang memiliki gengsi setinggi langit, tapi dia memang munafik karena sebenarnya dia sedang menunggu seperti apa wujud Lily yang dipermak ibunya.

"Elo goblok, udah dibilang mid aja ngapain lo ke atas?" Jeka mengoceh, adu mulut dengan temannya.

"Si Jeka emosinya setipis isi dompet gue anjing."  Teman Jeka yang lain berucap sembari tertawa.

"Miskin dong lo, Yon?"

"Iya, kek lu miskin. Bayar utang cepetan."

"Dit, nge-lord, Dit!" teriak Jeka.

"Bentar-bentar."

Jeka hanya sendiri di apartemennya, tapi dia tidak merasa kesepian karena adanya permainan ini yang selalu membuatnya terhubung dengan teman-teman. Walau saat bermain emosi Jeka harus meluap-luap, karena tingkah konyol guild-nya yang membuat Jeka terkadang harus kehilangan wr-nya pada game tersebut. Tapi, itu bukan sesuatu yang benar-benar penting baginya, hanya sekedar hiburan semata.

Saat tengah asik bermain, bahkan setelah memenangkan permainan, Jeka sontak saja menurunkan ponselnya saat mendengar pintu apartemen di buka. Sudah hampir pukul enam sore saat Lily dan ibunya kembali. Terdengar suara tawa sang ibu dan sosok keduanya langsung muncul di hadapan Jeka.

"Jeka ..." Itu suaranya ibunya memanggil.

Jeka langsung saja bangkit duduk saat melihat penampilan baru Lily yang berdiri agak sedikit di belakang ibunya. Damn gurl you're slaying again. Maksudnya, yang Jeka lihat ini tidak salah kan?

Lily benar-benar cantik, bahkan Jeka tidak tau berapa kali dia menelan liurnya sendiri saat melihat gadis kam- badjingan, maksud Jeka adalah gadis hot itu. Ya, ya, di otak Jeka dia tidak ingin menggaris kata kampung itu untuk Lily lagi, karena gadis itu bukan gadis kampung biasa, dia gadis kampung premium– limited edition.

Jeka memandang Lily dari bawah hingga atas. Demi Tuhan, apa itu benar-benar Lily? Mengapa Jeka masih terus denial, padahal jelas-jelas yang berdiri di depannya ini adalah Lily dengan penampilan yang berbeda.

Dalam balutan jeans hitam cutbray, crop top putih dilapisi jaket Lily tampak berbeda terlebih ... apa dia mewarnai rambut dan sedikit memotongnya? Warnanya terlihat cokelat dan sedikit lebih pendek dari sebelumnya. Dan demi apa pun yang menjadi fokus utama Jeka bukan hanya kecantikan dan rambut Lily, tapi body gadis itu. Benar-benar sempurna. Dadanya, pahanya, kakinya bahkan betis Lily itu adalah idaman para kaum adam. Dan Jeka tak mengelak, jika saat ini dia sedang membayangkan tangannya merengkuh pinggang langsing Lily.

Jeka bahkan tengah membayangkan bagaimana rasanya memeluk Lily dan mencium bibirnya yang seksi itu. Tapi, satu yang masih membuat Jeka kesal, mengapa kacamata bulat itu masih menempel di wajahnya. Bando besar itu sudah tersingkir, tapi kacamata itu ... astaga Lily, tolong lah.

"Jeka ..." Sarah memanggil putranya yang tampak terdiam; sedang terpesona dengan sosok Lily. "Air mulut kamu tuh, tumpah ..."

Jeka tersadar saat ucapan ibunya mendarat di telinga. "Apaan sih, ma." Dia menyahut cepat lalu berdeham dan memperbaiki posisi duduknya.

"Cie, terpesona ya..." Sarah menggoda Jeka dengan merangkul Lily. "Lily cantik kan? Gimana?"

Sarah yang memuji Lily, tapi sementara gadis itu tertunduk malu dengan wajah yang sedikit memerah sebab bukan hanya pujian dari bibir tante Sarah yang membuatnya malu, tapi juga tatapan Jeka tadi. Pemuda itu tidak sedikit pun melepas pandangannya dari Lily, bahkan tak berkedip sedikit pun hingga membuat Lily sebenarnya gugup. Tapi, apa pakaiannya buruk? Maksudnya, Jeka ini anak ibukota yang sudah pasti fashion taste-nya bagus dan Lily sedikit ragu dengan penampilannya.

"Cantik sih," jawab Jeka pelan dan seakan berusaha untuk tidak memberikan reaksi tertarik yang berlebihan, padahal sebenarnya yang terjadi di balik wajahnya yang datar itu jantung Jeka tengah melompat tak karuan di dalam sana, bahkan dia bisa bertaruh bahwa dirinya ingin berteriak dan mengakui bahwa Lily benar-benar sempurna, terlewat sempurna jika dia melepas kacamata bodohnya itu.

"Lily sendiri loh yang milih pakaiannya. Semua pakaiannya loh, Jeka. Lily ini punya selera fashion yang bagus ternyata," jelas Sarah panjang lebar. "Lily juga yang milih buat ganti warna rambut dan motong dikit rambutnya. Gimana udah nggak culun lagi kan, Jeka? Udah nggak kayak ondel-ondel kan?"

Mata Lily membesar dan menoleh pada Sarah, sedangkan Jeka hampir mencekik dirinya sendiri. Bagaimana bisa ibunya membocori semua yang dia katakan itu di hadapan Lily.

"Tenang, Ly, anaknya bentar lagi makan karma cokelat."

Lily memberikan ekspresi bingung pada ibu dan anak ini. Dia tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan tante Sarah, tapi Lily tau itu pasti ocehan Jeka pada tante Sarah tentang dirinya. Culun, ondel-ondel, dasar pemuda mulut lancang. Percayalah Lily sudah kebal dengan semua tuturan Jeka tentang dirinya, dan semua ocehan itu tidak berpengaruh pada Lily sama sekali.

"Ma, sebenarnya aku anak kandung mama atau bukan? Jatuhin harga diri anaknya mulu dah," omel Jeka. Dan Jeka sudah tidak heran lagi setelah mendengar ucapan ibunya bahwa Lily yang memilih pakaian itu. Melihat setumpuk pakaian seksi di lemari Lily tadi membuat Jeka semakin yakin bahwa gadis itu tidak benar-benar polos.

"Halah drama kamu. Bilang aja malu." Sarah masih pada pendiriannya yang secara tidak langsung me-roasting  anak laki-lakinya. "Kalo kayak gini cocok ke kampus kan?"

"Hah? Kampus?  Begitu?" Jeka berucap dengan menekankan setiap kata yang keluar dari bibirnya.

"Iya lah. Mama liat banyak anak muda berpakaian kayak gini di kampus kamu."

"Mau ke kampus buat belajar apa mau pamer udel biar dideketin cowok?" Tanpa sadar Jeka seperti berujar jengkel dan membuat Sarah juga Lily kaget.

"Loh kamu kenapa, Jek?" tanya Sarah. "Kok kesel?"

Jeka seakan tersadar dengan nada bicaranya tadi. Tapi, benar ... dia memang kesal. Entah mengapa, tapi membayangkan Lily berpenampilan seperti itu dan melenggang di kampus membuat Jeka jengkel hingga ubun-ubun. Seharusnya biar saja katro kayak biasanya, karena dengan penampilan seperti ini Jeka khawatir bukan hanya dia yang menginginkan Lily, tapi predator brengsek di luar sana juga  pasti mengincarnya.

"Ng—Nggak ... kesel apaan. Aku cuma ngomong. Lagian ke kampus biasa aja, maksudnya yang normal-normal aja. Kampus buat nyari ilmu bukan buat fashion show."

"Lah?" Sarah jadi bingung. "Kamu sendiri loh yang minta mama buat merubah penampilan Lily, sekarang kenapa jadi labil gitu, Jeka?"

"Tau ah ..." Jeka bangkit berdiri dan berderap dengan sedikit kesal ke kamarnya.

"Jeka, anak aneh kamu ya!" teriak Sarah, tapi tidak ditanggapi oleh pemuda itu sama sekali.

"Tan, udah ... mungkin Jeka lagi kesel ..." ucap Lily.

"Kesel apa? Dia tuh suka sama kamu, tapi gengsi aja yang gede. Pasti udah mikir aneh-aneh tuh anak."

Lily tidak tau apa yang harus dia tuturkan lagi. Dia hanya bisa melebarkan senyumnya saja dengan malu-malu.

Apa benar? Apa tante Sarah tidak salah bicara? Apa Jeka menyukainya?

Wah, jika benar begitu, Lily akan semakin canggung di depan Jeka, sebab sebenarnya Lily juga menyukai  pemuda itu. Tapi, dia selalu berusaha menutupi perasaannya. Walau realitas jantungnya selalu berdetak cepat ketika Jeka menatapnya.

× × ×

Jeka menutup pintu kamarnya dengan sedikit membanting. Dia menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur begitu saja, lalu menghembuskan napas seakan menahannya untuk waktu yang lama.

"K0nt00LLL, cantik banget asu ..."

BERSAMBUNG

Dreeblissa • Liskook 18+ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang