Mark tidak menyangkah bahwa karena mulutnya satu keluarga seakan dihambang kehancuran. Keluarga kecil yang dulu ia agung-agungkan, membuat iri siapapun yang melihat, kini seolah tinggal serpihannya saja. Bunda terbaring lemah, sementara anak kandungnya menunggu di kursi luar karena memahami Bundanya yang tak sudi melihat wajahnya. Tidak apa-apa, Mark tahu Jeno orang yang kuat dan pengertian. Jadi masalah perasaan seorang anak tidak menjadi prioritas Mark. Maka ketika Ayah Jaehyun memohon Mark untuk menjaga Bunda Doyoung sebentar karena alasan berangkat kerja, Mark pun tanpa pikir panjang langsung menyetujuinya.
Sedekat itu hubungan keluarga kecil itu denganya. Mark sudah terbiasa dianggap anak kedua mereka, jadi ia pun menganggap Doyoung dan Jaehyun sebagai Ayah Bundanya pula. Bahkan dalam keadaan sedemikian kecewanya pula, Bunda masih memberikan senyum sambutan, menanyakan kabar dari sekolahnya pula, seakan-akan Mark adalah anak kandungnya pula.
"Mark masih sama Haechan?" Begitu tanyanya. Saat Mark memilih untuk menyuapkan apel yang sudah ia kupaskan. Bunda tidak menolak malah dijadikannya kesempatan ini untuk saling mengobrol.
"Masih kok Bunda."
"Jangan macem-macem sama anak orang, kasihan nanti Ibunya." Nasehatnya membuat Mark mencelos.
Padahal Mark sendiri yang merasa dia yang macem-macemin otak suci Jeno. Serius Mark benar-benar merasa sebersalah ini.
"Bunda gak mau ketemu Jeno?"
"Dianya gak ada."
"Dia ada di luar, nungguin Bunda dari kemarin." Bunda hanya mengabaikan saja pernyataan Mark. "Mau Mark panggilkan?"
"Nggak usah." Putus Bunda cepat. "Nanti saja kalau perasaan Bunda udah baik." Bunda berusaha memamerkan senyum.
Kalau begini kasihan Jeno. Dia benar-benar seperti anak ayam yang kehilangan induk. Terlebih ketika dia mendengar kabar diculiknya Jaemin dari Haechan, penderitaan Jeno bertambah menjadi anak ayam yang kehilangan betinanya.
Untuk itu sedikit dari rencana Mark Lee, dia mengumpulkan teman-teman band nya, yakni Hyunjin dan Bangchan. Mereka yang lebih dulu dengar kabar kehamilan Jaemin pun sama terkejutnya namun tanpa disertai perasaan bersalah yang dalam seperti Mark.
"Makannya persiapan. Kalau gak punya kondom itu tinggal bilang sama kita-kita pasti dikasih kok. Gak usah sungkan!" Cerca Hyunjin bersama Bangchan, begitu pertama kalinya dia bertemu Jeno di ruang tunggu. Tipikal teman-teman biadap.
"Tapi great Job Bapak Jeno. Pilihan terbaik buat skip masa depan adalah memang benar jadi suaminya Seo Jaemin hehehe."
"Gak usah galau gitu bro, yang namanya orang tua pasti maafin. Toh masa depanmu sama Jaemin kan sudah terjamin."
"Calon pemegang kendali perusahaan Seo Johnny. Nanti kapan-kapan bantuin investasi motel lah?"
"Lha, malah diam nih orang. Ngomong dong Jen?"
"Setan kalian semua." Reaksi singkat Jeno terhadap ocehan-ocehan tak berfaedah dari teman-temannya. Rasanya memuakkan karena di lorong rumah sakit masih tersisa dokter dan perawat yang lewat. Beruntungnya Jeno bukan Mark yang lebih mudah main tangan untuk menjitak kedua kepala temannya itu. Reaksi yang diberikan Jeno pun hanya berdiri dan pindah tempat duduk.
Pada saat itu Mark berpikir bahwa sahabatnya itu benar-benar mati rasa. Seolah tak punya kendali akan hidup yang menimpahnya. Jeno ibarat cangkang kosong yang kehilangan segalanya dan Mark benar-benar ingin membantunya.
"Mau ketemu Jaemin gak?" Bisik Mark.
Jeno menaikkan alisnya mustahil. Rumah Jaemin bukan rumah biasa. Ada pagar besar mengelilinginya, ditambah jarak antar gerbang dan pintu rumah saja memakan waktu beberapa menit. Belum lagi posisi kamar Jaemin yang dilantai atas. Jeno sepertinya sudah menyerah dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
TESTPACK (Nomin) REPUBLISH
FanfictionPengaruh buruk dari teman-temannya membuat Jeno dan Jaemin mencoba hal baru dalam gaya berpacaran mereka. CW: missgendering, bxb