Kedua siswa SMA itu berangkat ke sebuah klinik terpencil pinggir kota. Pakaian seragam hanya dibalut jaket denim sementara Jaemin menggunakan sweeter warna biru laut. Tak lupa disertai kacamata hitam pekat untuk menutupi kebimbangan hati keduanya.
Sebuah keputusan berat sampai keduanya akhirnya memutuskan berhenti memperjuangkan makhluk hidup di dalam perut. Usianya baru dua bulan tentu belum ada nyawa yang melekat. Hanya berupa gumpalan darah. Mereka mendapat informasi klinik dari salah satu teman Jungwoo. Hanya berpura-pura membajak ponsel Jungwoo dan menanyai salah satu teman malamnya dan secepat itu Jaemin mendapatkan informasi. Maklum saja, praktek aborsi di kota ini masih sangat langkah. Di tempat ini seorang dokter yang terpaksa pensiun karena sebuah masalah. Dia pun akhirnya membangun klinik ini yang diperuntukkan bagi muda mudi yang mengalami kecelakaan, seperti Jaemin dan Jeno.
Mengantri pada loket, Jaemin mendapatkan nomor 42. Memperhatikan sekitar dan rupanya banyak pengunjung pula di tempat ini. Ada yang memang sendirian, berpasangan atau ramai-ramai di antar teman-temannya. Hanya saja dalam ukuran muda, Jaemin dan Jeno adalah yang pertama tiba.
Jadi apa mereka berdua termasuk orang-orang nekat yang membunuh bayi yang bahkan belum sempat ditiupkan nyawa untuknya? Entah kenapa memikirkannya membuat Jaemin semakin mencengkram lengan Jeno kuat. Ia sungguh sangat takut akan pikiran-pikiran buruknya.
"Kalau kamu takut, kita bisa berubah pikiran Na?" Hibur Jeno memberi elusan pada tangan kekasihnya.
"Aku bukan orang plin-plan Jeno." Decihnya. Memilih duduk pada bangku panjang yang kosong. Walau sejak tadi mereka terus menjadi perhatian pengunjung terutama pakaian seragam mereka.
Nomor 42
Suara dari loket mengagetkan mereka berdua. Ragu-ragu Jaemin berdiri dengan menggandeng Jeno erat. Mengikuti interuksi salah seorang perawat untuk masuk ke dalam.
Bau obat menyeruak. Seorang dokter yang usianya masih sangat muda tersenyum sambil melambaikan tangan. "Masuk-masuk!"
Pintu ditutup, melangkah masuk ke dalam keduanya lantas duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan dokter bername tag Hendery.
"Jadi sudah berapa bulan?" Tutur katanya lembut, seolah ingin menenangkan. Karena sejujurnya kaki Jaemin sedari tadi bergetar hebat.
"Dua bulan dok."
"Sudah dua bulan, bentuknya kira-kira seperti ini." Dokter Dery menunjuk gambar perkembangan janin yang sengaja dipajang di meja kerjanya.
"Kayak kentang yah dok?" Bisa-bisanya Jaemin bereaksi begitu saat dokter menjelaskan. Sampai rasanya Jeno mengeryitkan wajah tak suka.
"Iya, kayak kentang. Tapi diusia ini kentangnya sudah pintar. Otak dan jantungnya sudah mulai berkembang."
Dag dig dug... Dag dig dug...
Itu suara jantung Jaemin yang mulai berdetak abnormal. Tolong hentikan dokter ini menjelaskan apapun lagi. Jaemin ingin cepat-cepat menyelesaikan dan menyudahi semuanya.
"Sudah dipilih mau metode apa?"
"Metode apa?" Jaemin bertanya lagi.
"Buat keluarin bayi kentang kamu itu ada macam-macam metodenya." Entah maksudnya menyindir atau bukan, Dokter Dery sudah membuka penjelasannya.
"Pertama pakai garam atau saline. Jadi air ketuban kamu dikeluarkan disuntik dengan larutan garam berkonsentrat tinggi. Janin kamu yang sudah mulai ada napasnya teracuni. Larutan kimianya membuat kulit janin kamu terbakar dan memburuk. Sekitar 1 jam, janin kamu mati dan lahir dengan kondisi gosong."
"Gosong dok?" Jaemin mentap tak percaya.
"Iya gosong karena terbakar. Jadi hampir mirip seperti sate gitu. Sate bayi."
KAMU SEDANG MEMBACA
TESTPACK (Nomin) REPUBLISH
FanfictionPengaruh buruk dari teman-temannya membuat Jeno dan Jaemin mencoba hal baru dalam gaya berpacaran mereka. CW: missgendering, bxb