"Burrito Jen, yang dimasakin Bunda dulu ke sekolah." Jaemin bercerita antusias lewat panggilan telepon di jam siang. Sementara Jeno yang baru membereskan perlengkapan sekolahnya bergegas menuju parkir sepeda.
"Itu namanya burrito?" Jeno menyebut makanan daging sapi yang ditumis, daun selada, tomat, paprika yang dibalut flat bread dan ditaburi saus mayonaise.
"Ih kamu mah tahunya makan doang." Mencebik kesal. Suara sengaja di mode manja. "Buatin yah Jen, aku beneran ngidam nih? Kamu rela anak kita nanti kalau besar kayak Hyunjin?"
"Hyunjin ngileran?"
"Ya enggak, dia kan bibirnya lebar gegara pas bayi gak diturutin ngidamnya."
Ditempat lain pasti Hyunjin sudah bersin-bersin diomongin kedua pasangan ini.
"Perasaan kamu ngidam kok bolak balik?" Timpal Jeno sedikit bercanda. Padahal sih dia tahu bayinya sering kena fitnah dari ibunya untuk menuruti keinginannya.
Tapi andai Jaeminnya ada di depan, sudah pasti dia akan melempar ponsel mengenai muka Jeno. "Ya sudah sih kalau gak mau, aku tinggal—
"Iya Na, iyaaa...." Balasnya tanpa menunggu lama. Mati kutu Jeno kalau Sang tuan putri sudah memerintah.
"Nanti aku ke rumah kamu jam berapa?" Tanyanya lagi.
"Jam 5 sore kayaknya Daddy sama Mom mau pergi. Kamu kesini yah?"
"Okay..." Begitu percakapan terakhir mereka lewat ponsel milik Mark. Ponsel yang diberikan secara cuma-cuma sebagai upaya perasaan bersalahnya sementara Jaemin sendiri memakai ponsel lama Jeno.
Cepat-cepat Jeno menyalakan mesin motornya untuk segera menuju rumah. Bundanya memang sudah pulang, tapi mana mungkin dia secara terang-terangan memasakan untuk Jaemin. Bisa-bisa penyakitnya kambuh lagi.
Selama itu Bunda masih mendiaminya. Masih memenuhi kewajibannya untuk memasak lalu menempatkan uang saku Jeno begitu saja di meja. Tidak ada komunikasi yang terjalin. Bunda masih kecewa dan Jeno cukup tahu diri.
Sial bagi Jeno yang dipikirnya memasak adalah hal yang mudah justru menjadi sulit ketika dia sama sekali tak tahu bahan-bahan dapur. Dengan modal tutorial dari you tube dia pun masih dalam tahap membedakan mana garam dan bagaimana bentuk merica. Lima puluh soal fisika bahkan lebih mudah dikerjakan ketimbang berurusan dengan dapur.
Saking berisiknya kegiatannya di dapur, Jeno bahkan tidak sadar ada mata yang terus mengawasinya dari tadi sambil tangan bersedekap. Membuat fokus Jeno meluruh sehingga menjatuhkan spatula penggorengannya.
"Kamu itu mau masak atau mau bikin keributan?" Sindir Bundanya yang disambut Jeno dengan senyum kikuk.
Bunda menatapnya datar. Mengambil bagian disamping Jeno sehingga Jeno respek mengundurkan diri. "Bunda mau apa?"
"Kamu lihat sendiri Bunda lagi apa?" Jawabnya masih sedikit ketus. Masalahnya ini Bunda mengambil alih bahan-bahan yang sudah Jeno siapkan tapi Jeno tak sepercaya diri itu untuk meminta.
"Bunda laper, mau Jeno beliin makanan?"
"Gak usah banyak gaya kamu. Keuangan kita menipis!"
Sudah miskin malah anaknya nambah-nambahin masalah lagi. Begitu otak perasa Jeno berkata.
"Ya udah biar Jeno bantu Bunda."
Walau tidak bisa dikatakan membantu juga. Jeno hanya melihat bagaimana tangan-tangan lincah Bunda dalam mengiris, menyalahkan api atau menumis daging di penggorengan. Hal yang selama ini tidak pernah disyukuri, betapa beruntungnya dia memiliki Bunda.
"Mau buka cattering gak Bun?" Guraunya menghapus ketegangan. Dari tadi Bunda diam terus dan apa yang Jeno lakukan hanyalah tak jauh-jauh dari mengambil air, dan botol kecap.
![](https://img.wattpad.com/cover/327948351-288-k204531.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
TESTPACK (Nomin) REPUBLISH
FanfictionPengaruh buruk dari teman-temannya membuat Jeno dan Jaemin mencoba hal baru dalam gaya berpacaran mereka. CW: missgendering, bxb