Semua seperti mimpi. Tidur Dera sampai tidak nyenyak, bukan galau, heran saja dengan keputusannya kemarin. Mana dia jadi sering mukul-mukul pipinya serupa harus bangun dari mimpi. Namun, begitu aroma lemon parfum mobil menyapa bersama aroma musk dari pria di sampingnya, Dera serupa mengerdil. Jadi, bukan mimpi, ya?
Iya. Ridam menjemputnya. Beri pujian, karena di hari pertama saja sudah total begini. Kapan lagi coba ada atasan yang mau repot-repot jemput karyawannya begini?
Dan punggung Dera segera merapat pada kursi saat tangan Ridam lebih gesit darinya untuk mengenakan sabuk pengaman buat Dera. Salah satu sudut Dera berkedut geli. "Katanya physical touch," jail Dera.
"Mau dilepas lagi?"
"Sensi, deh." Dera cepat memeluk sabuk pengaman yang melewati dadanya. Mana air muka Ridam terlihat kecut begitu.
"Pura-pura ngambek saja. Orang pacaran suka begitu kan?"
Muka Ridam langsung tengil sebelum segera menyalakan mesin mobil. Dia memang sengaja menjemput Dera pagi banget. Dera yang meminta, katanya supaya mamanya tidak curiga. Malas sekali Dera dapat inteogasi.
Sedangkan Dera, hanya bisa geleng-geleng geli. Masih pagi, ada saja cara membuat Dera geregetan. Namun, Ridam ada benarnya. Ini terhitung hari pertama bukan?
"Oh ya, Ra!"
"Kenapa? " Dera mengubek tas untuk mengambil ponsel yang berdering. Layarnya menunjukkan satu pesan masuk dari Nana.
"Saya perlu memastikan hal apa yang sering Devan lakukan dengan kamu. Supaya bisa mengindarinya."
Dera urung membaca pesan Nana dan memindai Ridam dengan tatapan jail. "Cie, nggak mau dibandingin ya?"
"Ra," peringatan Ridam yang justru membuar Dera tertawa.
"Kamu mau saya seperti Devan?"
"Nggak, dong." Lalu Dera membaca pesan Nana yang minta ditemani makan bubur ayam depan kantor. Dera terperanjat dengan tubuh membeku. Otaknya cepat menangkap sinyal. Itu artinya ... Dera segera menoleh pada Ridam yang memutar kemudi ke kiri.
"Kalau begitu, biasanya dia ngapain?" Ridam masih santai bertanya tanpa menyadari ekspresi pias Dera.
"Biasanya Devan antar sampai lahan parkir. Jadi biar Mas beda sama dia. Nanti Mas turunin saya di dekat kantor aja, ya. Agak jauh deh. Soalnya Nana mau ajak makan bubur ayam. Takut ketahuan."
Dan Dera sedikit waspada saat gesturRidam terlihat tidak terima. "Ra, saya bukan supir taxi online."
"Ya tadi Mas tanya kan?" Jangan harap Dera mengalah.
Tawa Dera berderai melihat wajah tidak terima Ridam. "Astaga Mas, sekali ini aja." Dera menyentuh lengan Ridam dengan kedua tangannya. Okay, sepertinya Ridam memang mudah luluh saat dia sentuh. Buktinya wajahnya sudah tidak sekusut tadi.
"Kita sepakat nggak ada yang tahu kan?" Suarnya melembut, mencoba meminta konfirmasi.
Ridam akhirnya mengangguk patuh. Membuat Dera tidak bisa menyembunyikan senyum geli. "Hooo, ternyata cara meluluhkan memang pakai sentuhan ya?"
Melirik sebal pada Dera, dengkusan Ridam lolos. "Mengalah. Bukan berhasil meluluhan." Wah, Ridam jadi sedikit menyesal dengan obrolan yang kemarin, serupa senjata makan tuan.
"Sama aja kali, Mas!"
"Ngomong-ngomong ..." Ridam mengalihkan obrolan begitu mobil berhenti di depan traffic light.
Dengan salah satu alis menukik, Dera menoleh pada Ridam. "Kenapa?"
Dan Dera sedikit geli saat tatapan Ridam sehangat selimut (bercanda), maksud Dera lebih kalem. "Boleh saya tahu alasan kamu akhirnya menerima tawaran saya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuffing Season
RomanceEnam tahun berpacar, hubungan Dera dan Devan kandas beberapa jam sebelum kerja. Mana yang resmi menjadi mantan adalah rekan kantor. Tidak mau kalah dari mantan, Dera akhirnya menerima perjodohan yang mama tawarkan, tetapi ternyata semua tidak semuda...