30. There's Another Side That... You Don't Know.

1.1K 99 10
                                    

Hai, berapa bulan ya aku meninggalkan cerita ini? 😭🤏🏻 akhirnyaaa nambah bab ya huhu

Happy reading...

30. There's Another Side That... You Don't Know.

Maju salah. Mundur susah. Namun, alih-alih menyusun ribuan sangkalan penuh silat lidah yang sepertinya tidak akan bekerja, isi kepala Dera justru mendata satu per satu nightmare yang kerap menyapa sebelum membuka mata. Dari yang paling indah bisa menikah dengan Herjunot Ali sampai paling buruk di kejar anjing, kembali ke masa esema dan mengerjakan soal fisika yang paling dia benci, naik sepeda di tengah sungai hingga kantor tiba-tiba kebanjiran. Namun, tidak pernah ada satu mimpi pun yang memberi alarm pada Dera jika hari ini, nyaris semua teman satu timnya menangkap basah Dera memeluk lengan atasannya sendiri. Dan mendengar satu kalimat mematikan keluar dari mulut Nana, "Jadi, bisa jelaskan Bapak Bos dan Calon Ibu Bos?"

Otak Dera bekerja cepat bahkan meski tidak memiliki kesempatan membela diri. Dera berusaha mengatur ekspresi wajahnya.

"Ibu bos?" Dera celingukan hingga matanya bertukar pandangan dengan Ridam.

"Mana ibu bos?"

"Gue?" Dera menunjuk dadanya. Ayo, mulai skenario dengan tertawa sampai mata menyipit.

"Yang bener aja, Na! bukan gue lah."

Padahal, tawa Dera biasanya menular pada yang lainnya. Sore ini garing sekali. Yang lain justru menatapnya penuh selidik.

Nana melipat kedua tangannya di depan dada. "Terus ngapain lo peluk Mas Ridam? Main teater?"

Aish! Si mulut nyablak.

"Gue nggak meluk Mas Ridam. Dia tadi capek dan butuh di papah. Iya, kan, Mas?"

Demi Tuhan. Ridam harus menyadari kode Dera yang sedikit menyipitkan matanya sambil mengerling.

"Udah, Ra. Kalau pacaran juga nggak apa-apa. Kan lo ud–"

"Nggak ada yang pacaran!" potong Dera sehingga Kena tidak mampu menyelesaikan kalimatnya. Napasnya tiba-tiba memburu.

Dia bukannya menyangkal, tetapi Dera belum siap. Mata Dera tidak sengaja bertukar pandangan dengan Devan yang terasa menyayat dadanya. Ada apa dengan tatapan sendu itu? Apa semenyakitkan itu melihat Dera memeluk orang lain?

Lagi pula, kenapa juga anak-anak timnya bisa bersamaan ke pantry begini seakan memang sengaja memergoki Dera dan Ridam.

"Gue... cuma bantu Mas Ridam jalan, iya, kan, Mas?" Dera kembali menatap Ridam penuh permohonan supaya pria tersebut terlibat skenarionya.

Ada hening sejenak saat yang lain ikut melarikan tatapan mereka pada Ridam yang sejak tadi memutuskan diam.

"Sore ini meeting, saya tunggu di meeting room," putus Ridam sebelum beranjak duluan tanpa bersedia menjelaskan. Namun, berhasil menuang garam di atas luka Dera. Dia... marah?

Namun, seperginya Ridam, Dera kontan siaga empat-lima. "Nggak ada wawancara dadakan, jelas gue mau bantu Mas Ridam jalan karena dia capek. Oke?"

"Sialan, gue pokoknya nggak percaya!" jerit Nana.

"Nana!"

***

Pandu
Segitu banget nggak mau orang tahu, neng?

Bibir Dera mendesis usai membaca pesan Pandu di sela meeting saat Ridam terus menjelaskan progres bulan ini yang bagaikan dongeng, sementara Dera belingsatan semenjak kejadian di pantry lima belas menit yang lalu. mencoba menghalangi ponsel di atas meja dengan lengan kiri supaya tidak ketahuan, jemari tangan kanan Dera gesit menari di atas layar membalas pesan Pandu. Pandu memang tidak bisa melihat Dera tenang sebentar saja.

Cuffing SeasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang