33. LEVEL BALAS DENDAM

855 89 3
                                    

Hai, ada bab baru ya hihi ^^ happy reading sayang-sayang akuhhh ^^ :*

"Ini yang level bocil...."

Sementara Ridam terdiam dalam kebingungan, Dera dengan cepat memberikan tepukan tepat pada saat Pina menaruh mangkuk seblak di depannya. "Dan ini yang pedas bangsat."

Sekarang, Ridam bergantian menatap mangkuk seblak kuah merah di hadapannya dan senyum Dera yang tak pernah pudar sejak pulang dari kantor. Beberapa saat lalu, Dera tiba-tiba mengirimkan pesan ingin pulang bersama. Usai Ridam menawarkan mampir makan, Dera semangat sekali bilang, "Mau! Mau! Lapar banget. Kita di kafe Pina ya, Mas? Di sana ada makanan enak." Siapa sangka, Dera memesan dua seblak dengan level yang berbeda.

"Saya baru tahu lho kalau Mas Ridam penggemar seblak level bangsat," ungkap Pina yang berhasil membuat mata Ridam membola. Baru Ridam ingin membuka mulut, suara renyah Dera lebih dahulu berseru. "Mas Ridam suka banget tahu, Pin. Iya kan, Mas?"

Astaga, boleh tidak Ridam bilang senyum lebar Dera sore ini terlihat sangat mematikan? "Tapi ini yang pertama," Ridam memandang Pina, berharap sahabat dan kekasihnya itu bisa menyadari betapa tersiksanya dirinya saat ini. Namun, Pina benar-benar menggambarkan penjual yang bahagia bertemu pelanggan eksklusifnya. "Wah, ternyata. Oh ya, mau sekalian susu?"

Mendengar pertanyaan barusan, sontak saja mata Ridam berbinar. "Bol–"

"Nggak usah!"

DAMN! Ridam membeku, pandangannya cepat beralih pada Dera yang sama-sama membidik matanya. Tatapan setajam silet tersebut tiba-tiba menatap Ridam dengan sorot ceria sebelum menoleh pada Pina.

"Mas Ridam nggak suka susu, Pin."

Ridam menelan ludah yang terasa seperti potongan kristal tajam yang melukai lehernya.

"Atau mau min–"

"Enggak, Pin," mohon Dera.

"Kamu boleh balik, kok." Dera berhasil membuat kedua bahu Ridam merunduk disertai dengan napas berat yang lolos begitu saja.

Pina mengangguk. "Ya udah, gue balik dulu. Met makan ya."

Setelah terlibat basa-basi ringan, Pina hanya menyisakan Dera berdua dengan Ridam yang meringis menatap kuah merah di mangkuknya. Seblak di kafe Pina memang tidak seperti seblak kebanyakan. Ridam bisa menemukan mie yang sepertinya kenyal, potongan telur rebus, otak-otak, beberapa dadu tahu putih yang menggiurkan. Sawi yang segar juga potongan jamur kuping yang warnanya kontras dengan kuah. Tidak ada kerupuk dan sedikit menggugah perutnya kalau dia tidak ingat level yang Dera pesankan untuknya.

"Ra, level kita tertukar, ya?"

Dera berhenti mengaduk seblak, pandangannya naik lalu menggeleng. "Nggak kok. Bener tahu, Mas. Aku sengaja pesenin level BANG-SAT, buat Mas." Dera dengan sengaja memberi penekanan pada kata bangsat. Dera bisa melihat wajah Ridam yang tadinya sedikit merah, pelan-pelan justru memucat. Diam-diam Dera menahan tawa. Sejak awal, Ridam seharusnya menyadari lawannya jika tidak ingin berakhir seperti sekarang. Melewan Ridam dengan emosi justru akan berujung kalah karena Dera yang mudah luluh, tetapi jika Dera melawan lewat makan bersama sepeti ini, Ridam seharusnya sadar.

"Mas, seblaknya dimakan, bukan dilihatin gitu." Dagu Dera menunjuk seblak Ridam yang masih menganggur.

Ridam mendesah. "Sayang...."

Dera mendengkus. Sekarang saja Ridak dengan mudah meloloskan panggilan sayang. Yang beberapa jam tadi apa kabar?

Dera memilih membisu, senyumnya mengembang tidak sabar menikmati seblak yang lama tidak dia santap.

Cuffing SeasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang