24. Pilihan Gadis Tersebut

967 99 16
                                    

Hai, maaf banget ya baru update huhu

Happy reading 😭

"Pakai mobil gue, Ndu," sergah Ridam sebelum Pandu yang kesusahan menggendong Devan mendekati mobilnya. Di belakang, Dera menahan napas dengan mata membulat menyadari kedatangan Ridam. "Mas," gumamnya. Ridam hanya sempat melirik sebentar dan kembali meminta Pandu membawa Devan masuk mobilnya yang lebih besar dan memadai untuk membawa Devan. Tidak mau menaruh banyak pikiran, Dera memutuskan ikut membantu. Saat hendak masuk mobil, Ridam menahan lengan Dera, membuat cewek tersebut menoleh. "Duduk di depan."

"Tap-" belum juga Dera selesai bicara, Pandu sedikit mendorong Dera. "Duduk sama cowok lo." Pandu mengangguk sebagai usaha meyakinkan Dera kalau Devan akan baik-baik saja di belakang bersama Pandu. Begitu yakin, Dera segera ikut masuk ke pintu depan di samping kemudi, sebelum mobil mulai melaju membelah jalanan, meninggalkan acara di belakang yang seharusnya Ridam ikut serta hingga selesai.

***

Devan cepat mendapatkan penanganan dari dokter termasuk suntik pereda nyeri, dokter menyarankan untuk rawat inap, karena belum ada anggota keluarga yang datang, Ridam yang mengurus segala administrasi dan tanda tangan yang dibutuhkan. butuh waktu lebih dari satu jam untuk memindahkan Devan ke rawat inap.

"Eh!" kejut Dera saat sebuah jas menyelimuti bahunya, pandangannya naik dan menemukan Ridam yang sudah berdiri di sampingnya dengan menyentuh kedua bahunya. Sejak tadi, Dera terus duduk di depan ranjang Devan yang masih tidak sadarkan diri.

"Gue sudah hubungi Nella untuk ke sini," sambung Pandu mengantongi ponselnya.

"Bagus, kalau begitu boleh kamu di sini, Ndu? Biar saya dan Dera bisa balik duluan."

Mendengar itu, Pandu diam-diam bisa menemukan perasaan terkejut yang teerpancar dari kedua mata Dera.

"Pulang?" beo Dera terdengar tidak yakin dan justru mempertanyakan keeputusan Ridam barusan. Ridam menunduk dan menatap saksama wajah lelah Dera, matanya yang mulai memerah, wajahnya yang sudah tidak segar. Dera jelas membutuhkan istirahat sekarang juga.

"Lo bisa pulang, Ra. Gue bisa tunggu sampai Nella ke sini." Pandu menengahi.

Namun, sepertinya tidak cukup meyakinkan Dera yang masih terlihat bimbang. Tangannya teremas kuat. "Terus, lo pulangnya gimana?" Pertanyaan yang tentu mengundang tawa Pandu.

"Geu cowok, Ra. Gampang buat gue naik apa aja. Udah lo balik aja duluan sama Mas Ridam." Sebagai cara meyakinkan lebih kuat, Pandu mengangguk sekali sebagai keteguhan.

Pandangan Dera berganti memindai pandu dan Devan yang masih terbaring di ranjang. Alih-alih mengiyakan, Dera justru menggeleng dan kembali menatap Devan. "Gue balik begitu Devan sadar."

"Ra," tegur Ridam tidak senang.

"Setidaknya dia harus tahu kalau saya yang antar ke sini, Mas. Supaya dia merasa sungkan." Balas Dera tanpa mau melihat Ridam yang bediri di sampingnya. Mendengar itu, bibir Pandu menipis, sepertinya ini tidak baik, apalagi Pandu tahu kalau keduanya terikat hubungan asmara, mustahil ucapan Dera barusan tidak membuat Ridam sedikit tersinggung.

"Hedera, say-"

"Dia bangun," ucap Dera mendahului saat tahu Devan mulai membuka mata. Sesuai dugaan, dengan keadaan setengah sadar, kedua mata Devan membulat usai menemukan Dera di depannya. Mulutnya terbuka beberapa kali, tetapi serupa belum mampu mengucapkan sepatah kata pun, Devan justru memunjukkan ekspresi gelisah.

"Lo mau minum?" seharusnya Dera tidak perlu berdiri untuk memberikan penawaran. Namun, mulutnya seperti bicara begitu saja tanpa bisa dia kontrol. Toh, ini sebagai bentuk kemanusiaan bukan?

Devan mengangguk, jadi Dera membantu Devan minum dengan mengulurkan gelas di samping ranjang.

"Kamu pingsan, kalau masih sakit. Kenapa memaksakan datang?" tanya Ridam.

Devan melirik Ridam sesaat, tatapannya meredup. "Maaf, Mas."

"Pandu yang akan jaga kamu selama menunggu Nella dan keluarga kamu ke sini."

Mendengar ucapan Ridam, Dera tanpa sadar menoleh pada Ridam. Baru juga Devan membuka mata, cara Ridam menyerang benar sebagai tanda tidak suka yang tidak bisa cowok tersebut tutupi.

"Saya dan Dera balik duluan." Putus Ridam segera menggenggam tangan Dera untuk beranjak. Namun, tanpa mereka duga, Dera terperanjat saat Devan menahan lengannya. Membuat keduanya menoleh pada Devan.

"Bisa di sini sebentar, Ra?"

Dera sedikit tidak habis pikir, jadi, selama menunggu Nella, dia harus menemani Devan?

"Sebentar saja. Ada yang ingin aku samaikan," lanjut Devan.

Seharusnya Dera tidak perlu menaruh keraguan, dia punya jawaban pasti, toh sejak tadi ini yang dia inginkan bukan? Melihat ekspresi sungkan Devan.

"Lo sama gue ajak, Van, biar Dera balik sama Mas Ridam," sambung Pandu dari belakang.

Dera mendesah dan meloloskan tangannya dari Devan sebelum menoleh pada Ridam. "Mas ... duluan aja, nanti saya pulang sama Pandu."

Astaga, sialan memang! Pandu nggak ikut-ikutan tetapi di belakang dia sudah seperti ada di hutan es, tubuhnya membeku dengan obrolan dingin keduanya.

Pelan-pelan, Ridam melepas genggamannya pada pergelangan tangan Dera.

"Lagipula Mas masihharus mengurus ac-"

"Pastikan kamu mengantar dia sampai rumah, Pandu," potong Ridam. Mungkin dia bicara pada Pandu, tetapi tatapannya jelas mengunci setiap gerak-gerik Dera.

"I-iya, Mas." Duh, Pandu pengin kabur saja.

Dera hanya bisa sedikit menunduk, sementara Ridam sedikit maju untung mendaratkan kecupan pada kening Dera. "Saya pulang dulu," pamitnya tidak butuh waku lama, tubuhnya segera berbalik sebelum menghilang dari pandangan Dera begitu saja.

Di tempatnya, Pandu mendesah. "Sumpah, gue pusing, kalian jangan sampai merusuh lagi!"[]

Cuffing SeasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang