31. Terpisahnya Pelabuhan

892 91 4
                                    

HAIII BAB BARU LAGI HIHI
HAPPY READING ❤😤🤏🏻

"Coba gue tanya, deh, Ndu. Memangnya pegawai seperti kita wajar mapah atasan tapi gayanya kayak meluk?"

Pandu sudah memasukkan laptop, kabel-kabel yang diperlukan juga satu receng kopi yang dia ambil dari pantry saat suara Nana mengalun. Pandangan Pandu beralih pada Nana yang telunjuknya masih mengetuk meja kubikel dengan kening berkerut.

Kali ini, Nana menoleh pada Pandu. "Maksud gue, kalau Dera nggak ada hubungan sama Mas Ridam, nggak seharusnya mereka sedekat itu, kan?"

Salah satu alis Pandu naik. "Are you jealous?"

"Anjir! Cemburu sama siapa? Mas Ridam?"

"Deralah!"

"Nggak! Buat apa? Selera gue brondong ya!"

"Kayak gue ya?" Pandu mengerling.

Kalau Nana tidak memikirkan gurat lelah dari wajah Pandu, pasti kotak tisu sudah melayang ke wajahnya.

"Lo lupa, Dera sendiri yang bilang Mas Ridam punya cewek. Artinya Dera tahu cewek itu. Lantas, dia meluk-meluk Mas Ridam. Ya gue curigalah, Pandu!" Sementara Nana gereget sendiri, Pandu justru susah payah menahan tawa. Isi kepala Nana pasti sebatas penuh dengan angka dan uang sampai menyatukan kepingan rasa penasarannya saja serumit itu.

Perasaan Pandu, sore tadi Nana sudah sempat menebak, tetapi ternyata masih saja gadis itu menolak fakta.

"Jangan-jangan... Dera temenan sama ceweknya Mas Ridam?"

Pandu bergedik saat Nana justru menutup mulut panik.

"Ndu! Gawat jangan samphhhppp–" Pandu sudah lebih dulu membekap mulut Nana.

"Jangan perpanjang halu lo. Ngerti?"

"Gue nggak halu!" teriak Nana usai berhasil menepis tangan beraroma kopi Pandu.

"Gue justru peduli, Ndu. Kalau Dera bilang cuma malah Mas Ridam, artinya mereka nggak ada hubungan pacaran. Takut aja, habis diselingkuhi Devan, tuh anak nekat."

Pandu hanya geleng-geleng saja. Memang soal kepekaan, Nana paling dungu. Lagi pula, meski Pandu mengetahui hubungan Ridam dan Dera, bukan kapasitasnya mengatakan yang sebenarnya pada Nana. Ancaman tutup mulutnya dulu juga tidak serius, Pandu mengerti tidak semua hubungan bisa terbuka bebas seperti yang lainnya, mengingat Dera nyaris pernah serius dengn Devan, rekan kantor mereka sendiri.

"Mereka, kan, memang dekat sejak dulu sebagai rekan kerja," kata Pandu akhirnya.

"Tapi, Ndu. Gue takut aja Dera kena sial dan dianggap pelakor."

Pandu mendengkus. "Nggak akan. Udah. Lo daripada penasaran huhungan orang mending penasaran jodoh lo aja, deh." Pandu sudah menggendong tas punggungnya.

Sementara Nana langsung bergerik sebelum menggendong tasnya. "Idih. Buat apa? Gue mau jadi cewek bebas."

Pandu berdecak. "Mau bareng?" tawar Pandu sesaat sebelum mendapat hadiah anggukan ceria Nana.

"Mau!"

***

Ridam tidak pernah takut pada ummi, tetapi bukan berarti Ridam tidak menghormati ummi, justru umminya adalah yang paling Ridam hormati. Namun, sewaktu ummi bersedia turun ke lantai bawah usai Ridam mengabarkan kedatangan Melia. Untuk pertama kalinya... Ridam takut. Apalagi saat ummi langsung bilang, "Oh. Ada Melia. Berapa tahun kita tidak bertemu, Mel?" Sambil berderap menuruni setiap petak anak tangga.

Melia yang tadinya duduk di sofa hitam ruang tamu segera berdiri menghampiri ummi, dia sudah mengulurkan tangan untuk mencium tangan ummi sebelum ummi justru menunjuk sofa yang artinya Melia boleh kembali duduk.

Cuffing SeasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang