Aneh. Itulah yang ada dipikiran Almeera saat pertama kali menginjakkan kakinya di lantai tempat kantor Presdir berada. Ini bukan pertama kalinya Almeera kesini, dan dia ingat betul, bahwa seharusnya yang pertama kali di temui saat menginjakkan kaki di tempat ini adalah dua orang sekretaris dan seorang security yang di tempatkan khusus untuk menjaga lantai ini. Tapi sekarang? Tak seorang pun yang Almeera temui, tidak dengan dua orang sekretaris dan tidak juga dengan security nya, tempat ini sesepi pekuburan!
Tapi apapun itu, Almeera tidak peduli. Dia memberanikan diri berjalan terus melewati ruang meeting dan rest room yang kosong, menuju kantor Presdir.
"Masuk" ucap Almert dari dalam ruangan begitu Almeera mengetuk. Almeera memutar kenop pintu, dan disanalah dia. Pria itu Nampak berdiri dengan angkuh di depan rak buku yang ada di ruangannya, seperti sedang membaca sebuah buku dan terlarut didalamnya.
Almert membalik tubuhnya begitu menyadari keberadaan Almeera di ruangannya. Almeera menahan nafas, saat melihat Almert dengan style seperti saat ini. Begitu rupawan dan mempesona. Almert mengenakan kacamata tipis, dan melepas jas resmi yang biasanya melekat di tubuhnya, dia hanya mengenakan kemeja yang di gulung santai hingga siku.
"Kau datang?" Tanya Almert ramah dan tersenyum. Datang? Tersenyum? Bukankah Almert yang meminta Almeera kesini?
"Ah yah, maaf, maksudku, silahkan duduk nona Almeera" Almert meletakkan buku yang dipegangnya kembali kedalam rak, dan berjalan menuju sofa di tengah ruangan, kemudian duduk. Memandangi Almeera dengan kening berkerut karena Almeera tidak bergerak sesenti pun dari tempatnya berdiri sekarang.
"Kau tidak berminat untuk duduk?" Tanya Almert menatap Almeera. Almeera hanya diam.
"Sepertinya reuni kita tidak berjalan dengan baik, dan aku menyayangkan hal itu" lanjut Almert lagi menghembuskan nafas, jelas sekali dia merasa tidak puas dengan situasi yang terjadi sekarang antara dirinya dan Almeera. Bukan hal seperti ini yang dia inginkan. Dia hanya berharap, setidaknya, Almeera bisa menyambutnya dengan hangat, setidaknya, mereka bisa kembali tertawa bersama mengingat kenangan-kenangan masa kecil mereka, tapi sepertinya itu hanya akan jadi harapan bertepuk sebelah tangan Almert.
"Apa sebenarnya yang anda pikirkan? Dan Busan apa? Aku bahkan tak sehari pun berada disana!" tuntut Almeera menatap Almert nanar. Kebekuan terjadi diantara mereka, dan apa itu? 'Anda'? Almert memicingkan matanya saat Almeera memanggilnya dengan panggilan se-formal itu, bukan panggilan oppa yang senang didengarnya dari bibir mungil Almeera yang dulu atau setidaknya panggilan lucu "Presdir" yang berasal dari Almeera milik Erik, meski selalu seperti ada sekat yang tergores di bagian hatinya, setiap kali otaknya mengingatkan dirinya sendiri bahwa Almeera adalah milik Erik.
"Apa kau tidak mengerti dengan sesuatu yang di sebut koneksi? Kau sekarang sedang berhadapan dengan koneksi terbaikmu di perusahaan ini, bukankah seharusnya kau bersikap lebih sopan?" ada kegetiran dari nada bicara Almert. Dia benci harus mengatakan hal itu. Tapi dia tidak punya pilihan lain, yang dia inginkan sekarang hanyalah berbicara secara baik-baik dengan Almeera, tapi sepertinya gadis itu sudah di selimuti oleh emosi saat menuju ke kantornya ini.
"Sekarang anda berbicara mengenai koneksi? Aku tidak cukup beruntung untuk..." kalimat Almeera terputus, kemudian dia menolehkan kepalanya ketika melihat Erik dengan setelan formalnya melangkah dengan santai memasuki ruangan Almert.
"Kak, aku..." Erik menghentikan langkahnya tepat di sisi Almeera, kemudian menolehkan kepalanya, tersenyum, seketika itu juga menatap Almeera yang sedang susah payah menahan air matanya agar tak jatuh.
"Erik, kau brengsek!" dan sebuah tamparan keras mendarat di pipi Erik.
"Nona Almeera!" bentak Almert, berdiri dari duduknya, tapi hal itu pun tak di indahkan oleh Almeera, ia lalu berlari meninggalkan ruangan Presdir dengan berderai air mata, dia sangat bersyukur di tempat itu tak ada siapapun atau apapun kecuali kegetiran yang kini setia menemaninya.
Tapi meski begitu, bukannya berlari menuju lift, Almeera malah berbelok menuju tangga darurat, berlari menuruni tangga sejauh satu lantai dan berhenti di tengah anak tangga, duduk, kemudian menangis sebisanya, berteriak semampunya. Ia tak peduli, toch tak ada siapapun yang akan mendengarnya, sekalipun ada orang itu hanya akan berpikir hal itu adalah perbuatan dari hantu penunggu gedung bukan dari seorang Almeera yang beberapa hari belakangan sedang menjadi topik panas pembicaraan di kantor karena di tugaskan ke Busan bersama kekasihnya GM Nam, yang sebenarnya hanya cerita fiktif karangan bos mereka sendiri.
Almeera tersenyum sinis, ke Busan apanya? Beruntungnya apa? Kalau hal itu sungguh terjadi betapa beruntungnya dia, sayangnya, bagi Almeera itu hanyalah cerita pahit yang alih-alih harus di tertawakan bersama Erik seperti biasanya, kini harus dia telan sendiri. Harus dia rasakan sendiri getirnya. Apa ini berarti hubungannya dengan Erik berakhir sampai disini?
Fade
"Kau baik-baik saja?" Almert menghampiri Erik begitu Almeera meninggalkan kantornya.
"Hmm...eumm...ini bukan salahnya, aku tidak mengabarinya selama tiga hari ini" Erik mengusap sudut bibirnya, yang basah karena darah yang disebabkan oleh bibirnya yang sobek karena di tampar cukup keras oleh Almeera.
"Tapi mungkin selama itu, Almeera sendiri tidak ingin di hubungi" mata Erik berkilat, tidak mengerti dengan apa yang di ucapkan Almert. Seorang Almeera tidak ingin dihubungi oleh dirinya? Yang benar saja?!
"Maafkan aku, aku hanya ingin kau tahu kalau aku sudah mengenal Almeera selama enam tahun terakhir ini, dan aku tahu bagaimana dia, jadi..." Erik menatap Almert.
"Dan aku sudah mengenalnya sejak dia lahir ke dunia ini" kalimat itu hanya bisa tertahan sampai di tenggorokan Almert, tak bisa di ucapkan.
"Jadi kurasa tak ada siapapun yang lebih mengenalnya melebihi aku saat ini" lanjut Erik tersenyum lagi.
"Aku harus mengejarnya jika aku tak ingin kehilangan dirinya, iya kan?" Erik menatap Almert sekali lagi tapi kali ini dengan pandangan yang lebih ramah, tersenyum simpul lalu mulai meninggalkan Almert sendirian di ruangannya. Almert menghembuskan nafas, menunggu kelanjutan dari kisah ini.
Fade
KAMU SEDANG MEMBACA
Fade
RomanceWarning!!! Cerita mengandung unsur 21+ bijaklah dalam memilih bacaan sesuai usia. Genre : Romance, Fluffy, Angsat. Bukan perihal yang mudah untuk jatuh pada sebuah hati, tapi lebih tidak mudah untuk terus bertahan pada rasa yang sama, pada hati yan...