"Apa?!" Almert berdiri dari duduknya, gelas porselen yang hanya di desain satu-satunya di dunia itu jatuh ke lantai, hancur menjadi serpihan-serpihan kaca yang tak bernilai, tapi ketiga orang yang sedang berada di ruangan itu hanya saling menatap dengan tegang. Beberapa orang pelayan bersiap berlari ke dalam ruangan, untuk membersihkan serpihan kaca itu sebelum melukai majikan mereka atau mereka nantinya yang akan kena sembur, sayangnya, melihat situasi panas yang sedang menyelimuti ruang makan keluarga tempat ketiga majikannya berada, mereka lebih memilih terkena imbasnya kali ini.
"Kami tidak memintamu untuk membawanya segera ke altar pernikahan, kami hanya memintamu untuk mempertimbangkannya" ucap si ibu menatap putranya yang kini nampak sangat marah.
"Perusahaan berkembang dengan sangat baik, kita bahkan tidak butuh pernikahan politik atau pun pernikahan bisnis untuk memperkuatnya, hubungan yang terjalin sejauh ini dengan kolega dan para politikus tak perlu di ragukan lagi, yang kita butuhkan hanyalah mempertahankan apa yang sudah ada, jangan sampai ada kemunduran" sambung si ayah, yang dengan santai memotong daging steak welldone-nya dan memasukkan ke dalam mulutnya, kemudian mengunyahnya perlahan sambil menikmati rasa yang mulai memenuhi lidahnya.
"Ibu sudah memperhatikan Almeera sejak ia kecil. Kepribadiannya baik, dia anak yang patuh, dan tangguh. Dia kuat, dan yang terpenting dia tidak gila dengan uang dan kekayaan" ibu Almert melipat kedua tangannya di atas meja, memajukan sedikit tubuhnya, menunjukkan minat yang besar pada Almert "Kau butuh wanita seperti dia di sisimu, dia tidak akan serakah dengan hartamu dan dia bisa menjadi pengikut yang setia" lanjut ibunya setengah mendesis.
"Apa?" Almert lagi. "Jadi maksud ibu aku hanya perlu memanfaatkannya?" Tanya Almert dan ibunya mengangguk sempurna, sambil tersenyum puas.
"Kau hanya perlu memilikinya diatas kertas jika kau tidak begitu menyukainya, kau bisa bermain dengan siapapun asal tidak di ketahui publik di luar sana, lagipula, image dermawan dan tidak membedakan derajat akan melekat pada keluarga kita jika masyarakat tahu kau hanya menikahi gadis biasa, bukan dari kalangan atas seperti kita dan itu tentu saja adalah hal yang baik, orang-orang akan semakin memuja kita, dan harga saham kita akan makin menanjak naik" jelas ibunya. Almert terdiam. Mempertimbangkan. Dia dan Almeera hanya perlu menikah di atas kertas?
"Kami hanya perlu menikah diatas kertas?" beo Almert dan sekali lagi ibunya mengangguk.
"Kehadiran seorang penerus tentunya akan lebih baik, tapi, kami tidak akan berharap banyak mengenai hal itu, cukup berikan kami seorang penerus, entah itu dari Rahim Almeera sendiri atau dari wanita lain, toh nantinya anak itu tetap akan tercatat sebagai anakmu dan Almeera" jelas ibunya. Almert terduduk kembali di kursinya, dia mencoba mencerna pembicaraan mendadak ini, yang membuatnya lumayan shock dan sesak nafas.
"Jujur saja Almert, ayah dan ibu tidak begitu menyukai sosok Tiffany dulu, dia seperti wanita penggoda yang siap menebar pesonannya kepada siapa saja demi mendapatkan uang, untung saja kau putus dengannya..." ibu Almert lagi, tapi Almert sudah tidak memperhatikan lanjutan dari apa yang dikatakan oleh ibunya itu, pikirannya kini terfokus pada satu hal. Menikahi Almeera.
Bagi keluarganya, jika memang ada jalan dirinya dan Almeera menikah, mungkin itu hanya akan menjadi pernikahan diatas kertas, tapi bagi Almert lain, karena ada satu hal yang tidak di ketahui oleh ibunya, bahwa Almert diam-diam menyimpan rasa yang berbeda untuk seorang Almeera selama ini, dan hal itu baru dia sadari belakangan setelah melihat betapa mesranya Almeera dan Erik. Almert mungkin saja iri, atau mungkin terobsesi untuk memiliki hubungan semacam itu juga, atau bisa jadi dia psikopat yang senang merusak kebahagiaan orang lain, terserah apa Namanya, namun kali ini Almert akan membiarkan semua title itu melekat di dirinya.
Fade
Erik terkulai lemas di tempat tidurnya. Tidak ada apapun yang bisa dilakukannya saat ini, dia lemah, dan dia lelah. Bukan hanya tubuhnya yang menderita saat ini tapi hati dan pikirannya yang tak hentinya memikirkan Almeera terus membayang di benaknya. Apa yang harus dia lakukan? Bukankah seharusnya dia bersama Almeera sekarang? Atau mungkin sebaiknya dia menelpon Almeera, meminta maaf dan menjelaskan segalanya? Sayangnya, semua itu percuma saja saat tubuhnya sendiri tak dapat ia kendalikan, seluruh tenaganya seperti menghilang, kabur meninggalkannya entah kemana, tapi, Erik juga tak bisa pasrah dan diam begitu saja, hanya saja, tiap kali dia menggerakkan tubuhnya, bagian tubuhnya yang lain justru memberatkannya. Bagaimana ini? Erik memutar otak, dan pada akhirnya dia hanya bisa pasrah pada keadaan, meskipun dia tahu ini bukan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fade
RomanceWarning!!! Cerita mengandung unsur 21+ bijaklah dalam memilih bacaan sesuai usia. Genre : Romance, Fluffy, Angsat. Bukan perihal yang mudah untuk jatuh pada sebuah hati, tapi lebih tidak mudah untuk terus bertahan pada rasa yang sama, pada hati yan...