Warning!!! Area 21+++
Almert bersumpah dia benar-benar tidak ada niatan untuk mampir ke apartemen Ziva, hanya saja, ketika Ziva hendak beranjak pergi, Almert masih mengawasi langkah gadis itu, dan ketika dia akan masuk ke lobby apartement, Almert bisa melihat gadis itu limbung, nyaris jatuh, jadi spontan saja Almert berlari dan membantu gadis itu, memapah ziva yang ternyata sudah setengah mabuk, tapi masih cukup sadar untuk mengarahkan Almert untuk sampai ke apartemennya.
"Apa kau sudah cukup sadar sekarang?" tanya almert begitu ia selesai meletakkan ziva diatas sofa.
Tak ada jawaban dari Ziva. Almert melirik ke arah jam tangannya, jam sebelas malam, kemudian almert juga memeriksa ponselnya, takut sudah banyak panggilan dari Almeera, tapi ternyata nihil. Tidak ada satu pun panggilan atau pesan dari Istrinya. Almert termenung sesaat sebelum lengan Ziva meraih lehernya dan meraup bibirnya dengan ganas. Almert melawan, tentu saja, tapi dia lumayan kepayahan melawan Ziva yang sepertinya tenaganya bertambah dua kali lipat saat sedang mabuk seperti saat ini.
Almert segera menjauh begitu dia berhasil melepaskan diri dari Ziva. Ia spontan memegang bibirnya yang dia rasa agak bengkak akibat perbuatan gadia itu, sejemang pikiran kotor tentu saja menghampiri Almert, bagaimana pun, dia pria dewasa yang normal, di suguhi wanita mabuk yang sedang horny, tak ayal membuatnya agak terpancing, tapi almert sadar diri, dia harus ingat bahwa dia punya seorang istri di rumah yang mungkin sudah ketiduran karena menunggunya pulang, begitu pikir Almert, sangat positif sekali.
Almert akan beranjak pergi ketika dia mengambil sebuah gelas dan meminum isinya, tak ada yang aneh awalnya, namun Almert mencoba memuntahkan isinya ketika menyadari bahwa itu adalah martini, tapi percuma, upayanya untuk mengeluarkan minuman itu dari dalam perutnya tak membuahkan hasil.
Buru-buru almert melangkah pergi dari Apartemen Ziva tapi ketika ia sudah sampai di penghujung [intu, sebuah pelukan mengejutkan Almert.
"kemana kau akan pergi?" Ziva terdengar setengah mengigau bergumam.
"aku harus pulang sekarang, istriku menunggu di rumah" Almert berusaha melepaskan diri, tapi setiap kali dia berhasil, Ziva saat itu juga kembali memeluknya bahkan lebih erat dari sebelumnya.
"tidak, jangan pergi..." Ziva merengek membuat Almert bingung, dia sebenarnya ingin memaksa untuk melepas, namun, dia takut akan menciptakan keributan, dan segala hal akan menjadi semakin rumit.
Almert dan Ziva masih terus bergelut, yang satu ingin memeluk dengan erat sementara yang satu lagi ingin melepaskan. Tapi Almert masih cukup waras agar tidak menimbulkan keributan yang bisa memancing orang lain, jadi dia menahan dirinya. Tapi, hal itu tak bertahan lama, tak sampai ketika Ziva mengalihkan tangannya ke bagian bawah tubuhnya dan meremas di sana, pertahanannya runtuh, penglihatannya memburam, dan dia mulai merasakan pusing.
Almert seperti hilang kendali lalu dia meraih Ziva dan membawa bibir gadis itu untuk ia raup. Almert seperti seseorang yang sangat kehausan dan Ziva adalah air yang melepaskan dahaganya, gadis itu bahkan membalas hisapannya. Ziva memeluk Almert pada akhirnya, tetapi pria itu malah menjatuhkan kedua tangannya pada bokong Ziva membuat sanga wanita mau tidak mau melingkarkan kakinya pada pinggang Almert, mereka berciuman dengan Ziva yang berada di gendongan Almert, dan membawanya ke tempat dimana tadi Ziva terbaring, sofa ruang tengah.
Almert terus memperdalam ciumannya, dan Ziva terus membalas serangan Almert, gadis itu dengan lihainya, seperti sudah sangat profesional dalam melakukan hal tersebut. Ketika tangan Almert mulai menggerayangi seluruh tubuhnya, Ziva malah melepas sendiri tali branya, membuat Almert makin tak tahan dan segera melepas benda itu, menampilkan buah dada Ziva dengan puting yang masih ranum. Almert tak tinggal diam terlalu lama, dia mulai untuk meremas keduanya secara bersamaa, Almert memilin putingnya, dan menyesap disana ketika tangannya yang satu lagi tak henti mempermainkan yang satunya. Ziva memejamkan mata, menikmati sentuhan Almert, ini terasa baru baginya, Almert seperti sangat membutuhkannya namun pria itu tidak terburu-buru yang membuat Ziva sangat melayang di buatnya.
Almert masih terus dengan aksinya, hingga akhirnya, tangannya beralih ke bagian bawah tubuh Ziva. bagian itu masih di lapisi underwear tipis, dan Almert bisa merasakan Ziva sudah sangat basah, perlahan dia pun membaringkan Ziva di sofa, dan pria itu melucuti pakaiannya sendiri dengan tidak sabaran hingga hanya tersisa boxer yang menutupi bagian selatannya, ketika Almert kembali menindih Ziva, pria itu bisa merasakan jika miliknya berada tepat di atas milik Ziva dan itu membuatnya seperti tersetrum.
"Om..." itu kata pertama yang terucap dari bibir Ziva sejak pergulatan mereka.
"hmm?" Almert menatap gadis itu, mata mereka bertemu, dan memancarkan hasrat yang sama, ketika Almert kembali menjatuhkan ciumannya di bibir Ziva, gadis itu masih membalas dengan cara yang sama gilanya seperti tadi, Almert diam-diam meraih bagian selatannya dan mulai mengeluarkan miliknya, mulai menggesek ke atas milik Ziva meskipun masih di lapisi celana dalam tipis.
"Arghhh...." desah Ziva, membuat Almert semakin bersemangat untuk makin mempercepat gesekannya, celana dalam Ziva terasa semakin lembab dari baliknya.
"Om, aku mau..." Almert menghentikan gerakannya.
"Mau apa? Hah?" Ziva terdiam, Almert terlihat sangat mengintimidasi dengan tatapannya, nyali Ziva ciut dia membuang wajahnya. Almert mengusap wajahnya kasar, tanpa aba-aba dia merobek pertahanan terakhir Ziva, Celana dalam itu, kini mereka berdua full naked.
"Kamu mau ini? Hah?" Almert membuka kaki Ziva, memasukkan miliknya yang sudah sangat keras kedalam lubang licin milik Ziva karena gadis yang sudah tidak gadis itu sudah sangat basah. Tidak bisa masuk semuanya tentu saja, tapi Almert cukup memaksa, membuat Ziva berteriak hingga air matanya menetes, tapi tak banyak, agaknya, miliknya hanya terkejut saja, di masuki ukuran sebesar itu, jika merasa asing, tentu saja tidak, karena ini bukan pertama kali bagi Ziva.
"Aku lumayan terkejut, Anak kecil sepertimu sudah tidak perawan lagi" Almert berucap sarkasts, sambil terus memompa, kedua kaki Ziva di lebarkan hingga maksimal. Pergelangan kaki Ziva ia pegang, membuatnya spontan mengangkat kaki Ziva keatas, hingga membuatnya terbuka lebih lebar lagi, sambil ia terus memompa. Ziva tak tinggal diam, dia terus mendesah, enak dan ngilu, tapi dia tak ingin berhenti, dia merasa penuh, tapi juga merasa cantik di saat bersamaan, dia tersipu, tapi dia merasa dibutuhkan. Kupu-kupu terasa beterbangan di perutnya.
"Ahhh...."Desah Ziva, rasanya sangat enak, irama memompa Almert sangat berirama, belum lagi suara kecipak dari penyatuan mereka, sangat becek dan basah, apalagi dengan suara desahan Almert, Astaga, mulai hari ini suara-suara itu akan menjadi favorit Ziva, sangat nikmat, membuat gila. Ziva meremas rambutnya sendiri, tak bisa menahan rasa nikmat yang di berikan Almert, sejemang, tangannya turun ke dadanya sendiri, meremas sendiri karena Almert tampak fokus pada penyatuan mereka, makin mempercepat gerakannya, hingga Ziva bisa merasakan miliknya mulai bergetar, begitu pun dengan Almert yang makin mempercepat gerakannya, "Arrggghhhh" erang Almert lalu menarik miliknya keluar, mengocok benda yang tegak itu hingga menyemburkan putihnya diatas perut Ziva, dan itu sangat banyak, sedangkan di baah sana, Ziva bisa merasakan hangat yang mengalir keluar, ke pangkal pahanya. Mereka berdua mencapai nikmat bersama. Mereka berdua yang masih sangat asing, sedang mencecap nikmat bersama malam ini.
~
KAMU SEDANG MEMBACA
Fade
RomanceWarning!!! Cerita mengandung unsur 21+ bijaklah dalam memilih bacaan sesuai usia. Genre : Romance, Fluffy, Angsat. Bukan perihal yang mudah untuk jatuh pada sebuah hati, tapi lebih tidak mudah untuk terus bertahan pada rasa yang sama, pada hati yan...