8. A propose to thingking about

3 0 0
                                    

Almeera berjalan dengan lemas. Setelah puas menangis di tangga darurat, Almeera tidak berniat lagi ke ruang HRD untuk melanjutkan bekerjanya. Moodnya sepenuhnya hilang hari ini. Untung saja saat dia menuju ruangan Presdir tadi, dia masih membawa serta tasnya bersamanya, jadi, dia tidak perlu berhadapan dengan ribuan pertanyaan teman-temannya di HRD mengenai matanya yang sembab seperti habis menangis, Almeera benar-benar tak berniat membagi cerita menyedihkan ini pada siapapun.

Almeera tersenyum sinis, lebih kepada dirinya sendiri sebenarnya. Bagaimana mungkin dia mengatakan membenci Presdir tapi di saat seperti ini secara tidak langsung dia sedang memanfaatkan koneksi terbaiknya itu. Bagaimana tidak? Karyawan biasa lain, seharusnya sekarang berada di ruangannya masing-masing dan menyelesaikan pekerjaannya dengan tenang, dan baru meninggalkan mejanya ketika jam istirahat atau jam pulang telah tiba, tapi Almeera? Dengan seenaknya dia pulang dan pergi dari kantor itu. Almeera tidak merasa takut sama sekali. Kenapa? Karena dia tahu, Presdir tidak akan mengeluarkannya dari tempat itu. Cih, mengingat hal itu Almeera tersenyum sinis, kali ini ia bahkan mengandalkan koneksi yag tidak diinginkannya itu.

Almeera menghentikan langkahnya ketika hendak memasuki lobi rumah sakit. Dia membelok ke koridor rumah sakit yang agak sepi, menengok ke kiri dan ke kanan, memastikan tidak ada seorang pun yang melihatnya, kemudian setelah merasa semuanya aman dan terkendali, Almeera duduk di salah satu bangku taman, yang sebenarnya terasa aneh karena bukannya di letakkan di taman rumah sakit, malah di letakkan di spot yang tidak terlalu ramai ini, tapi ini bukan saatnya Almeera memikirkan soal itu, dia harus bergegas!

Segera saja, Almeera mengeluarkan tas make up mini yang selalu dia bawa dalam tasnya. Mengeluarkan bedak, eye shadow, eyeliner, mascara, lipstik, dan peralatan make up lainnya yang dia butuhkan. Almeera nyaris saja berteriak kencang seandainya saja dia tidak sadar bahwa dia kini ada di rumah sakit. Matanya terlihat sangat bengkak, dan merah, plus masih ada sisa-sisa mascara dan eyeliner yang membekas di wajahnya. Dia semirip hantu wanita yang berani berkeliaran di siang hari. Pantas saja supir taksi yang dia tumpangi tadi enggan menatapnya, ini penyebabnya? Dia sempurna seperti cosplay hantu wanita yang banyak tayang di saluran TV yang tidak jelas.

Almeera tertawa kecil. Jika Erik melihatnya seperti ini, maka, Erik tidak akan berhenti mengejeknya selama seminggu, tapi akankah antara dia dan Erik masih akan ada canda tawa seperti itu lagi? Masih adakah sedikit harapan bagi hubungan mereka? Ini seperti mimpi buruk bagi Almeera.

Almeera membuang pikiran bodohnya mengenai Erik atau apapun itu, ia bergegas menyelesaikan memperbaiki make up-nya jika ingin cepat-cepat mengetahui perkembangan Zafreno, karena Almeera tidak akan membiarkan kedua orang tuanya dan Zafreno melihatnya dalam keadaan berantakan dan lemah seperti ini! Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri akan menjadi seseorang yang kuat jika itu demi keluarganya sendiri.

Hanya butuh waktu kurang dari lima belas menit bagi Almeera untuk menyelesaikan riasan wajahnya, dengan cepat dia menyimpan kembali semua alat make up nya, dan setengah berlari menuju IGD. Tempat terakhir kali ia tahu dimana Zafreno berada.

Fade

Banyak darah, orang-orang yang panik, suster dan dokter yang sibuk berlarian hilir mudik. Hal itulah yang pertama kali nampak di mata Almeera ketika dia dengan senyum termanis yang bisa ia ciptakan melangkah masuk ke IGD, dan yang lebih mengejutkan adalah bahwa disana tidak ada Zafreno! Almeera yang tadinya berusaha untuk tenang seketika menjadi panik ketika perawat di bagian informasi mengatakan dia tidak tahu dimana keberadaan Zafreno. Yang benar saja! Rumah sakit macam apa yang tidak tahu dimana keberadaan pasiennya?! Apalagi pasien dengan keadaan yang cukup parah seperti Zafreno.

Almeera berlari keluar dari IGD secepat dia bisa, sambil berusaha mencari ponselnya yang sepertinya jatuh di bagian terdalam tasnya saat dia melihat sosok yang tidak asing di matanya. Almeera terpaku. Nyonya besar yang sedang mendorong Tuan besar diatas kursi rodanya baru saja keluar dari ruang perawatan VIP, tadinya Almeera berniat menyapa majikan ayahnya itu, tapi entah mengapa tubuhnya seolah membeku dan lidahnya seolah keluh seketika melihat mereka berdua, dan pada akhirnya, Almeera hanya bisa menatap kepergian dua orang yang sangat di hormatinya itu dari jauh hingga keduanya menghilang di balik pintu keluar rumah sakit.

FadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang